Kamis, 02 Februari 2012

PANDANGAN ISLAM TERHADAP TEKNOLOGI KESEHATAN / KEDOKTERAN MENGENAI OPERASI MENGUBAH ALAT KELAMIN PADA WARIA


Ruang Lingkup
PANDANGAN ISLAM TERHADAP TEKNOLOGI
KESEHATAN / KEDOKTERAN MENGENAI OPERASI
MENGUBAH ALAT KELAMIN PADA WARIA

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam






STIKes






Disusun Oleh :
Eka Puspita Wulandari
NPM.0200090019





PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN  RESPATI TASIKMALAYA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Salah satu “kebanggaan” umat Islam di akhir zaman ini, mereka menemukan cukup banyak kesesuaian perkembangan ilmu pengetahuan dengan perkembangan sains.  Paling tidak,  ada dua hal yang “menyenangkan”.  Pertama, ummat Islam lebih merasa pede bahwa benarlah bahwa ayat-ayat yang dibukukan pada lembaran digital atau kertas itu adalah kalam Ilahi dan mitra-mitra Allah memelihara Al Qur’an.  Bagi yang beriman, maka manfaat terbesarnya, tentulah bertambahlah “nilai” keimanannya.  Bagi yang tidak beriman, makin menyebalkan karena makin sulit berargumentasi dengan para penafsir fundamentalis itu.
Belakangan ini semakin banyak fenomena waria yang berkeliaran di jalanan untuk mengamen khususnya di dunia perkotaan, bahkan ada di antara mereka yang menodai atribut muslimah dengan memakai kerudung segala. Selain itu ironisnya, di media pertelevisian kita sepertinya justru ikut menyemarakkan dan mensosialisasikan perilaku kebancian tersebut di berbagai program acara talkshow, parodi maupun humor. Hal itu tentunya akan turut andil memberikan legitimasi dan figur yang dapat ditiru masyarakat untuk mempermainkan jenis kelamin atau bahkan perubahan orientasi dan kelainan seksual.
Sebagai contoh adalah kasus pada Dorce. Kasus yang kita lihat seperti Dorce yang mengubah alat kelaminnya menjadi alat kelamin wanita, itu ditanggapi sebagai sesuatu hal yang wajar karena Dorce sudah terlanjur enak dengan profesinya sebagai seorang wanita, dan membawa rejeki yang banyak. Sebagian orang mengatakan itu melangkahi kodrat, ada juga yang mengatakan itu melanggar aturan agama karena yang bersangkutan mengubah ciptaan sang khalik. Tapi ada juga yang mengatakan itu tidak apa-apa karena memang itu sudah kehendak yang di atas, makanya dengan mengubah alat kelaminnya itu rejekinya jadi nomplok. Soalnya rejeki yang menentukan kan yang punya alam ini.
Namun ada juga alasan yang menyebutkan bahwa mengganti kelamin untuk menutupi rasa malu yang diyakini oleh orang – orang yang memiliki kelainan seksual seperti homoseksual. Sebagian besar operasi mengganti alat kelamin ini dilakukan oleh para homoseksual, dari alat kelamin pria menjadi alat kelamin wanita. Atau adapun seorang homoseks yang telah mengganti alat kelaminnya menyebutkan bahwa seorang laki-laki selalu menikah dan meninggalkan ibunya, namun seorang perempuan selalu tinggal, perempuan selalu menjadi milik keluarga dan tak pernah pergi. Dan sekarang dia tidak akan mengalami kesedihan yang terjadi ketika seorang lelaki harus pergi. Dia selalu ingin menjadi anak perempuan dan dia kira inilah hadiah yang diberikan Tuhan yang akhirnya dia dapatkan.
Perilaku homoseksual ini tidak hanya diakibatkan oleh faktor natural semata seperti kelebihan hormon, namun juga merupakan problema psikologis (kejiwaan) sebagai akibat dari interaksi dan komunikasi bebas serta hilangnya pembatas moral antar lawan jenis. Menurutnya, prilaku homoseksual diakibatkan oleh salah satu dari dua kemungkinan, pertama karena trauma masa lalu, misalnya ia pernah jadi korban sodomi sehingga ia ingin membalas dendam kepada orang lain atas apa yang terjadi padanya. Karena itulah, ia sering dipandang sebagai “penyakit menular”. Kedua, pengaruh budaya dan komunikasi yang bebas. Fenomena ini lebih sering terjadi di kalangan selebritis. Misalnya, para artis, pada saat ada even peragaan, shooting film dan teater, harus berganti busana dalam waktu yang singkat karena dikejar waktu, meski harus ‘telanjang’ dihadapan lawan jenisnya. Intensitas kontak indra yang tak hanya sering, mereka menjadi bosan dengan pemandangan ini dan mencari ’sensasi’ baru dengan melepaskan kecenderungan biologisnya kepada sesama jenis yang mengalami hal serupa.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa definisi dari operasi mengubah alat kelamin?
2.    Bagaimana Al-Quran/Islam membedakan antara wanita, pria, dan waria?
3.    Faktor – faktor dan gejala atau tanda – tanda apa saja yang menyebabkan seseorang menjadi homoseksual?
4.    Apa hukum Islam mengenai operasi mengubah alat kelamin?
5.    Bagaimana tanggapan MUI dan Uskup terhadap operasi mengubah alat kelamin?
6.    Bagaimana Hukum Indonesia melihat kasus pengesahan status WNI yang ganti kelamin?

C.  Tujuan Makalah
1.    Definisi dari operasi mengubah alat kelamin.
2.    Al-Quran/Islam membedakan antara wanita, pria, dan waria
3.    Faktor – faktor dan gejala atau tanda – tanda yang menyebabkan seseorang menjadi homoseksual.
4.    Hukum Islam mengenai operasi mengubah alat kelamin.
5.    Tanggapan MUI dan Uskup terhadap operasi mengubah alat kelamin.
6.    Hukum Indonesia melihat kasus pengesahan status WNI yang ganti kelamin.

