Ruang Lingkup
EPILEPSY PADA KEHAMILAN
Makalah
Diajukan
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata
Kuliah Farmakologi
Disusun
oleh :
Deti
Ratnasari
Dewi
Sopiani
Dini
Andriani
Eka
Novia Majid
Eka
Puspita Wulandari
Eka
Sukma Ainnur S
Elga
Nurjuwita Sari
|
0200090012
0200090013
0200090016
0200090018
0200090019
0200090020
0200090021
|
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN RESPATI TASIKMALAYA
PROGRAM
DIPLOMA III KEBIDANAN
2010
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat – Nya sehingga penyusun
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “EPILEPSY PADA
KEHAMILAN” guna memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi. Epilepsy merupakan kelainan
neurologik, dimana pada ibu hamil membutuhkan tata laksana yang adekuat dan tanpa
beresiko baik terhadap ibu/bayi. Menurut statistik Amerika Serikat, 0.5%
kehamilan dijumpai pada wanita
epilepsy. Resiko pada wanita epilepsy yang hamil lebih besar dari pada wanita
normal yang hamil. Untuk menanggulangi banyak resiko, maka dokter ahli
kandungan dan dokter ahli neurologi bekerjasama agar bayi dan ibu mengalami
keselamatan jasmani dan rohani. Angka kematian neonatus pada pasien epilepsy
yang hamil adalah tiga kali dibandingkan populasi normal.
Dalam penulisan
makalah ini, penyusun banyak mendapat bantuan dan bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak, karena itu penyusun ucapkan terimakasih
yang sebesar – besarnya kepada:
1.
Bapak dr.JH.Syahlan,SKM. selaku ketua
STIKes Respati Tasikmalaya;
2. Ibu Rosa Ika Wijayanti, S.Farm., Apt. selaku dosen mata kuliah yang
telah membantu penyusun selama menyusun makalah ini;
3. Keluarga
yang telah memberikan dukungan dan doanya sehingga makalah ini dapat
diselesaikan;
4. Rekan
– rekan seangkatan dan kakak tingkat yang telah memotivasi penyusun untuk menyelesaikan penyusunan
makalah ini;
5. Semua
pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT. memberikan balasan
yang berlipat ganda.
Makalah ini bukanlah
karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal isi
maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu, penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya semoga makalah ini memberikan manfaat bagi penyusun dan bagi pembaca.
Amin
Tasikmalaya, Juni 2010
|
Penyusun
|
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Epilepsy atau ayan
adalah
suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk mengalami kejang
berulang. Epilepsy,
berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang
berarti “serangan”. Perlu diketahui, epilepsy tidak menular, bukan penyakit keturunan, dan tidak identik dengan
orang yang mengalami keterbelakangan mental. Bahkan, banyak penderita epilepsy
yang menderita epilepsy tanpa diketahui penyebabnya. Dan 2% dari penduduk
dewasa pernah mengalami kejang. Sepertiga dari kelompok tersebut mengalami epilepsy.
Kebanyakan
orang – orang dengan epilepsi pada hakikatnya menjalankan kehidupan – kehidupan
yang normal. Kira – kira 80% dapat secara signifikan dibantu oleh terapi – terapi
modern, dan beberapa mungkin berjalan berbulan – bulan atau bertahun – tahun.
Bagaimanapun, kondisi dapat dan mempengaruhi kehidupan sehari – hari untuk
orang – orang dengan epilepsy, keluarga mereka, dan teman – teman mereka. Orang
– orang dengan epilepsy yang parah yang melawan perawatan mempunyai, rata – rata,
pengharapan hidup yang lebih pendek dan peningkatan risiko dari perburukan
kognitif, terutama jika epilepsy berkembang pada masa dini atau kanak – kanak.
Perburukan – perburukan ini mungkin dihubungkan pada kondisi – kondisi yang
mendasarinya yang menyebabkan epilepsy atau pada perawatan epilepsy daripada epilepsy
itu sendiri.
