Kamis, 02 Februari 2012

Ruang Lingkup EPILEPSY PADA KEHAMILAN


Ruang Lingkup

EPILEPSY PADA KEHAMILAN

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Farmakologi




STIKes



Disusun oleh :

Deti Ratnasari
Dewi Sopiani
Dini Andriani
Eka Novia Majid
Eka Puspita Wulandari
Eka Sukma Ainnur S
Elga Nurjuwita Sari
0200090012
0200090013
0200090016
0200090018
0200090019
0200090020
0200090021




SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN  RESPATI TASIKMALAYA
PROGRAM DIPLOMA III KEBIDANAN
2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat – Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “EPILEPSY PADA KEHAMILAN” guna memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi. Epilepsy merupakan kelainan neurologik, dimana pada ibu hamil membutuhkan tata laksana yang adekuat dan tanpa beresiko baik terhadap ibu/bayi. Menurut statistik Amerika Serikat, 0.5% kehamilan dijumpai pada wanita epilepsy. Resiko pada wanita epilepsy yang hamil lebih besar dari pada wanita normal yang hamil. Untuk menanggulangi banyak resiko, maka dokter ahli kandungan dan dokter ahli neurologi bekerjasama agar bayi dan ibu mengalami keselamatan jasmani dan rohani. Angka kematian neonatus pada pasien epilepsy yang hamil adalah tiga kali dibandingkan populasi normal.
Dalam penulisan makalah ini, penyusun banyak mendapat bantuan dan bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak, karena itu penyusun ucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada:
1.    Bapak dr.JH.Syahlan,SKM. selaku ketua STIKes Respati Tasikmalaya;
2.    Ibu Rosa Ika Wijayanti, S.Farm., Apt. selaku dosen mata kuliah yang telah membantu penyusun selama menyusun makalah ini;
3.    Keluarga yang telah memberikan dukungan dan doanya sehingga makalah ini dapat diselesaikan;
4.    Rekan – rekan seangkatan dan kakak tingkat yang telah memotivasi penyusun untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini;
5.    Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT. memberikan balasan yang berlipat ganda.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini memberikan manfaat bagi penyusun dan bagi pembaca. Amin

Tasikmalaya, Juni 2010
Penyusun













BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Epilepsy atau ayan adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk mengalami kejang berulang. Epilepsy, berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti “serangan”. Perlu diketahui, epilepsy tidak menular, bukan penyakit keturunan, dan tidak identik dengan orang yang mengalami keterbelakangan mental. Bahkan, banyak penderita epilepsy yang menderita epilepsy tanpa diketahui penyebabnya. Dan 2% dari penduduk dewasa pernah mengalami kejang. Sepertiga dari kelompok tersebut mengalami epilepsy.
Kebanyakan orang – orang dengan epilepsi pada hakikatnya menjalankan kehidupan – kehidupan yang normal. Kira – kira 80% dapat secara signifikan dibantu oleh terapi – terapi modern, dan beberapa mungkin berjalan berbulan – bulan atau bertahun – tahun. Bagaimanapun, kondisi dapat dan mempengaruhi kehidupan sehari – hari untuk orang – orang dengan epilepsy, keluarga mereka, dan teman – teman mereka. Orang – orang dengan epilepsy yang parah yang melawan perawatan mempunyai, rata – rata, pengharapan hidup yang lebih pendek dan peningkatan risiko dari perburukan kognitif, terutama jika epilepsy berkembang pada masa dini atau kanak – kanak. Perburukan – perburukan ini mungkin dihubungkan pada kondisi – kondisi yang mendasarinya yang menyebabkan epilepsy atau pada perawatan epilepsy daripada epilepsy itu sendiri.
Wanita – wanita dengan epilepsy seringkali khawatir tentang apakah mereka dapat menjadi hamil dan mempunyai anak yang sehat. Ini biasanya mungkin. Sementara beberapa pengobatan – pengobatan epilepsy dan beberapa tipe – tipe dari epilepsy mungkin mengurangi minat seseorang pada aktivitas seksual, kebanyakan orang – orang dengan epilepsy dapat menjadi hamil. Lebih dari itu, wanita – wanita dengan epilepsy mempunyai 90% atau lebih baik kesempatan mempunyai bayi yang normal dan sehat, dan risiko dari cacat – cacat kelahiran adalah hanya kira – kira 4 sampai 6 persen. Resiko bahwa anak – anak dari orangtua – orangtua dengan epilepsy akan mengembangkan epilepsy mereka sendiri adalah hanya kira – kira 5% kecuali orangtuanya mempunyai bentuk turun temurun yang jelas dari penyakit. Orangtua – orangtua yang khawatir bahwa epilepsy mereka mungkin turun temurun mungkin menginginkan untuk berkonsultasi pada penasihat genetik untuk menentukan apa kemungkinan resikonya. Amniocentesis dan high – level ultrasound dapat dilakukan selama kehamilan untuk memastikan bahwa bayinya berkembang secara normal, dan prosedur yang disebut maternal serum alpha – fetoprotein test dapat digunakan untuk diagnosis sebelum kelahiran dari banyak kondisi – kondisi jika persoalan dicurigai.