D.  Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna untuk mengetahui pandangan islam mengenai operasi mengubah alat kelamin, dan masyarakat khususnya kaum muslim agar lebih bisa membedakan antara mana yang haram dan mana yang halal. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.    Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang operasi mengubah alat kelamin;
2.    Pembaca/dosen, sebagai media informasi tentang operasi mengubah alat kelamin.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pembahasan
Pada dasarnya Allah menciptakan manusia ini dalam dua jenis saja, yaitu laki-laki dan perempuan, sebagaimana firman Allah swt:
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ  وَالْأُنثَى
“Dan Dia (Allah) menciptakan dua pasang dari dua jenis laki-laki dan perempuan.“ (Qs An Najm : 45)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى
“Wahai manusia Kami menciptakan kamu yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.“ (Qs Al Hujurat : 13)
Kedua ayat di atas, dan ayat-ayat lainnya menunjukkan bahwa manusia di dunia ini hanya terdiri dari dua jenis saja, laki-laki dan perempuan, dan tidak ada jenis lainnya.
Tetapi di dalam kenyataannya, kita dapatkan seseorang tidak mempunyai status yang jelas, bukan laki-laki dan bukan perempuan.
Operasi ganti kelamin (taghyir al-jins) adalah operasi pembedahan untuk mengubah jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. Pengubahan jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan dilakukan dengan memotong penis dan testis, kemudian membentuk kelamin perempuan (vagina) dan membesarkan payudara. Sedang pengubahan jenis kelamin perempuan menjadi laki-laki dilakukan dengan memotong payudara, menutup saluran kelamin perempuan, dan menanamkan organ genital laki-laki (penis). Operasi ini juga disertai pula dengan terapi psikologis dan terapi hormonal.
Transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) – III, penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi beberapa subtipe meliputi transseksual, a-seksual, homoseksual, dan heteroseksual.
Al Khuntsa, dari kata khanitsa yang secara bahasa berarti lemah dan lembut. Maka dikatakan: Khannatsa Ar Rajulu Kalamahu, yaitu: laki-laki yang cara bicaranya seperti perempuan, yaitu lembut dan halus.  (al Fayumi, al-Misbah al Munir - Kairo, Daar al Hadist, 2003,- hlm : 112)
Al-Khuntsa secara istilah adalah seseorang yang mempunyai dua kelamin; kelamin laki-laki dan kelamin perempuan, atau orang yang tidak mempunyai salah satu dari dua alat vital tersebut, tetapi ada lubang untuk keluar air kencing. (al Mawardi, al Hawi al Kabir : 8/ 168 , Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al Islami wa Adilatuhu: 8 / 426).
Adapun waria atau dalam bahasa Arabnya disebut al Mukhannats adalah laki-laki yang menyerupai perempuan dalam kelembutan, cara bicara, melihat, dan gerakannya. Dalam kamus Wikipedia disebutkan bahwa waria (portmanteau dari wanita-pria) atau wadam (dari hawa-adam) adalah laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupannya sehari-hari.
Waria ini terbagi menjadi dua:
1.    Orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut sejak dilahirkan, maka tidak ada dosa baginya, karena sifat-sifat tersebut bukan atas kehendaknya, tetapi dia harus berusaha untuk menyesuaikan diri.
2.    Orang yang sebenarnya laki-laki, tetapi sengaja menyerupai sifat-sifat wanita. Orang seperti ini termasuk dalam katagori yang dilaknat oleh Allah swt dan Rasulullah saw di dalam beberapa hadistnya.
Dari keterangan di atas, bisa dinyatakan bahwa waria bukanlah khuntsa. Karena waria statusnya sudah jelas, yaitu laki-laki, sedang khuntsa statusnya masih belum jelas.
Khuntsa ada dua macam:
1.    Khuntsa Ghoiru Musykil (khuntsa yang mudah ditentukan statusnya)
2.    Khuntsa Musykil (khuntsa yang sulit ditentukan statusnya)
Untuk menetapkan Khuntsa Ghoru Musykil, para ulama telah menjelaskan cara-caranya, walaupun hal itu belum menjadi kesepakatan ulama. Paling tidak bisa menjadi pedoman awal di dalam menentukan status seorang khuntsa, di antara cara-cara tersebut adalah:
1.    Melihat cara keluar air kencingnya.
Bila air kencingnya keluar lewat penis, berarti waria tersebut dihukumi sebagi laki-laki. Sebaliknya jika air kencingnya keluar dari vagina, maka dia dihukumi sebagai perempuan. Bagaimana jika air kencingnya keluar dari keduanya? Bila air kencing tersebut keluar dari kedua alatnya, maka ditentukan dengan yang terlebih dahulu keluar. Jika yang keluar terlebih dahulu dari penis, maka dihukumi laki-laki, begitu juga sebaliknya. Jika keluar air kencingnya bersamaan, maka dilihat mana yang lebih lama keluarnya. Jika keluar dari kedua alat kelamin secara bersamaan dan selesainya juga secara bersamaan, maka khuntsa tersebut dihukumi khuntsa musykil.
2.    Melihat cara keluarnya sperma atau air mani.
Bila sperma khuntsa keluar dari alat kelamin lelaki, berarti status hukumnya lelaki dan bila keluar dari vagina berarti statusnya perempuan. Jika keluarnya berubah-ubah, kadang dari alat kelamin laki-laki dan kadang-kadang dari alat kelamin perempuan, maka dikatagorikan sebagai khuntsa musykil.
3.    Keluarnya darah haidh.
Bila seorang khuntsa mengeluarkan darah haidh dari kemaluannya, maka dikatagorikan perempuan, karena laki-laki tidak akan keluar darah haidh dari kemaluanya. Jika ia mengeluarkan darah haidh dari vagina, tetapi dia mengeluarkan kencing dari alat kelamin laki-laki, maka dalam hal ini dikatagorikan sebagai khuntsa musykil.
4.    Kehamilan dan melahirkan.
Bila seorang khuntsa hamil dan melahirkan, maka dihukumi sebagai perempuan.
5.    Pertumbuhan organ tubuh.
Bila waria tersebut ia berkumis atau berjenggot, serta mempunyai kecenderungan untuk mendekati perempuan dan mempunyai raca cinta kepada mereka, maka waria tersebut dihukumi sebagai laki-laki. Sebaliknya jika payudaranya tumbuh dan montok, dan mempunyai kecenderungan dan rasa cinta kepada laki-laki, maka dia ditetapkan sebagai perempuan. (Ibnu al Hammam, Fathu al Qadir : 10/515-516, al Mawardi, al Hawi al Kabir : 8/ 168)
Dari keterangan di atas, kita mengetahui bahwa Islam pada dasarnya tidak membiarkan seorang khuntsa begitu saja tanpa status, sehingga diambil langkah-langkah untuk menentukan jenis kelaminnya melalui cara-cara di atas. Jika para ulama dan ahli sudah menentukan seorang khuntsa, baik sebagai laki-laki maupun sebagai perempaun, maka status tersebut berlaku baginya untuk mendapatkan hak-haknya, sekaligus dia mempunyai kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana orang laki-laki atau perempuan yang lainnya.
Khuntsa Musykil (khuntsa yang sulit ditentukan statusnya), yaitu seseorang yang ditakdirkan Allah mempunyai fisik yang mendua atau memiliki dua jenis alat kelamin; laki-laki dan perempuan, dan kedua-duanya sama-sama dominan, tidak bisa dibedakan lagi mana yang lebih berpengaruh terhadap kepribadiannya.
Untuk Khuntsa Musykil seperti ini, para ulama pun masih berbeda pendapat akan statusnya, terutama di dalam menentukan jatah warisan, cara menikah, dan lain sebagainya.
Faktor – faktor yang menyebabkan seseorang menjadi homoseksual:
Menurut Prof.Dr.Dadang Hawari, prilaku homoseksual ini tidak hanya diakibatkan oleh faktor natural semata seperti kelebihan hormon, namun juga merupakan problema psikologis (kejiwaan), sebagai akibat dari interaksi dan komunikasi bebas serta hilangnya pembatas moral antar lawan jenis. Menurutnya, prilaku homoseksual diakibatkan oleh salah satu dari dua kemungkinan, pertama karena trauma masa lalu, misalnya ia pernah jadi korban sodomi sehingga ia ingin membalas dendam kepada orang lain atas apa yang terjadi padanya. Karena itulah, ia sering dipandang sebagai ‘penyakit menular’. Kedua, pengaruh budaya dan komunikasi yang bebas. Fenomena ini lebih sering terjadi di kalangan selebritis. Misalnya, para artis, pada saat ada even peragaan, shooting film dan teater, harus berganti busana dalam waktu yang singkat karena kejar waktu, meski harus ‘telanjang’ dihadapan lawan jenisnya. Intensitas kontak indra yang tak nya sering, mereka menjadi bosan dengan pemandangan ini dan mencari ’sensasi’ baru dengan melepaskan kecenderungan biologisnya kepada sesama jenis yang mengalami hal serupa.
Homoseksualitas juga bisa timbul akibat pola pergaulan yang bebas dalam keluarga antara anak laki dan perempuan dalam kamar maupun dalam berbusana, juga perlakuan orang tua yang salah terhadap anak, misalnya ayah yang menginginkan anak laki namun memperlakukan dan mendidik anak perempuan seperti anak laki.
Selain faktor keluarga, media yang hanya berorientasi pada laba dan mengabaikan norma agama dan moral, cenderung menjadi salah satu biang kegenitan kaum pria, mulai dari bumbu-bumbu lawakan yang menonjolkan banci sampai penayangan kontes Miss Waria seraya menyelipkan pesan bahwa homoseksualitas sebagai fakta yang harus diterima sebagai bagian dari penghargaan terhadap HAM.
Kecenderungan seksual sejenis terjadi pada masa nabi Luth a.s di kota Sodum (asal muasal dari kata sodomi). Kaum Luth lebih menyukai hubungan seksual sesama jenis. Saking bejatnya ketika Allah swt mengutus kepada mereka seorang Rasul yang bermaksud memperbaiki kondisi rusak ini seperti nabi Luth dianggap sebagai orang yang sok suci dan mereka menantangnya untuk mendatangkan adzab dari sang Maha Pencipta. Kemudian Allah Swt menurunkan azabnya berupa goncangan bumi dan hujan batu-batuan. Akhirnya mereka semuanya mati kecuali pengikut setia ajaran nabi Luth. Fakta penyimpangan seperti ini belum pernah ada sepanjang jaman sebelum masa nabi Luth, sebagaimana yang tersurat dalam Al-Qur’an : “Dan Luth ketika ia berkata kepada kaumnya sungguh kalian benar-benar telah mendatangkan kekejian yang tidak ada sebelum kalian satu kaum pun yang melakukannya di alam ini” (al-Qashash :28).
Gejala atau tanda – tanda yang menyebabkan seseorang menjadi homoseksual:
Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut juga sebagai gejala transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) – III, penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi beberapa subtipe meliputi transseksual, a-seksual, homoseksual, dan heteroseksual.
Tanda-tanda transseksual yang bisa dilacak melalui DSM, antara lain: perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya; berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain; mengalami guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun dan bukan hanya ketika dating stress; adanya penampilan fisik interseks atau genetik yang tidak normal; dan dapat ditemukannya kelainan mental semisal schizophrenia yaitu menurut J.P. Chaplin dalam Dictionary of Psychology (1981) semacam reaksi psikotis dicirikan di antaranya dengan gejala pengurungan diri, gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta tingkah laku negativisme.
Adapun hukum operasi kelamin dalam syariat Islam harus diperinci persoalan dan latar belakangnya. Dalam dunia kedokteran modern dikenal tiga bentuk operasi kelamin yaitu:
1.    Operasi penggantian jenis kelamin, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal.
Masalah seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya yaitu penis (dzakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. Ketetapan haram ini sesuai dengan keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II tahun 1980 tentang Operasi Perubahan/ Penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini sekalipun diubah jenis kelamin yang semula normal kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah.
Para ulama fiqih mendasarkan ketetapan hukum tersebut pada dalil-dalil yaitu:
a.    Firman Allah Swt dalam surat Al-Hujurat ayat 13 yang menurut kitab Tafsir Ath-Thabari mengajarkan prinsip equality (keadilan) bagi segenap manusia di hadapan Allah dan hukum yang masing-masing telah ditentukan jenis kelaminnya dan ketentuan Allah ini tidak boleh diubah dan seseorang harus menjalani hidupnya sesuai kodratnya;
b.    firman Allah Swt dalam surat an-Nisa’ ayat 119. Menurut kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Ath-Thabari, Al-Shawi, Al-Khazin (I/405), Al-Baidhawi (II/117), Zubat al-Tafsir (hal.123) dan al-Qurthubi (III/1963) disebutkan beberapa perbuatan manusia yang diharamkan karena termasuk “mengubah ciptaan Tuhan” sebagaimana dimaksud ayat di atas yaitu seperti mengebiri manusia, homoseksual, lesbian, menyambung rambut dengan sopak, pangur dan sanggul, membuat tato, mengerok bulu alis dan takhannus (seorang pria berpakaian dan bertingkah laku seperti wanita layaknya waria dan sebaliknya);
c.    Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk para tukang tato, yang meminta ditato, yang menghilangkan alis, dan orang-orang yang memotong (pangur) giginya, yang semuanya itu untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.” (HR. Al-Bukhari);
d.   Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad). Oleh karena itu kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi kesehatan mental yang penanganannya bukan dengan merubah ciptaan Allah melainkan melalui pendekatan spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological therapy).
Hukum operasi ganti kelamin adalah haram, berdasarkan dalil Al-Qur`an dan As-Sunnah. (M. Mukhtar Syinqithi, Ahkam Al-Jirahah Al-Thibbiyah, hal. 199; Fahad Abdullah Hazmi, Al-Wajiz fi Ahkam Al-Jirahah Al-Thibbiyyah, hal. 12; Walid bin Rasyid Sa’idan, Al-Ifadah al-Syar’iyah fi Ba’dh Al-Masail al-Thibbiyyah, hal. 128).
Dalil Al-Qur`an firman Allah SWT (artinya) : “Dan aku (syaithan) akan menyuruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu mereka benar-benar mengubahnya”. (QS An-Nisaa` [4] : 119). Ayat ini menunjukkan upaya syaitan mengajak manusia untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat. Di antaranya mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah). Operasi ganti kelamin termasuk mengubah ciptaan Allah, karena dalam operasi ini terdapat tindakan memotong penis, testis, dan payudara. Maka operasi ganti kelamin hukumnya haram.
Dalil hadis adalah riwayat Ibnu Abbas RA bahwa,”Rasulullah SAW telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan melaknat wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR Bukhari). Hadis ini mengharamkan perbuatan laki-laki menyerupai wanita atau perbuatan wanita menyerupai laki-laki. Maka, operasi ganti kelamin haram hukummya, karena menjadi perantaraan (wasilah) bagi laki-laki atau perempuan yang dioperasi untuk menyerupai lawan jenisnya. Kaidah fiqih menyebutkan,“Al-Wasilah ila al-haram muharromah.” (Segala perantaraan menuju yang haram hukumnya haram juga). (Fahad Abdullah Al Hazmi, Taqrib Fiqih Al-Thabib, hal. 74; M. Utsman Syabir, Ahkam Jirahah At-Tajmil, hal. 19).
Operasi ganti kelamin juga merupakan dosa besar (kaba`ir), sebab salah satu kriteria dosa besar adalah adanya laknat (kutukan) dari Allah dan Rasul-Nya. (Imam Dzahabi, Al-Kaba`ir, hal. 5; Imam Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Juz V/120; Ibnu Taimiyah, Majmu’ Al-Fatawa, Juz 11/650).