Wanita
– wanita dengan epilepsy seringkali khawatir tentang apakah mereka dapat
menjadi hamil dan mempunyai anak yang sehat. Ini biasanya mungkin. Sementara
beberapa pengobatan – pengobatan epilepsy dan beberapa tipe – tipe dari
epilepsy mungkin mengurangi minat seseorang pada aktivitas seksual, kebanyakan
orang – orang dengan epilepsy dapat menjadi hamil. Lebih dari itu, wanita – wanita
dengan epilepsy mempunyai 90% atau lebih baik kesempatan mempunyai bayi yang
normal dan sehat, dan risiko dari cacat – cacat kelahiran adalah hanya kira –
kira 4 sampai 6 persen. Resiko bahwa anak – anak dari orangtua – orangtua
dengan epilepsy akan mengembangkan epilepsy mereka sendiri adalah hanya kira – kira
5% kecuali orangtuanya mempunyai bentuk turun temurun yang jelas dari penyakit.
Orangtua – orangtua yang khawatir bahwa epilepsy mereka mungkin turun temurun
mungkin menginginkan untuk berkonsultasi pada penasihat genetik untuk
menentukan apa kemungkinan resikonya. Amniocentesis dan high – level
ultrasound dapat dilakukan selama kehamilan untuk memastikan bahwa bayinya
berkembang secara normal, dan prosedur yang disebut maternal serum alpha – fetoprotein
test dapat digunakan untuk diagnosis sebelum kelahiran dari banyak kondisi
– kondisi jika persoalan dicurigai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, penyusun merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Jelaskan
pengertian dari epilepsy pada kehamilan?
2. Apa
efek kehamilan terhadap epilepsy?
3. Komplikasi
apa yang dapat terjadi pada epilepsy saat kehamilan?
4. Komplikasi
apa yang dapat terjadi pada epilepsy saat persalinan?
5. Pengobatan/tata
laksana apa yang dapat dilakukan?
C. Tujuan Makalah
Sejalan
dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan umum untuk
mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Pengertian
dari epilepsy pada kehamilan.
2. Efek
kehamilan terhadap epilepsy.
3. Komplikasi
saat kehamilan.
4. Komplikasi
saat persalinan.
5. Pengobatan/tata
laksana pada epilepsy kehamilan.
D. Kegunaan Makalah
Makalah
ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini
berguna sebagai pengembangan tentang seberapa besar pengetahuan kita terhadap
kasus kasus ilmu kandungan antara lain tentang kehamilan yang tidak diinginkan
dan aborsi. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.
Penulis
Sebagai wahana penambah pengetahuan
dan konsep keilmuan khususnya mengenai epilepsy pada kehamilan.
2.
Pembaca
Sebagai media informasi tentang epilepsy
pada kehamilan baik secara teoritis maupun secara praktis.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Epilepsy Kehamilan
Epilepsy
merupakan kelainan neurologik, dimana pada ibu hamil membutuhkan tata laksana
yang adekuat dan tanpa beresiko baik terhadap ibu/bayi. Menurut statistik
Amerika Serikat, 0.5% kehamilan dijumpai pada wanita epilepsy. Resiko pada
wanita epilepsy yang hamil lebih besar dari pada wanita normal yang hamil.
Untuk menanggulangi banyak resiko, maka dokter ahli kandungan dan dokter ahli
neurologi bekerjasama agar bayi dan ibu mengalami keselamatan jasmani dan
rohani. Angka kematian neonatus pada pasien epilepsy yang hamil adalah tiga
kali dibandingkan populasi normal.
Pengaruh
kehamilan terhadap epilepsi bervariasi. Kira – kira ¼ kasus frekuensi penyakit
akan meningkat terutama pada trimester terakhir. Seperempatnya lagi menurun dan
separuhnya tidak mengalami perubahan selama kehamilan.
Pengobatan
wanita epilepsy yang hamil pada umumnya dilakukan menurut prinsip yang sama seperti
pada pasien tidak hamil. Resiko yang dialami janin karena penyakit yang dialami
ibu mungkin sama besar dengan yang disebabkan obat anti epilepsy. Malformasi
yang disebabkan terapi obat anti epilepsy akan terjadi pada 4 – 8 minggu
pertama dalam pertumbuhan janin.
B. Efek Kehamilan Terhadap Epilepsi
Epilepsy
pada kehamilan dibagi dalam 2 kelompok:
1. Yang
sebelumnya sudah menderita epilepsy.
2. Berkembang
menjadi epilepsy selama hamil.
Wanita
– wanita yang mendapat penyakit selama masa reproduksi, dapat terjadi secara
insidentil pada kehamilan.