B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penyusun merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Jelaskan pengertian dari epilepsy pada kehamilan?
2.    Apa efek kehamilan terhadap epilepsy?
3.    Komplikasi apa yang dapat terjadi pada epilepsy saat kehamilan?
4.    Komplikasi apa yang dapat terjadi pada epilepsy saat persalinan?
5.    Pengobatan/tata laksana apa yang dapat dilakukan?

C.  Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan umum untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1.    Pengertian dari epilepsy pada kehamilan.
2.    Efek kehamilan terhadap epilepsy.
3.    Komplikasi saat kehamilan.
4.    Komplikasi saat persalinan.
5.    Pengobatan/tata laksana pada epilepsy kehamilan.

D.  Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun  secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan tentang seberapa besar pengetahuan kita terhadap kasus kasus ilmu kandungan antara lain tentang kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.    Penulis
Sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya mengenai epilepsy pada kehamilan.
2.    Pembaca
Sebagai media informasi tentang epilepsy pada kehamilan baik secara teoritis maupun secara praktis.















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Epilepsy Kehamilan
Epilepsy merupakan kelainan neurologik, dimana pada ibu hamil membutuhkan tata laksana yang adekuat dan tanpa beresiko baik terhadap ibu/bayi. Menurut statistik Amerika Serikat, 0.5% kehamilan dijumpai pada wanita epilepsy. Resiko pada wanita epilepsy yang hamil lebih besar dari pada wanita normal yang hamil. Untuk menanggulangi banyak resiko, maka dokter ahli kandungan dan dokter ahli neurologi bekerjasama agar bayi dan ibu mengalami keselamatan jasmani dan rohani. Angka kematian neonatus pada pasien epilepsy yang hamil adalah tiga kali dibandingkan populasi normal.
Pengaruh kehamilan terhadap epilepsi bervariasi. Kira – kira ¼ kasus frekuensi penyakit akan meningkat terutama pada trimester terakhir. Seperempatnya lagi menurun dan separuhnya tidak mengalami perubahan selama kehamilan.
Pengobatan wanita epilepsy yang hamil pada umumnya dilakukan menurut prinsip yang sama seperti pada pasien tidak hamil. Resiko yang dialami janin karena penyakit yang dialami ibu mungkin sama besar dengan yang disebabkan obat anti epilepsy. Malformasi yang disebabkan terapi obat anti epilepsy akan terjadi pada 4 – 8 minggu pertama dalam pertumbuhan janin.