Yang berdosa bukan hanya orang yang dioperasi, tapi juga semua pihak yang terlibat di dalam operasi itu, baik langsung atau tidak, seperti dokter, para medis, psikiater, atau ahli hukum yang mengesahkan operasi tersebut. Semuanya turut berdosa dan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah pada Hari Kiamat kelak, karena mereka telah bertolong menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah SWT berfirman (artinya) : “Dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS Al-Maa`idah [5] : 2).
Pada dasarnya, Allah swt telah menciptakan manusia ini dalam bentuk yang sebaik-baiknya, sebagaimana firman Allah swt:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.“  (Qs At Tin : 4)
Penciptaan manusia dalam bentuk yang baik tersebut merupakan penghormatan kepada manusia, sebagaimana firman Allah swt:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
Sesungguhnya telah Kami muliakan keturunan Adam dan Kami bawa mereka di daratan dan di lautan.“ (Qs Al Isra’ : 70)
Oleh karenanya, kita sebagai hamba Allah dilarang untuk mengubah ciptaan-Nya yang sudah sempurna. Larangan ini tersebut di dalam firman Allah swt ketika menceritakan perkataan syetan:
وَلأُضِلَّنَّهُمْ وَلأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأَنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّهِ وَمَن يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِّن دُونِ اللّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبِينًا
“(Syetan berkata): Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong-motong telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barang siapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata “ (Qs An Nisa’ : 119)
Dari ayat di atas, kita mengetahui bahwa awal tindakan mengubah ciptaan Allah swt berasal dari bisikan syetan.
Rasulullah saw sendiri bersabda:
“Rasulullah telah melaknat orang-orang laki-laki yang meniru-niru (menyerupai) perempuan dan perempuan yang meniru-niru (menyerupai) laki-laki.“ (HR Bukhari)
Berkata Imam Qurtubi: “ Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ahli fikih dari Hijaz dan ahli fikih dari Kufah bahwa mengebiri keturunan Adam hukumnya haram dan tidak boleh, karena termasuk dalam katagori menyiksa.“ (Tafsir Qurtubi : 5 / 391)
Kalau mengebiri saja tidak boleh, yaitu perbuatan untuk memandulkan alat kelamin, apalagi mengubah dan menggantikannya, tentunya sangat diharamkan.
Waria yang disebabkan adanya perbedaan keadaan psikis dan fisik seseorang, seperti ketidaknormalan sistem tubuh atau terjadi percampuran hormon laki-laki dan perempuan, yang berakibat munculnya perasaan dalam dirinya yang berbeda dengan fisik tubuhnya. Maka dalam hal ini para ulama berbeda pendapat:
Pendapat pertama: bahwa operasi ganti kelamin untuk orang yang keadaannya seperti ini tetap tidak boleh. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dasarnya adalah ayat-ayat al Qur’an dan hadist-hadits yang telah disebutkan di atas.
Pendapat kedua: bahwa operasi ganti kelamin untuk orang yang keadaanya seperti ini, dibolehkan. Ini adalah pendapat sebagian kecil ulama kontemporer.
Di antara dalil dari pendapat ini adalah sebagai berikut:
a.    Menurut kesaksian mayoritas dokter bahwa memang benar adanya orang yang mempunyai penyakit seperti ini, mereka menyebutnya dengan transeksual, yaitu terpisahnya antara bentuk fisik dengan psikis, yaitu bentuk fisiknya adalah laki-laki umpamanya, tetapi perasaannya bahwa dia bukanlah laki-laki. Penyakit ini menyebabkan orang tersiksa dalam hidupnya, sehingga kadang-kadang diakhiri dengan bunuh diri.  Pengobatan secara kejiwaan sudah dilakukan berkali-kali oleh para dokter, tetapi tetap saja gagal. Maka tidak ada jalan lain kecuali operasi ganti kelamin.
b.    Keadaan seperti ini bisa dikatagorikan darurat. Karena tanpa operasi tersebut seseorang tidak akan bisa hidup tenang dan wajar sebagaimana yang lain, hidupnya akan dirundung kegelisahan demi kegelisahan, dan tidak sedikit yang diakhiri dengan tindakan bunuh diri.
c.    Kalau kita perhatikan bahwa yang menyebabkan diharamkannya operasi ganti kelamin secara umum atau dalam keadaan normal adalah karena dua alasan :
Alasan pertama: bahwa hal tersebut termasuk mengubah ciptaan Allah swt, sebagaimana yang tersebut dalam Qs An Nisa’ : 119 di atas.
Ketika menafsirkan ayat di atas, Ibnu Abbas, Anas, Ikrimah, dan Abu Sholeh bahwa yang dimaksud mengubah ciptaan Allah adalah mengebiri, mencongkel mata, serta memotong telinga. Sedangkan Imam Qurtubi di dalam tafsirnya dengan menukil perkataan Qhadhi ‘Iyadh bahwa seseorang yang mempunyai jari-jari tangan lebih dari lima atau daging tambahan di dalam tubuhnya, maka tidak boleh dipotongnya, karena termasuk dalam katagori mengubah ciptaan Allah, kecuali kalau jari-jari tangan atau daging tambahan tersebut terasa sakit, nyeri dan menyebabkannya menjadi menderita, maka dalam keadaan seperti ini, diperbolehkan untuk memotongnya. (Tafsir Qurtubi : 5/252)
Perkataan Qadhi ‘Iyadh yang dinukil oleh Imam Qurtubi di atas menjelaskan dengan gamblang bahwa sesuatu tambahan dalam tubuh yang berupa daging atau yang lain dan menyebabkan sakit si penderita, maka diperbolehkan untuk menghilangkannya, dan hal ini dimasukkan dalam katagori berobat, yang kadang harus mengubah ciptaan Allah swt. Karena sebenarnya yang dilarang dalam masalah ini adalah mengubah ciptaan Allah tanpa ada alasan syar’i atau hanya karena ingin memperindah anggota tubuh saja. Tetapi jika bertujuan untuk mengobati, maka dibolehkan.
Atas dasar keterangan di atas, maka operasi ganti kelamin yang dilakukan oleh orang yang mengidap penyakit transeksual pada jenis kedua ini, bisa dikatakan bahwa organ tubuhnya secara fisik yang ada sekarang adalah organ tambahan, karena tidak sesuai dengan kejiwaan dan perasaannya, sehingga jika diubah menjadi organ yang sama dengan kejiwaan dan perasaannya, maka termasuk dalam proses pengobatan dari rasa sakit yang dialaminya, dan memang tidak ditemukan obat selain operasi ganti kelamin.
Alasan kedua: bahwa operasi ganti kelamin termasuk dalam katagori menyerupai jenis lain yang dilarang oleh Rasulullah saw. Tetapi para ulama telah menjelaskan bahwa yang dilarang dalam masalah ini adalah menyerupai jenis di dalam berpakaian, berhias, bertutur kata dan cara berjalan. Hal ini disimpulkan dari dalil–dalil lain. Oleh karenanya, Imam Nawawi menyatakan bahwa waria yang ada semenjak lahir, tidak termasuk dalam katagori yang dilarang oleh Rasulullah saw, karena mereka tidak bisa meninggalkan gaya-gaya tersebut yang dibawanya dari lahir, walaupun sudah diobati berkali-kali, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari.
Demikianlah beberapa dalil yang diungkapkan oleh kelompok kedua yang membolehkan bagi seseorang yang terkena penyakit transeksual jenis kedua dan tidak bisa diobati lagi secara psikis, maka dibolehkan untuk melakukan operasi ganti kelamin, dan ini termasuk keadaan darurat.
Yang perlu diperhatikan dalam hal ini, supaya tidak terjadi salah paham, bahwa yang dibolehkan adalah orang-orang yang benar-benar punya penyakit seperti ini, tentunya harus direkomendasikan oleh dokter-dokter yang ahli, jujur, dan amanah. Begitu juga setelah melalui rekomendasi para ulama yang diakui amanah dan otorits keilmuaannya.
Hukum tersebut tidak berlaku bagi orang yang melakukan operasi ganti kelamin, hanya karena sekedar iseng, atau hanya sekedar “merasa” dirinya lebih cocok menjadi orang berjenis kelamin yang berbeda dengan keadaannya sekarang,  padahal penyakitnya tersebut belum diteliti dan belum ada usaha-usaha yang sungguh-sungguh untuk menyembuhkannya.