Hormon
yang berpengaruh terhadap penyakit pada ibu epilepsy yang hamil adalah estrogen
dan progesteron. Pada seorang wanita yang hamil kadar estrogen dalam darah akan
menurun,sehingga merangsang aktifitas enzim asam glutamate dekarboksilase dan
karena itu sintesa gamma amino butiric acid (GABA) akan menurun dalam otak.
Dengan menurunnya konsentrasi GABA di otak akan merangsang penyakit epilepsy.
Pada
kehamilan akan terjadi hemodilusi, dengan akibat filtrasi glomerulus berkurang
sehingga terjadi retensi cairan serta edema, akibatnya kadar obat dalam plasma
akan menurun. Retensi cairan yang terjadi menyebabkan hiponatremi. Keadaan ini
akan menimbulkan gangguan parsial dari “sodium pump” yang mengakibatkan
peninggian eksitabilitas neuron dan mempresitasi penyakit.
Pada
pasien wanita epilepsy yang hamil sangat sulit untuk menduga terjadinya bangkitan,
karena fenomena ini tidak berhubungan dengan tipe bangkitan selama menderita
epilepsy. Terjadinya suatu bangkitan sangat berbahaya baik untuk ibu maupun
fetus akibat trauma yang timbul. Supresi detak jantung janin selama proses
persalinan akibat bangkitan yang timbul.
Penelitian
prospektif yang dilakukan oleh Schmid dan kawan – kawan, dari 122 wanita hamil,
ditemukan bahwa kehamilan tidak berpengaruh terhadap frekuensi bangkitan pada
68 kehamilan (50%), jumlah bagkitan meningkat 37%, dan frekuensi bangkitan
menurun pada 13%.
Studi
terdahulu menemukan pasien – pasien dengan epilepsy yang berat
kemungkinan akan
bertambah buruk, dan kadar obat anti epilepsy yang diminum tidak sesuai, tetapi
studi yang baru membuktikan bahwa perburukan tidak terjadi.
Pada
wanita hamil volume plasma meningkat kira – kira sepertiga pada trisemester
ketiga, hal ini disebabkan oleh efek dilusi. Penentuan dan angka penurunan dari
konsentrasi obat anti epilepsy berbeda untuk setiap jenis obat. Penurunan kadar
obat dalam darah untuk fenitoin kira-kira 80% terjadi pada trisemester pertama,
juga serupa dengan fenobarbital. Untuk karbamazepin terbesar penurunannya pada
trisemester ketiga.
Pada wanita hamil
dengan bangkitan dan telah mendapat obat anti epilepsy maka pemeriksaan yang
perlu dilakukan yaitu:
1.
Pemeriksaan
kadar obat dalam darah.
2.
EEG.
3.
CT Scan, bila
ada kelainan neurologic, dilakukan tergantung pada stadium kehamilan.
Perubahan – perubahan konsentrasi obat
anti epilepsy secara teratur harus dimonitor setiap bulan.
C. Komplikasi Kehamilan
Wanita epilepsy lebih cenderung memperoleh
komplikasi obstetrik dalam masa kehamilan dari pada wanita penduduk rata – rata.
Pengaruh epilepsy terhadap kehamilan yaitu:
1. Melahirkan
bayi premature, didapat 4 – 11 %.
2. Berat
badan lahir rendah, kurang dari 2500 gr, ditemukan pada 7 – 10 %.
3. Mikrosefali.
4. Apgar
skor yang rendah.
Hiilesmaa
mengikuti 138 kehamilan wanita epilepsy dibandingkan dengan 150 orang sebagai
kontrol, yang sesuai adalah umur, paritas, sosial ekenomi dan jenis kelamin
fetus. Beberapa peneliti tak dapat membuktikan bahwa komplikasi pada kehamilan
tidak lebih besar pada wanita epilepsy.
D. Komplikasi Persalinan
Neonatus wanita epilepsy yang hamil
mengalami lebih banyak resiko karena kesukaran yang akan dialami ketika partus
berjalan. Partus prematur lebih sering terjadi pada wanita epilepsy. Penggunaan
obat anti epilepsy mengakibatkan kontraksi uterus yang melemah, ruptur membran
yang terlalu dini. Oleh karena itu maka partus wanita epilepsy hampir selalu harus
dipimpin oleh pakar obstetrik. Penggunaan forsep atau vakum sering dilakukan
dan juga seksio saesar.
Teramo
dan kawan-kawan (1985) menemukan, tak seorangpun dari 170 bangkitan umum pada
48 kehamilan yang diikuti selama 24 jam menunjukkan komplikasi obstetrik.