B.  Efek Kehamilan Terhadap Epilepsi
Epilepsy pada kehamilan dibagi dalam 2 kelompok:
1.    Yang sebelumnya sudah menderita epilepsy.
2.    Berkembang menjadi epilepsy selama hamil.
Wanita – wanita yang mendapat penyakit selama masa reproduksi, dapat terjadi secara insidentil pada kehamilan.
Hormon yang berpengaruh terhadap penyakit pada ibu epilepsy yang hamil adalah estrogen dan progesteron. Pada seorang wanita yang hamil kadar estrogen dalam darah akan menurun,sehingga merangsang aktifitas enzim asam glutamate dekarboksilase dan karena itu sintesa gamma amino butiric acid (GABA) akan menurun dalam otak. Dengan menurunnya konsentrasi GABA di otak akan merangsang penyakit epilepsy.
Pada kehamilan akan terjadi hemodilusi, dengan akibat filtrasi glomerulus berkurang sehingga terjadi retensi cairan serta edema, akibatnya kadar obat dalam plasma akan menurun. Retensi cairan yang terjadi menyebabkan hiponatremi. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan parsial dari “sodium pump” yang mengakibatkan peninggian eksitabilitas neuron dan mempresitasi penyakit.
Pada pasien wanita epilepsy yang hamil sangat sulit untuk menduga terjadinya bangkitan, karena fenomena ini tidak berhubungan dengan tipe bangkitan selama menderita epilepsy. Terjadinya suatu bangkitan sangat berbahaya baik untuk ibu maupun fetus akibat trauma yang timbul. Supresi detak jantung janin selama proses persalinan akibat bangkitan yang timbul.
Penelitian prospektif yang dilakukan oleh Schmid dan kawan – kawan, dari 122 wanita hamil, ditemukan bahwa kehamilan tidak berpengaruh terhadap frekuensi bangkitan pada 68 kehamilan (50%), jumlah bagkitan meningkat 37%, dan frekuensi bangkitan menurun pada 13%.
Studi terdahulu menemukan pasien – pasien dengan epilepsy yang berat
kemungkinan akan bertambah buruk, dan kadar obat anti epilepsy yang diminum tidak sesuai, tetapi studi yang baru membuktikan bahwa perburukan tidak terjadi.
Pada wanita hamil volume plasma meningkat kira – kira sepertiga pada trisemester ketiga, hal ini disebabkan oleh efek dilusi. Penentuan dan angka penurunan dari konsentrasi obat anti epilepsy berbeda untuk setiap jenis obat. Penurunan kadar obat dalam darah untuk fenitoin kira-kira 80% terjadi pada trisemester pertama, juga serupa dengan fenobarbital. Untuk karbamazepin terbesar penurunannya pada trisemester ketiga.
Pada wanita hamil dengan bangkitan dan telah mendapat obat anti epilepsy maka pemeriksaan yang perlu dilakukan yaitu:
1.    Pemeriksaan kadar obat dalam darah.
2.    EEG.
3.    CT Scan, bila ada kelainan neurologic, dilakukan tergantung pada stadium kehamilan.
Perubahan – perubahan konsentrasi obat anti epilepsy secara teratur harus dimonitor setiap bulan.