2.    Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti zakar (penis) atau vagina yang tidak berlubang atau tidak sempurna.
Operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan bukan penggantian jenis kelamin menurut para ulama diperbolehkan secara hukum syariat.  Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan mani baik penis maupun vagina, maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati.
Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi bagian dalam kelamin orang yang mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda, juga merupakan keputusan Nahdhatul Ulama PW Jawa Timur pada seminar “Tinjauan Syariat Islam tentang Operasi Ganti Kelamin” pada tanggal 26-28 Desember 1989 di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo Jawa Timur.
Para ulama seperti Hasanain Muhammad Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam bukunya Shafwatul Bayan (1987:131) memberikan argumentasi hal tersebut bahwa orang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal bisa mengalami kelainan psikis dan sosial sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan diri menjadi waria atau melakukan homoseks dan lesbianisme. Semua perbuatan ini dikutuk oleh Islam berdasarkan hadits Nabi saw.: “Allah dan rasulnya mengutuk kaum homoseksual” (HR.al-Bukhari) Guna menghindari hal ini, operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan berdasarkan prinsip “Mashalih Mursalah” karena kaidah fiqih menyatakan “Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya harus dihilangkan) yang menurut Imam Asy-Syathibi menghindari dan menghilangkan bahaya termasuk suatu kemaslahatan yang dianjurkan syariat Islam. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi saw.: “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu penyakit ketuaan.” (HR. Ahmad)
Adapun operasi penyempurnaan kelamin (takmil al-jins) hukumnya boleh. Hal ini berlaku bagi orang yang memiliki alat kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan vagina sekaligus. Operasi ini hukumnya mubah, berdasarkan keumuman dalil yang menganjurkan berobat (al-tadawiy). Nabi SAW bersabda,“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah menurunkan pula obatnya.” (HR Bukhari, no.5246).
Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti penis atau vagina yang tidak berlubang. Operasi seperti ini dibolehkan, karena termasuk dalam katagori pengobatan. Karena pada dasarnya manusia itu ciptaannya sempurna, maka jika didapati beberapa bagian anggota tubuhnya tidak normal atau tidak berfungsi, seperti vagina yang tidak berlubang, atau penis yang tidak berlubang sehingga tidak bisa buang air kecil, maka dibolehkan baginya untuk melakukan operasi perbaikan kelamin, dengan tujuan agar salah satu organ tubuhnya tersebut berfungsi sebagaimana yang lain. Rasulullah saw bersabda :
“Wahai hamba-hamba Allah berobatlah, karena Allah menjadikan setiap penyakit itu ada obatnya.“
Jadi operasi kelamin yang cacat sejak kecil atau karena suatu kecelakaan termasuk dalam katagori berobat dan bukan dalam katagori mengubah ciptaan Allah swt.
3.    Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin (penis dan vagina).
Apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan juga vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk ‘mematikan’ dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya. Misalnya, jika seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam tubuh dan kelaminnya memiliki rahim dan ovarium yang menjadi ciri khas dan spesifikasi utama jenis kelamin wanita, maka ia boleh mengoperasi penisnya untuk memfungsikan vaginanya dan dengan demikian mempertegas identitasnya sebagai wanita. Hal ini dianjurkan syariat karena keberadaan penis (dzakar) yang berbeda dengan keadaan bagian dalamnya bisa mengganggu dan merugikan dirinya sendiri baik dari segi hukum agama karena hak dan kewajibannya sulit ditentukan apakah dikategorikan perempuan atau laki-laki maupun dari segi kehidupan sosialnya. Untuk menghilangkan mudharat (bahaya) dan mafsadat (kerusakan) tersebut, menurut Makhluf dan Syalthut, syariat Islam membolehkan dan bahkan menganjurkan untuk membuang penis yang berlawanan dengan dalam alat kelaminnya. Oleh sebab itu, operasi kelamin yang dilakukan dalam hal ini harus sejalan dengan bagian dalam alat kelaminnya. Apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalamnya ada rahim dan ovarium, maka ia tidak boleh menutup lubang vaginanya untuk memfungsikan penisnya. Demikian pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam kelaminnya sesuai dengan fungsi penis, maka ia boleh mengoperasi dan menutup lubang vaginanya sehingga penisnya berfungsi sempurna dan identitasnya sebagai laki-laki menjadi jelas. Ia dilarang membuang penisnya agar memiliki vagina sebagai wanita, sedangkan di bagian dalam kelaminnya tidak terdapat rahim dan ovarium. Hal ini dilarang karena operasi kelamin yang berbeda dengan kondisi bagian dalam kelaminnya berarti melakukan pelanggaran syariat dengan mengubah ciptaan Allah SWT; dan ini bertentangan dengan firman Allah bahwa tidak ada perubahan pada fitrah Allah (QS.Ar-Rum:30).

Peranan dokter dan para medis dalam operasi penggantian kelamin ini dalam status hukumnya sesuai dengan kondisi alat kelamin yang dioperasinya. Jika haram maka ia ikut berdosa karena termasuk bertolong-menolong dalam dosa dan bila yang dioperasi kelaminnya adalah sesuai syariat Islam dan bahkan dianjurkan maka ia mendapat pahala dan terpuji karena termasuk anjuran bekerja sama dalam ketakwaan dan kebajikan.(QS.Al-Maidah:2)
Adapun konsekuensi hukum penggantian kelamin adalah sebagai berikut:
Apabila penggantian kelamin dilakukan oleh seseorang dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengubah-ubah ciptaan Allah), maka identitasnya sama dengan sebelum operasi dan tidak berubah dari segi hukum. Menurut Mahmud Syaltut, dari segi waris seorang wanita yang melakukan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak akan menerima bagian warisan pria (dua kali bagian wanita) demikian juga sebaliknya.
Sementara operasi kelamin yang dilakukan pada seorang yang mengalami kelainan kelamin (misalnya berkelamin ganda) dengan tujuan tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan sesuai dengan hukum akan membuat identitas dan status hukum orang tersebut menjadi jelas. Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu bahwa jika selama ini penentuan hukum waris bagi orang yang berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas indikasi atau kecenderungan sifat dan tingkah lakunya, maka setelah perbaikan kelamin menjadi pria atau wanita, hak waris dan status hukumnya menjadi lebih tegas. Dan menurutnya perbaikan dan penyempurnaan alat kelamin bagi khuntsa musykil sangat dianjurkan demi kejelasan status hukumnya.
Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki 2 (dua) jenis kelamin yaitu penis dan vagina.
Orang yang mempunyai kelamin ganda dalam dunia medis disebut “ ambiguous genitalia”  yang artinya alat kelamin meragukan. Orang tersebut tidak menderita penyakit “transeksual”, tetapi lebih cenderung kepada interseksual, yaitu suatu kelainan, di mana penderita memiliki ciri-ciri genetik, anatomik atau fisiologik meragukan antara pria dan wanita. Gejalanya sangat bervariasi, mungkin saja tampilan luarnya adalah laki-laki normal atau wanita normal, tetapi alat kelaminnya yang masih meragukan apakah dia laki-laki atau perempuan. Penderita seperti ini memang benar-benar sakit secara fisik, yang kemudian mempengaruhi kondisi psikologisnya.
Maka, operasi pada orang yang mempunyai kelamin ganda seperti ini  dibolehkan, tentunya setelah ada kejelasaan statusnya, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara-cara yang telah diterangkan di atas dan dikuatkan dengan pernyataan para dokter ahli dan amanah. Biasanya operasi dilakukan ketika anak tersebut masih bayi dan belum beranjak dewasa, jika sudah dewasa tentunya akan lebih susah lagi, karena mungkin itu akibat salah pola asuh dan pola interaksi dari lingkungan sekitar.
Karena kalau seseorang dibiarkan dalam status yang tidak jelas, maka sungguh kasihan hidupnya, dan masyarakat pun kesulitan untuk berinteraksi dengannya karena statusnya yang belum jelas, apakah dia itu laki-laki atau perempuan. Oleh karenanya operasi untuk membuang salah satu dari dua jenis kelamin dibolehkan, karena akan membawa kemaslahatan bagi yang bersangkutan dan kemaslahatan bagi masyarakat yang ia hidup  di dalamnya.
Tanggapan MUI mengenai ganti kelamin (MUI: Ganti Kelamin Tetap Haram)
Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI KH Ali Musthofa Ya’kub menegaskan, mengganti jenis kelamin haram hukumnya. Dalam agama Islam, jenis kelamin hanya ada dua: laki-laki dan perempuan.
“Seseorang dikatakan laki-laki atau perempuan ditentukan hanya berdasarkan jenis kelamin, bukan dilihat dari fisiknya maupun psikologi, bukan pula dari penampilan dan sebagainya,” kata Ali.
"Operasi kelamin diperbolehkan dalam Islam sepanjang untuk melakukan penyempurnaan. Misalnya ada orang yang berkelamin ganda, tapi dari dua alat kelamin tersebut yang berfungsi alat kelamin laki-laki, maka dia tetap sebagai laki-laki. “Nah,kalau orang yang seperti ini ingin menyempurnakan sifat ‘kelaki-lakiannya’, maka boleh dalam agama Islam.
Begitu juga sebaliknya,” katanya Jika ada orang yang terlahir lakilaki dengan memiliki alat kelamin laki-laki kemudian ingin diganti menjadi alat kelamin perempuan, itu hukumnya haram. “Kalau memang dia terlahir sebagai laki-laki dan alat kelamin yang berfungsi kelamin laki – laki, maka hukumnya haram untuk melakukan operasi,” lanjut Ali.
Ali kemudian mengungkapkan bahwa kasus seperti ini bukan lagi kasus yang baru, mengingat pernah terjadi pada 1970-an.“Tahun 1970-an pernah ada di Jakarta. Saat ini hakim mengabulkan pergantian status kelamin dari laki-laki menjadi perempuan. Awalnya namanya Vivian Rubianto kemudian diubah menjadi Vivian Rubianti. Jadi ini bukan hal baru,” katanya.
Tanggapan Uskup mengenai ganti kelamin (Uskup: Soal Pergantian Kelamin Jangan Dipermasalahkan Lagi)
Uskup Agung Yulius Kardinal D meminta agar kasus penggantian kelamin tidak dipermasalahkan lagi.
Hal ini diungkapkan Yulius seusai memimpim misa Natal di Gereja Katedral, Gambir, Jakarta, Jumat (25/12/2009).“Kepada mereka itu tidak perlu dipermasalahkan, mereka diciptakan asal usulnya kelamin itu perlu diselidiki. Kasus harus diselidiki dengan cermat,” kata Yulius.
Dalam kasus ini, lanjut Yulius, pasti menimbulkan dukungan pro dan kontra di masyarakat.
“Masalahnya adalah masalah kemanusiaan. Bagaimana orang ada yang pro dan kontra. Yang pro bahwa itu bukan ganti kelamin, kelamin seperti yang sudah disempurnakan, yang tidak setuju penggantian kelaminnya,” tuturnya.
“Ini kasus yang ada di batas pemikiran, baik pria atau wanita. Sebagai manusia, kita harap kisah Natal juga bisa berbuat baik kepada mereka,” tambahnya.
Hukum Indonesia Melihat Kasus Pengesahan Status WNI yang Ganti Kelamin:
Tindakan melakukan operasi ganti kelamin yang dilakukan tenaga medis (dokter) jelas bertentangan dengan Kode Etik Kedokteran dan hukum agama. Kode etik kedokteran yang ada saat ini tidak bertentangan dengan hukum agama, mengingat Kode Etik Kedokteran ini tunduk pada nilai-nilai moral dan hukum yang berlaku. Harusnya dokter tahu soal kode etik ini. Dalam Islam, mengganti jenis kelamin haram hukumnya. Jenis kelamin hanya ada dua: laki-laki dan perempuan. Seseorang dikatakan laki-laki atau perempuan ditentukan hanya berdasarkan jenis kelamin, bukan dilihat dari fisiknya maupun psikologi, bukan pula dari penampilan dan sebagainya. Ganti kelamin diperbolehkan dalam Islam sepanjang untuk melakukan penyempurnaan. Misalnya ada orang yang berkelamin ganda, tapi dari dua alat kelamin tersebut yang berfungsi alat kelamin laki-laki, maka dia tetap sebagai laki-laki. Jika orang yang seperti ini ingin menyempurnakan sifat 'kelakilakiannya', maka diperbolehkan dalam agama Islam. Begitu juga sebaliknya. Jika ada orang yang terlahir laki-laki dengan memiliki alat kelamin laki-laki kemudian ingin diganti menjadi alat kelamin perempuan, itu hukumnya haram.
Celakanya, Hukum Ganti Kelamin Tidak Diatur Oleh IDI. Di lain pihak, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meyakini keputusan yang diambil RSU Dr Soetomo Surabaya melakukan operasi ganti kelamin tidak melanggar etika kedokteran.
Ketua MKEK IDI Agus Purwadianto menandaskan, pihak rumah sakit sebelum melakukan operasi sudah pasti melakukan proses assessment (penilaian) panjang dengan melibatkan beberapa dokter dan ahli kejiwaan.
“Yang tidak boleh adalah kalau ada pasien yang minta ganti kelamin lalu dokter langsung melaksanakan tanpa melakukan assessment dulu,” katanya.
Dalam etika kedokteran, aturan boleh dan tidaknya berganti kelamin tidak disebutkan secara spesifik dan dalam aturan tertulis. Namun, teori etika kedokteran tidak hanya didasarkan pada perbuatan, tapi juga akibat yang baik bagi orang bersangkutan atau diistilahkan teleologi. Artinya, operasi ganti kelamin diperkenankan jika akibatnya baik bagi yang bersangkutan.
Kalau sudah dikonfirmasi bahwa memang secara psikologis perasaan dia sebagai wanita dan orientasi seksualnya secara etis diyakini ‘berbeda’, lalu sudah dilakukan terapi ternyata tidak berhasil,maka berganti kelamin mungkin malah menolong.
Meski kasus ini bukan pertama dan sudah terjadi sejak 1970-an, operasi ganti kelamin akan terus menjadi kontroversi. Karena itu, untuk menjembatani persoalan tersebut, IDI harus menyusun etikolega. Kasus seperti ini sudah menyentuh ranah hukum, bukan lagi etika murni. Untuk keperluan ini harus dibentuk lagi aturan hukum yang berbasis etika.
Sebelumnya Prof Djohansjah Marzuki dari RSU Dr Soetomo menegaskan bahwa dirinya melakukan operasi ganti kelamin semata-mata untuk meringankan derita manusia yang merasa perasaannya tidak sesuai dengan badannya. Djohansjah yang mengaku baru akan mau melakukan operasi pergantian kelamin jika pasien mengalami kondisi tersebut. Jika tidak mengalami hal itu, dia akan tegas menolak.
Selain itu, dokter yang sukses mengoperasi Dorce Gamalama ini juga mendasari tindakannya pada indikasi dan kontraindikasi. ‘”Selama diperbolehkan dan tidak dilarang, dokter boleh melakukan suatu operasi,’’ tandasnya.
Komnasham: Berhak Berganti Kelamin. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak mempersoalkan berganti status jenis kelamin.
Bahkan, keputusan tersebut tidak boleh dihalang-halangi karena merupakan hak individu yang harus dihormati semua pihak.
“Dari segi HAM, ya tergantung individu, kalau yang bersangkutan sudah tidak nyaman jadi laki-laki dia boleh saja menggunakan haknya untuk berganti jenis kelamin,” ujar Komisioner Komnas Ham Nur Cholish saat berbincang di Jakarta, Jumat (25/12/2009).
Cholish kembali menegaskan, pilihan berganti jenis kelamin merupakan hak individual, karena yang menjalani hidup adalah pribadi yang bersangkutan. “Kita boleh berpendapat apa pun,” ujarnya.
Di Indonesia, sebagaimana yang dijelaskan oleh Prof. Dr. Sultana Mh Faradz telah diterbitkan Surat Keputusan Men Kes RI No. 191/MENKES/SK/III/1989 tentang penunjukan rumah sakit dan tim ahli sebagai tempat dan pelaksanaan operasi penyesuaian kelamin. Pada tanggal 12 juni 1989 telah dibentuk Tim Pelaksana Operasi Penggantian Kelamin yang terdiri dari ahli bedah urologi, bedah plastik, ahli penyakit kandungan dan ginekologi, anestesiologi, ahli endokrinologi anak dan dewasa (internist), ahli genetika, andrologi, psikiater, ahli patologi, ahli hukum, pemuka agama, dan petugas sosial medik.
Tetapi sejak tahun 2003 ada perubahan kebijakan bahwa Tim Penyesuaian Kelamin hanya boleh melakukan operasi penyesuaian kelamin untuk penderita interseksual --dan tidak pada penderita transeksual-- yang membutuhkan penentuan jenis kelamin, perbaikan alat genital, dan pengobatan.  Semua kasus yang datang akan didata, diperiksa laboratorium rutin, analisis kromosom dan DNA, pemeriksaan hormonal, dan test-test lain yang dianggap perlu seperti USG, foto ronsen, dan lain-lain.




BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A.  Simpulan
Berdasarkan uraian bab sebelumnya, penulis dapat mengemukakan simpulan sebagai berikut:
1.    Operasi penggantian jenis kelamin, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal dinyatakan haram;
2.    Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti zakar (penis) atau vagina yang tidak berlubang atau tidak sempurna dinyatakan diperbolehkan;
3.    Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin (penis dan vagina) dinyatakan diperbolehkan bahkan dianjurkan atau diwajibkan.
4.    Diantara ketentuan Allah yang manusia tidak bisa ikut campur didalamnya atau tidak memiliki pilihan adalah seperti wajahnya yang cantik atau buruk, tubuhnya yang tinggi atau pendek, kehidupan dan kematiannya dan termasuk besar atau kecilnya ukuran alat vital seseorang. Dan Allah swt didalam menentukan hal-hal yang demikian tentunya tidaklah lepas dari sifat-Nya yang Maha Adil dan Bijaksana. Allah swt meminta kepada manusia untuk menerima dan rela dengan ketentuan-Nya terhadap perkara-perkara yang demikian dan meyakini bahwa semua itu berjalan sesuai dengan ilmu dan kebijakan-Nya. didalam hal ini tidaklah ada ada dosa atau perhitungan (hisab) bagi manusia.
Firman Allah swt :
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
Artinya : “Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.”
(QS. Al Anbiya : 23)

B.  Saran
Sejalan dengan simpulan di atas, penulis merumuskan saran sebagai berikut:
1.      Kita sebagai manusia hendaknya mensyukuri anugrah dan nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT dan tidak boleh mengingkarinya.
2.      Kita sebagai manusia hendaknya tidak melawan takdir Allah SWT.
3.      Kita sebagai manusia hendaknya memiliki iman yang kuat sehingga kita tidak akan terpengaruh oleh lingkungan kita yang tidak baik.
4.      Kita sebagai manusia hendaknya selalu memikirkan baik buruknya atau halal haramnya setiap tindakan yang akan kita lakukan.




DAFTAR PUSTAKA

Budi.(05 Januari 2010).Operasi Ganti Kelamin.[online].tersedia: http://konsultasi.wordpress.com/2010/01/05/operasi-ganti-kelamin/ [15 Januari 2010]

An Najah, Ahmad Zain.(08 Januari 2010).Status Waria dan Hukum Operasi Kelamin.[online].tersedia:http://www.hidayatullah.com/konsultasi/fiqih/10332-status-waria-dan-hukum-operasi-kelamin.html [15 Januari 2010]

Arie.(11 Oktober 2009).Mengganti Alat Kelamin Pria.[online].tersedia: http://tanyasaja.detik.com/pertanyaan/29673-mengganti-alat-kelamin-pria [15 Januari 2010]

Suciati.(09 Januari 2010).Bukan Kelamin yang Harus Diganti.[online].tersedia: http://www.cybermq.com/berita/detail/islamic-world/3355/bukan-kelamin-yang-harus-diganti--moslem.html [15 Januari 2010]

Hasan.(19 Juli 2007).Homoseksualitas Kawin Sejenis atau Ganti Kelamin.[online].tersedia: http://muhsinlabib.wordpress.com/2007/07/19/homoseksualitas-kawin-sejenis-atau-ganti-kelamin/ [15 Januari 2010]

Dzar, Ibnu.(26 Desember 2009).Inilah Beda Ulama dan Uskup Menyikapi Operasi Ganti Kelamin.[online].tersedia:http://www.al-khilafah.co.cc/2009/12/inilah-beda-ulama-dan-uskup-menyikapi.html [15 Januari 2010]

Zulkarnain.(26 Desember 2009).Ubah Kelamin Haram.[online].tersedia: http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=76802:ubah-kelamin-haram&catid=77&Itemid=131 [15 Januari 2010]

Ayra.(11 Januari 2010).Hukum Indonesia Melihat Kasus Pengesahan Status WNI yang Mengganti Kelamin.[online].tersedia: http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20091229220443AA70N6p [15 Januari 2010]

Utomo, Setiawan Budi.(12 Agustus 2009).Fenomena Transgender dan Hukum Operasi Ganti Kelamin.[online].tersedia:http://www.dakwatuna.com/wap/index-wap2.php?p=3427 [15 Januari 2010]









Ma’ruf, Farid.(05 Januari 2010).Operasi Plastik dan Ganti Kelamin.[online].tersedia: http://www.scribd.com/doc/17067442/Operasi-Plastik-Dan-Ganti-Kelamin [15 Januari 2010]
Dani.(27 Desember 2009).Ganti Kelamin Haram.[online].tersedia: http://www.forumbebas.com/printthread.php?tid=99685 [15 Januari 2010]

Marzoeki, Djohansjah.(30 Desember 2009).Mengganti Kelamin Manusia Adalah Karya Seni Rupa.[online].tersedia: http://www.voa-islam.com/news/indonesia/2009/12/30/2302/profdrdjohansjahmengganti-kelamin-manusia-adalah-karya-seni-rupa/ [15 Januari 2010]

Gunawan, Deden.(31 Desember 20090.Urusan Tuhan, MUI Tak Mau Keluarkan Fatwa.[online].tersedia: http://www.detiknews.com/read/2009/12/31/172250/1269727/159/urusan-tuhan-mui-tak-mau-keluarkan-fatwa [15 Januari 2010]