Komplikasi persalinan baik untuk ibu dan
bayi adalah:
1.
Frekuensi
penyakit meningkatkan 33%
2.
Perdarahan
post partum meningkatkan 10%
3.
Bayi mempunyai
resiko 3% berkembang menjadi epilepsy
4.
Apabila tanpa
profilaksis vitamin K yang diberikan pada ibu, terdapat resiko 10% terjadi
perdarahan perinatal pada bayi.
E. Pengobatan/Tata Laksana
Seorang
wanita epilepsy yang merencanakan untuk hamil selalu khawatir terhadap janin,
kehamilan, perkembangan dan perawatan bayi. Hal ini membutuhkan pengawasan
khusus, baik sebelum dan selama hamil, dan penyuluhan prekonsepsi haruslah
merupakan bagian yang penting untuk pencegahan dan persiapan.
1.
Penyuluhan
Prekonsepsi
Pada
umumnya perkembangan malformasi fetal sudah dimulai sebelum wanita menyadari
kehamilannya secara mantap. Penutupan langit – langit terjadi pada hari ke 47
kehamilan. Wanita epilepsy yang hamil harus diberitahu tentang resiko hamil
yang berhubungan dengan penggunaan obat anti epilepsy. Mereka harus tahu juga
bahwa serangan epileptik dapat membahayakan kandungan dan diri sendiri.
Namun
demikian mereka harus mengetahui bahwa resiko dapat diperkecil dengan tindakan
pencegahan. Dalam masalah tersebut, dokter harus memberikan advis yang tepat
dalam menghadapi dua problematik yang rumit ini. Disatu pihak ia harus menggunakan
obat anti epilepsy untuk mengontrol timbulnya serangan epileptik pada ibu yang
hamil dan sekaligus ia harus mencegah terkenanya fetus oleh efek obat anti
epilepsy digunakan oleh ibu yang hamil. Terapi yang dianjurkan ialah penggunaan
monoterapi dengan dosis serendah mungkin pada tahap pertama kehamilan. Dosis dapat
dinaikkan pada trisemester ketiga kehamilan. Pada tahap lanjut dapat diberikan
juga vitamin K (20mg/hari) untuk mencegah perdarahan neonatal.
2.
Efek
Terotogenik Obat Anti Epilepsy
Hipotesa mekanisme
terjadinya teratogenisitas obat anti epilepsy adalah:
a. Metabolisme
obat anti epilepsy terjadi melalui komponen arene oksid atau epoksid, yang
sebagian besar merupakan komponen reaktif yang bersifat teratogenik.
b. Kelainan
genetic yang disebabkan oleh hidrolase epoksid meningkatkan resiko terhadap
toksisitas fetus atau alternatif lain.
c. Radikal
bebas yang dihasilkan dari metabolism obat anti epilepsy dan bersifat
sitotoksik
d. Kelainan
genetic yang disebabkan oleh “free radical scavenging activity” meningkatkan resiko
terhadap toksisitas fetus.
Presentase malformasi
akibat obat anti epilepsy adalah:
a.
Trimetadion, lebih 50%
b.
Fenitoin, 30%
c.
Sodium Valproat, 1,2%
d.
Karbamazepin, 0,5-1 %
e.
Fenobarbital, 0,6%
Konsentrasi obat anti epilepsy dalam plasma wanita hamil yang
akan melahirkan bayi malformasi selalu lebih tinggi dari pada kadar obat anti
epilepsy pada wanita epilepsy hamil yang melahirkan tanpa malformasi. Para
wanita epilepsy yang hamil dengan menggunakan berbagai jenis obat anti epilepsy
lebih mudah melahirkan bayi dengan malformasi dari pada wanita epilepsy wanita
epilepsy yang hamil memakai obat epilepsy tunggal. Sudah tentu multipel dan
penggunaan dosis tinggi berhubungan dengan jenis epilepsy yang tidak mudah
terkontrol.
Malformasi
fetal yang berhubungan dengan obat – obat anti epilepsy, lagi pula dengan
adanya kemungkinan neonatus cacad akibat malformasi dan anomaly kongenital.