C.  Komplikasi Kehamilan
Wanita epilepsy lebih cenderung memperoleh komplikasi obstetrik dalam masa kehamilan dari pada wanita penduduk rata – rata. Pengaruh epilepsy terhadap kehamilan yaitu:
1.    Melahirkan bayi premature, didapat 4 – 11 %.
2.    Berat badan lahir rendah, kurang dari 2500 gr, ditemukan pada 7 – 10 %.
3.    Mikrosefali.
4.    Apgar skor yang rendah.
Hiilesmaa mengikuti 138 kehamilan wanita epilepsy dibandingkan dengan 150 orang sebagai kontrol, yang sesuai adalah umur, paritas, sosial ekenomi dan jenis kelamin fetus. Beberapa peneliti tak dapat membuktikan bahwa komplikasi pada kehamilan tidak lebih besar pada wanita epilepsy.
D.  Komplikasi Persalinan
Neonatus wanita epilepsy yang hamil mengalami lebih banyak resiko karena kesukaran yang akan dialami ketika partus berjalan. Partus prematur lebih sering terjadi pada wanita epilepsy. Penggunaan obat anti epilepsy mengakibatkan kontraksi uterus yang melemah, ruptur membran yang terlalu dini. Oleh karena itu maka partus wanita epilepsy hampir selalu harus dipimpin oleh pakar obstetrik. Penggunaan forsep atau vakum sering dilakukan dan juga seksio saesar.
Teramo dan kawan-kawan (1985) menemukan, tak seorangpun dari 170 bangkitan umum pada 48 kehamilan yang diikuti selama 24 jam menunjukkan komplikasi obstetrik.
Komplikasi persalinan baik untuk ibu dan bayi adalah:
1.    Frekuensi penyakit meningkatkan 33%
2.    Perdarahan post partum meningkatkan 10%
3.    Bayi mempunyai resiko 3% berkembang menjadi epilepsy
4.    Apabila tanpa profilaksis vitamin K yang diberikan pada ibu, terdapat resiko 10% terjadi perdarahan perinatal pada bayi.
E.  Pengobatan/Tata Laksana
Seorang wanita epilepsy yang merencanakan untuk hamil selalu khawatir terhadap janin, kehamilan, perkembangan dan perawatan bayi. Hal ini membutuhkan pengawasan khusus, baik sebelum dan selama hamil, dan penyuluhan prekonsepsi haruslah merupakan bagian yang penting untuk pencegahan dan persiapan.
1.    Penyuluhan Prekonsepsi
Pada umumnya perkembangan malformasi fetal sudah dimulai sebelum wanita menyadari kehamilannya secara mantap. Penutupan langit – langit terjadi pada hari ke 47 kehamilan. Wanita epilepsy yang hamil harus diberitahu tentang resiko hamil yang berhubungan dengan penggunaan obat anti epilepsy. Mereka harus tahu juga bahwa serangan epileptik dapat membahayakan kandungan dan diri sendiri.
Namun demikian mereka harus mengetahui bahwa resiko dapat diperkecil dengan tindakan pencegahan. Dalam masalah tersebut, dokter harus memberikan advis yang tepat dalam menghadapi dua problematik yang rumit ini. Disatu pihak ia harus menggunakan obat anti epilepsy untuk mengontrol timbulnya serangan epileptik pada ibu yang hamil dan sekaligus ia harus mencegah terkenanya fetus oleh efek obat anti epilepsy digunakan oleh ibu yang hamil. Terapi yang dianjurkan ialah penggunaan monoterapi dengan dosis serendah mungkin pada tahap pertama kehamilan. Dosis dapat dinaikkan pada trisemester ketiga kehamilan. Pada tahap lanjut dapat diberikan juga vitamin K (20mg/hari) untuk mencegah perdarahan neonatal.
2.    Efek Terotogenik Obat Anti Epilepsy
Hipotesa mekanisme terjadinya teratogenisitas obat anti epilepsy adalah:
a.     Metabolisme obat anti epilepsy terjadi melalui komponen arene oksid atau epoksid, yang sebagian besar merupakan komponen reaktif yang bersifat teratogenik.
b.    Kelainan genetic yang disebabkan oleh hidrolase epoksid meningkatkan resiko terhadap toksisitas fetus atau alternatif lain.
c.     Radikal bebas yang dihasilkan dari metabolism obat anti epilepsy dan bersifat sitotoksik
d.    Kelainan genetic yang disebabkan oleh “free radical scavenging activity” meningkatkan resiko terhadap toksisitas fetus.
Presentase malformasi akibat obat anti epilepsy adalah:
a.    Trimetadion, lebih 50%
b.    Fenitoin, 30%
c.    Sodium Valproat, 1,2%
d.   Karbamazepin, 0,5-1 %
e.    Fenobarbital, 0,6%
Konsentrasi obat anti epilepsy dalam plasma wanita hamil yang akan melahirkan bayi malformasi selalu lebih tinggi dari pada kadar obat anti epilepsy pada wanita epilepsy hamil yang melahirkan tanpa malformasi. Para wanita epilepsy yang hamil dengan menggunakan berbagai jenis obat anti epilepsy lebih mudah melahirkan bayi dengan malformasi dari pada wanita epilepsy wanita epilepsy yang hamil memakai obat epilepsy tunggal. Sudah tentu multipel dan penggunaan dosis tinggi berhubungan dengan jenis epilepsy yang tidak mudah terkontrol.
Malformasi fetal yang berhubungan dengan obat – obat anti epilepsy, lagi pula dengan adanya kemungkinan neonatus cacad akibat malformasi dan anomaly kongenital. Studi Meadow (1968), yang mencakup kasus kehamilan sejumlah 427 pada 186 wanita epilepsy yang menggunakan obat anti epilepsy, menemukan anak dengan cacad (bibir dan langit – langit sumbing) yang berjumlah cukup banyak. Meadow dan kawan – kawan menyimpulkan bahwa malformasi kongenital pada anak yang terkena efek obat anti epilepsy adalah 2 kali lebih sering dibandingkan anak yang tidak terkena efek obat anti epilepsy. Malformasi untuk populasi rata – rata berkisar antara 2 – 3%, sedangkan untuk bayi yang dilahirkan oleh ibu epilepsy antara 1,25 – 11%. Menurut peneliti lain berkisar 4 – 6%.
3.    Obat – obat Anti Epilepsy
Penelitian pada binatang telah terbukti bahwa semua obat – obat anti epilepsy adalah bersifat teratogenik dan dihubungkan dengan kadar obat anti epilepsy misalnya fenitoin, berakibat malformasi pada tikus, tergantung pada jenis tikus dan dosis yang diberikan. Salah satu bentuk malformasi tersebut adalah palatum yang terbelah dan ini merupakan malformasi yang terbanyak tampak pada epilepsy. Umumnya obat anti epilepsy yang digunakan adalah fenitoin, karbamazepin, dan sodium valproat, dihubungkan dengan malformasi konginetal minor seperti wajah dismorfik dan hipoplasia phalang distal. Trimetadion dihubungkan dengan abnormalitas berat, dan fenobarbital adalah obat anti epilepsy yang paling rendah toksisitasnya.
Obat – obat tersebut adalah:
a.    Trimetadion
Dapat mengakibatkan kelainan pada janin yang spesifik disebut sindrom trimetadion fetus. German dan kawan – kawan (1970) melaporkan bahwa dalam satu keluarga terdapat 4 bayi yang mengalami malformasi dilahirkan dari ibu yang menderita epilepsy dengan menggunakan obat ini, studi lanjutan mengkonfirmasi terhadap resiko tinggi pada sindrom ini, yang mana dapat menyebabkan perkembangan yang lambat, anomali kraniofasial dan kelainan jantung bawaan. Golongan obat ini tidak digunakan pada kehamilan.
b.   Fenitoin
Obat ini digunakan sangat luas sebagai obat anti epilepsy pada kehamilan dan mempunyai efek teratogenik. Terdapat kejadian sedikit yang menyebabkan malformasi mayor pada manusia. Sampai sekarang sebagian besar pasien – pasien diobati dengan beberapa obat anti epilepsy, sehingga sulit untuk mengevaluasi efek obat secara individual. Angka malformasi total pada 305 anak yang dilahirkan oleh ibu tanpa epilepsy adalah 6,4 %.
Penggunaan fenitoin dapat mengakibatkan terjadinya sindrom hidantoin fetus. Sindrom ini pertama kali diperkenalkan oleh Hanson dan Smith (1975) untuk menggambarkan pola abnormalitas yang diamati pada neonatus, dimana ibu epilepsy yang hamil diberikan obat fenitoin, biasanya dikombinasi dengan fenobarbital. Sindrom ini terdiri dari abnormalitas kraniofasial, kelainan anggota gerak, defisiensi pertumbuhan, retardasi mental baik ringan atau sedang. Studi prospektif dari 35 bayi pada prenatal diberi obat golongan hidantoin, Hansons dan kawan – kawan (1976) menemukan 11% mempunyai gambaran sebagai sindroma ini.
Dosis fenitoin antara 150 – 600 mg/hari.
c.    Sodium Valproat
Obat ini relatif baru dan sedikit data yang berefek pada uterus. Penggunaan obat ini dapat mengakibatkan kelainan pada janin berupa sindrom valproat fetus. Pernah dilaporkan terhadap 7 bayi yang dilahirkan dari ibu epilepsy yang menggunakan obat ini berupa kelainan pada wajah dengan ciri-ciri: lipatan epikantus inferior, jembatan hidung yang datar, filtrum yang dangkal. Obat ini pada manusia dapat menembus plasenta secara bebas dan memberikan dosis yang lebih tinggi pada neonatus dari ibu.
Pada studi prospektif dari 12 bayi, pada antenatal diberikan sodium valproat menunjukkan semuanya normal. Pada kasus sporadik pernah dilaporkan bahwa obat ini dapat menyebabkan kelainan “neural tube defect”. Pada wanita epilepsy yang hamil bila diberikan obat ini dapat menyebabkan kelainan tersebut kira-kira 1,2%.
Dosis sodium valproat antara 600 – 3000 mg/hari.
d.   Karbamazepin
Obat ini tidak terlibat pada malformasi mayor tetapi dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan kepala janin. Hiilesmaa dan kawan – kawan (1981) didalam penelitiannya terhadap 133 wanita menunjukkan bahwa penggunaan obat ini (tunggal) atau kombinasi dengan fenobarbital dapat menyebabkan retardasi. Juga pernah dilaporkan dari 25 anak dari ibu yang menggunakan obat karbamazepin tunggal ditemukan 20% dengan gangguan perkembangan. Belakangan ini dilaporkan bahwa karbamazepin mengakibatkan meningkatnya kasus spina bifida sebanyak 0,5 – 1,0%.
Dosis karbamazepin 400 – 1800 mg/hari.
e.    Fenobarbital
Terdapat sedikit keterangan mengenai teratogenik dari obat ini, studi awal mengatakan bahwa sebagian besar manita epilepsy mendapat kombinasi antara fenotoin dan fenobarbital. Efek teratogenik obat ini kurang bila dibandingkan dengan obat anti epilepsy lain dan pada manusia, Shapiro dan kawan – kawan (1976) menemukan fenobarbital tidak menyebabkan meningkatnya angka malformasi.
Pemakaian obat ini dapat mengakibatkan sindrom fenobarbital fetus, yang berupa Dismorfim wajah, gangguan pertumbuhan pre dan postnatal, perkembangan lambat. Bagian Obstetri dan Ginekologi Akademi Amerika menganjurkan pemakaian fenobarbital sebagai obat pilihan untuk wanita epilepsy yang hamil. Sullivan (1975), pada penelitiannya terhadap tikus yang hamil diberikan obat ini mengakibatkan bibir and palatum sumbing berkisar antara 0.6 – 3.9%.
Dosis Fenobarbital antara 30 – 240 mg/hari.