Studi Meadow (1968), yang mencakup kasus kehamilan sejumlah 427 pada 186 wanita
epilepsy yang menggunakan obat anti epilepsy, menemukan anak dengan cacad
(bibir dan langit – langit sumbing) yang berjumlah cukup banyak. Meadow dan
kawan – kawan menyimpulkan bahwa malformasi kongenital pada anak yang terkena
efek obat anti epilepsy adalah 2 kali lebih sering dibandingkan anak yang tidak
terkena efek obat anti epilepsy. Malformasi untuk populasi rata – rata berkisar
antara 2 – 3%, sedangkan untuk bayi yang dilahirkan oleh ibu epilepsy antara
1,25 – 11%. Menurut peneliti lain berkisar 4 – 6%.
3.
Obat
– obat Anti Epilepsy
Penelitian
pada binatang telah terbukti bahwa semua obat – obat anti epilepsy adalah
bersifat teratogenik dan dihubungkan dengan kadar obat anti epilepsy misalnya
fenitoin, berakibat malformasi pada tikus, tergantung pada jenis tikus dan dosis
yang diberikan. Salah satu bentuk malformasi tersebut adalah palatum yang
terbelah dan ini merupakan malformasi yang terbanyak tampak pada epilepsy.
Umumnya obat anti epilepsy yang digunakan adalah fenitoin, karbamazepin, dan
sodium valproat, dihubungkan dengan malformasi konginetal minor seperti wajah
dismorfik dan hipoplasia phalang distal. Trimetadion dihubungkan dengan
abnormalitas berat, dan fenobarbital adalah obat anti epilepsy yang paling
rendah toksisitasnya.
Obat
– obat tersebut adalah:
a.
Trimetadion
Dapat
mengakibatkan kelainan pada janin yang spesifik disebut sindrom trimetadion
fetus. German dan kawan – kawan (1970) melaporkan bahwa dalam satu keluarga
terdapat 4 bayi yang mengalami malformasi dilahirkan dari ibu yang menderita
epilepsy dengan menggunakan obat ini, studi lanjutan mengkonfirmasi terhadap
resiko tinggi pada sindrom ini, yang mana dapat menyebabkan perkembangan yang
lambat, anomali kraniofasial dan kelainan jantung bawaan. Golongan obat ini
tidak digunakan pada kehamilan.
b.
Fenitoin
Obat
ini digunakan sangat luas sebagai obat anti epilepsy pada kehamilan dan mempunyai
efek teratogenik. Terdapat kejadian sedikit yang menyebabkan malformasi mayor
pada manusia. Sampai sekarang sebagian besar pasien – pasien diobati dengan
beberapa obat anti epilepsy, sehingga sulit untuk mengevaluasi efek obat secara
individual. Angka malformasi total pada 305 anak yang dilahirkan oleh ibu tanpa
epilepsy adalah 6,4 %.
Penggunaan
fenitoin dapat mengakibatkan terjadinya sindrom hidantoin fetus. Sindrom ini
pertama kali diperkenalkan oleh Hanson dan Smith (1975) untuk menggambarkan
pola abnormalitas yang diamati pada neonatus, dimana ibu epilepsy yang hamil
diberikan obat fenitoin, biasanya dikombinasi dengan fenobarbital. Sindrom ini
terdiri dari abnormalitas kraniofasial, kelainan anggota gerak, defisiensi
pertumbuhan, retardasi mental baik ringan atau sedang. Studi prospektif dari 35
bayi pada prenatal diberi obat golongan hidantoin, Hansons dan kawan – kawan
(1976) menemukan 11% mempunyai gambaran sebagai sindroma ini.
Dosis
fenitoin antara 150 – 600 mg/hari.
c.
Sodium
Valproat
Obat
ini relatif baru dan sedikit data yang berefek pada uterus. Penggunaan obat ini
dapat mengakibatkan kelainan pada janin berupa sindrom valproat fetus. Pernah
dilaporkan terhadap 7 bayi yang dilahirkan dari ibu epilepsy yang menggunakan
obat ini berupa kelainan pada wajah dengan ciri-ciri: lipatan epikantus
inferior, jembatan hidung yang datar, filtrum yang dangkal. Obat ini pada
manusia dapat menembus plasenta secara bebas dan memberikan dosis yang lebih
tinggi pada neonatus dari ibu.
Pada
studi prospektif dari 12 bayi, pada antenatal diberikan sodium valproat menunjukkan
semuanya normal. Pada kasus sporadik pernah dilaporkan bahwa obat ini dapat
menyebabkan kelainan “neural tube defect”. Pada wanita epilepsy yang hamil bila
diberikan obat ini dapat menyebabkan kelainan tersebut kira-kira 1,2%.