BAB III
PENUTUP
1.    Simpulan
Epilepsy merupakan kelainan neurologik, dimana pada ibu hamil membutuhkan tata laksana yang adekuat dan tanpa beresiko baik terhadap ibu/bayi. Menurut statistik Amerika Serikat, 0.5% kehamilan dijumpai pada wanita epilepsy. Resiko pada wanita epilepsy yang hamil lebih besar dari pada wanita normal yang hamil.
Obat – obat anti epilepsy:
1.    Fenobarbital
2.    Karbamazepin
3.    Sodium Valproat
4.    Fenitoin
5.    Trimetadion
Presentase malformasi akibat obat anti epilepsi adalah:
1.    Trimetadion, lebih 50%
2.    Fenitoin, 30%
3.    Sodium Valproat, 1,2%
4.    Karbamazepin, 0,5-1 %
5.    Fenobarbital, 0,6%



2.    Saran
Beberapa tindakan pencegahan sebelum dan selama kelahiran untuk mengurangi  resiko yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran:
a.    Konsultasikan pada dokter agar kita dapat mengetahui resiko – resiko khusus yang berkaitan dengan epilepsy dan dapat mengambil pengobatan yang mungkin dapat kita ambil.
b.    Mengkonsumsi vitamin dan tidur yang cukup.
c.    Ibu hami yang memiiki epilepsy harus menyadari bahwa beberapa obat dapat mengganggu keefektifan dari kontrasepsi – kontrasepsi oral.
d.   Tekanan darah ibu harus selalu diperiksa dan dipantau.
e.    Ibu harus mendapatkan perawatan yang baik sebelum kelahiran.












DAFTAR PUSTAKA

Japardi, Iskandar.(2002).Epilepsi Pada Kehamilan.[Online].Tersedia: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1963/1/bedah-iskandar%20japardi10.pdf. [05 Mei 2010].


Total Kesehatan Anda.(2008).Epilepsy (Seizure Disorder).[Online].Tersedia: http://www.totalkesehatananda.com/epilepsy10.html. [05 Mei 2010].





Tidak ada komentar:

Posting Komentar