Dosis
sodium valproat antara 600 – 3000 mg/hari.
d.
Karbamazepin
Obat
ini tidak terlibat pada malformasi mayor tetapi dapat menyebabkan retardasi
pertumbuhan kepala janin. Hiilesmaa dan kawan – kawan (1981) didalam
penelitiannya terhadap 133 wanita menunjukkan bahwa penggunaan obat ini
(tunggal) atau kombinasi dengan fenobarbital dapat menyebabkan retardasi. Juga
pernah dilaporkan dari 25 anak dari ibu yang menggunakan obat karbamazepin
tunggal ditemukan 20% dengan gangguan perkembangan. Belakangan ini dilaporkan
bahwa karbamazepin mengakibatkan meningkatnya kasus spina bifida sebanyak 0,5 –
1,0%.
Dosis
karbamazepin 400 – 1800 mg/hari.
e.
Fenobarbital
Terdapat
sedikit keterangan mengenai teratogenik dari obat ini, studi awal mengatakan
bahwa sebagian besar manita epilepsy mendapat kombinasi antara fenotoin dan
fenobarbital. Efek teratogenik obat ini kurang bila dibandingkan dengan obat
anti epilepsy lain dan pada manusia, Shapiro dan kawan – kawan (1976) menemukan
fenobarbital tidak menyebabkan meningkatnya angka malformasi.
Pemakaian
obat ini dapat mengakibatkan sindrom fenobarbital fetus, yang berupa Dismorfim
wajah, gangguan pertumbuhan pre dan postnatal, perkembangan lambat. Bagian Obstetri
dan Ginekologi Akademi Amerika menganjurkan pemakaian fenobarbital sebagai obat
pilihan untuk wanita epilepsy yang hamil. Sullivan (1975), pada penelitiannya
terhadap tikus yang hamil diberikan obat ini mengakibatkan bibir and palatum
sumbing berkisar antara 0.6 – 3.9%.
Dosis
Fenobarbital antara 30 – 240 mg/hari.
BAB III
PENUTUP
1.
Simpulan
Epilepsy merupakan kelainan neurologik,
dimana pada ibu hamil membutuhkan tata laksana yang adekuat dan tanpa beresiko
baik terhadap ibu/bayi. Menurut statistik Amerika Serikat, 0.5% kehamilan dijumpai
pada wanita epilepsy. Resiko pada wanita epilepsy yang hamil lebih besar dari
pada wanita normal yang hamil.
Obat – obat anti
epilepsy:
1. Fenobarbital
2. Karbamazepin
3. Sodium
Valproat
4. Fenitoin
5. Trimetadion
Presentase malformasi
akibat obat anti epilepsi adalah:
1.
Trimetadion, lebih 50%
2.
Fenitoin, 30%
3.
Sodium Valproat, 1,2%
4.
Karbamazepin, 0,5-1 %
5.
Fenobarbital, 0,6%
2.
Saran
Beberapa
tindakan pencegahan sebelum dan selama kelahiran untuk mengurangi resiko yang berhubungan dengan kehamilan dan
kelahiran:
a. Konsultasikan
pada dokter agar kita dapat mengetahui resiko – resiko khusus yang berkaitan
dengan epilepsy dan dapat mengambil pengobatan yang mungkin dapat kita ambil.
b. Mengkonsumsi
vitamin dan tidur yang cukup.
c. Ibu
hami yang memiiki epilepsy harus menyadari bahwa beberapa obat dapat mengganggu
keefektifan dari kontrasepsi – kontrasepsi oral.
d. Tekanan
darah ibu harus selalu diperiksa dan dipantau.
e. Ibu
harus mendapatkan perawatan yang baik sebelum kelahiran.
DAFTAR PUSTAKA
Japardi,
Iskandar.(2002).Epilepsi Pada Kehamilan.[Online].Tersedia: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1963/1/bedah-iskandar%20japardi10.pdf.
[05 Mei 2010].
NN.(2010).Epilepsi.[Online].Tersedia: http://hajaddb.co.cc/epilepsi-definisi-penyebab-gejala-cara-mencegah-dan-pengobatan-epilepsi.
[05
Mei 2010].
Total
Kesehatan Anda.(2008).Epilepsy (Seizure
Disorder).[Online].Tersedia: http://www.totalkesehatananda.com/epilepsy10.html.
[05
Mei 2010].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar