Ruang
Lingkup
PANDANGAN ISLAM TERHADAP TEKNOLOGI
KESEHATAN / KEDOKTERAN MENGENAI OPERASI
MENGUBAH ALAT KELAMIN PADA WARIA
Makalah
Diajukan
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata
Kuliah Pendidikan Agama Islam
Disusun
Oleh :
Eka
Puspita Wulandari
NPM.0200090019
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RESPATI TASIKMALAYA
2010
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu “kebanggaan” umat Islam di akhir
zaman ini, mereka menemukan cukup banyak kesesuaian perkembangan ilmu
pengetahuan dengan perkembangan sains. Paling tidak, ada dua hal
yang “menyenangkan”. Pertama, ummat Islam lebih merasa pede bahwa
benarlah bahwa ayat-ayat yang dibukukan pada lembaran digital atau kertas itu
adalah kalam Ilahi dan mitra-mitra Allah memelihara Al Qur’an. Bagi yang
beriman, maka manfaat terbesarnya, tentulah bertambahlah “nilai”
keimanannya. Bagi yang tidak beriman, makin menyebalkan karena makin sulit berargumentasi
dengan para penafsir
fundamentalis itu.
Belakangan
ini semakin banyak fenomena waria yang berkeliaran di jalanan untuk mengamen
khususnya di dunia perkotaan, bahkan ada di antara mereka yang menodai atribut
muslimah dengan memakai kerudung segala. Selain itu ironisnya, di media
pertelevisian kita sepertinya justru ikut menyemarakkan dan mensosialisasikan
perilaku kebancian tersebut di berbagai program acara talkshow, parodi maupun
humor. Hal itu tentunya akan turut andil memberikan legitimasi dan figur yang
dapat ditiru masyarakat untuk mempermainkan jenis kelamin atau bahkan perubahan
orientasi dan kelainan seksual.
Sebagai contoh adalah kasus pada Dorce. Kasus yang kita lihat seperti Dorce yang mengubah alat kelaminnya
menjadi alat kelamin wanita, itu ditanggapi sebagai sesuatu hal yang wajar
karena Dorce sudah terlanjur enak dengan profesinya sebagai seorang wanita, dan
membawa rejeki yang banyak. Sebagian orang mengatakan itu melangkahi kodrat,
ada juga yang mengatakan itu melanggar aturan agama karena yang bersangkutan
mengubah ciptaan sang khalik. Tapi ada juga yang mengatakan itu tidak apa-apa
karena memang itu sudah kehendak yang di atas, makanya dengan mengubah alat
kelaminnya itu rejekinya jadi nomplok. Soalnya rejeki yang menentukan kan yang
punya alam ini.
Namun ada juga alasan yang menyebutkan bahwa mengganti kelamin
untuk menutupi rasa malu yang diyakini oleh orang – orang yang memiliki
kelainan seksual seperti homoseksual. Sebagian besar operasi mengganti alat
kelamin ini dilakukan oleh para homoseksual, dari alat kelamin pria menjadi
alat kelamin wanita. Atau adapun seorang homoseks yang telah mengganti alat
kelaminnya menyebutkan bahwa seorang laki-laki selalu menikah dan meninggalkan
ibunya, namun seorang perempuan selalu tinggal, perempuan selalu menjadi milik
keluarga dan tak pernah pergi. Dan sekarang dia tidak akan mengalami kesedihan
yang terjadi ketika seorang lelaki harus pergi. Dia selalu ingin menjadi anak
perempuan dan dia kira inilah hadiah yang diberikan Tuhan yang akhirnya dia
dapatkan.
Perilaku
homoseksual ini tidak hanya diakibatkan oleh faktor natural semata seperti
kelebihan hormon, namun juga merupakan problema psikologis (kejiwaan) sebagai
akibat dari interaksi dan komunikasi bebas serta hilangnya pembatas moral antar
lawan jenis. Menurutnya, prilaku homoseksual diakibatkan oleh salah satu dari
dua kemungkinan, pertama karena trauma masa lalu, misalnya ia pernah jadi
korban sodomi sehingga ia ingin membalas dendam kepada orang lain atas apa yang
terjadi padanya. Karena itulah, ia sering dipandang sebagai “penyakit menular”.
Kedua, pengaruh budaya dan komunikasi yang bebas. Fenomena ini lebih sering
terjadi di kalangan selebritis. Misalnya, para artis, pada saat ada even
peragaan, shooting film dan teater, harus berganti busana dalam waktu yang
singkat karena dikejar waktu, meski harus ‘telanjang’ dihadapan lawan jenisnya.
Intensitas kontak indra yang tak hanya sering, mereka menjadi bosan dengan
pemandangan ini dan mencari ’sensasi’ baru dengan melepaskan kecenderungan
biologisnya kepada sesama jenis yang mengalami hal serupa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
definisi dari operasi mengubah alat kelamin?
2. Bagaimana
Al-Quran/Islam membedakan antara wanita, pria, dan waria?
3. Faktor
– faktor dan gejala atau tanda – tanda apa saja yang menyebabkan seseorang
menjadi homoseksual?
4. Apa
hukum Islam mengenai operasi mengubah alat kelamin?
5. Bagaimana
tanggapan MUI dan Uskup terhadap operasi mengubah alat kelamin?
6. Bagaimana Hukum Indonesia melihat kasus pengesahan status
WNI yang ganti kelamin?
C. Tujuan Makalah
1. Definisi
dari operasi mengubah alat kelamin.
2. Al-Quran/Islam
membedakan antara wanita, pria, dan waria
3. Faktor
– faktor dan gejala atau tanda – tanda yang menyebabkan seseorang menjadi
homoseksual.
4. Hukum
Islam mengenai operasi mengubah alat kelamin.
5. Tanggapan
MUI dan Uskup terhadap operasi mengubah alat kelamin.
6. Hukum Indonesia melihat kasus pengesahan status WNI yang
ganti kelamin.
D. Kegunaan Makalah
Makalah
ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun
secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna untuk mengetahui
pandangan islam mengenai operasi mengubah alat kelamin, dan masyarakat
khususnya kaum muslim agar lebih bisa membedakan antara mana yang haram dan
mana yang halal. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Penulis,
sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang
operasi mengubah alat kelamin;
2. Pembaca/dosen,
sebagai media informasi tentang operasi mengubah alat kelamin.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pembahasan
Pada dasarnya Allah menciptakan manusia
ini dalam dua jenis saja, yaitu laki-laki dan perempuan, sebagaimana firman
Allah swt:
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ
وَالْأُنثَى
“Dan Dia (Allah) menciptakan dua pasang dari dua jenis
laki-laki dan perempuan.“ (Qs An Najm : 45)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم
مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى
“Wahai manusia Kami menciptakan kamu yang terdiri dari
laki-laki dan perempuan.“ (Qs Al Hujurat : 13)
Kedua ayat di atas, dan ayat-ayat
lainnya menunjukkan bahwa manusia di dunia ini hanya terdiri dari dua jenis
saja, laki-laki dan perempuan, dan tidak ada jenis lainnya.
Tetapi di dalam kenyataannya, kita
dapatkan seseorang tidak mempunyai status yang jelas, bukan laki-laki dan bukan
perempuan.
Operasi ganti kelamin (taghyir al-jins) adalah
operasi pembedahan untuk mengubah jenis kelamin dari laki-laki menjadi
perempuan atau sebaliknya. Pengubahan jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan
dilakukan dengan memotong penis dan testis, kemudian membentuk kelamin
perempuan (vagina) dan membesarkan payudara. Sedang pengubahan jenis kelamin
perempuan menjadi laki-laki dilakukan dengan memotong payudara, menutup saluran
kelamin perempuan, dan menanamkan organ genital laki-laki (penis). Operasi ini
juga disertai pula dengan terapi psikologis dan terapi hormonal.
Transseksualisme
ataupun transgender merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena
merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan
ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya
bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai
kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) – III, penyimpangan ini
disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi
menjadi beberapa subtipe meliputi transseksual, a-seksual, homoseksual, dan
heteroseksual.
Al Khuntsa, dari kata khanitsa yang
secara bahasa berarti lemah dan lembut. Maka dikatakan: Khannatsa Ar Rajulu
Kalamahu, yaitu: laki-laki yang cara bicaranya seperti perempuan, yaitu lembut
dan halus. (al Fayumi, al-Misbah al Munir - Kairo, Daar al Hadist,
2003,- hlm : 112)
Al-Khuntsa secara istilah adalah
seseorang yang mempunyai dua kelamin; kelamin laki-laki dan kelamin perempuan,
atau orang yang tidak mempunyai salah satu dari dua alat vital tersebut, tetapi
ada lubang untuk keluar air kencing. (al Mawardi, al Hawi al Kabir : 8/ 168 ,
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al Islami wa Adilatuhu: 8 / 426).
Adapun waria atau dalam bahasa Arabnya
disebut al Mukhannats adalah laki-laki yang menyerupai perempuan dalam
kelembutan, cara bicara, melihat, dan gerakannya. Dalam kamus Wikipedia
disebutkan bahwa waria (portmanteau dari wanita-pria) atau wadam (dari
hawa-adam) adalah laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam
kehidupannya sehari-hari.
Waria ini
terbagi menjadi dua:
1.
Orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut sejak
dilahirkan, maka tidak ada dosa baginya, karena sifat-sifat tersebut bukan atas
kehendaknya, tetapi dia harus berusaha untuk menyesuaikan diri.
2.
Orang yang sebenarnya laki-laki, tetapi sengaja
menyerupai sifat-sifat wanita. Orang seperti ini termasuk dalam katagori yang
dilaknat oleh Allah swt dan Rasulullah saw di dalam beberapa hadistnya.
Dari
keterangan di atas, bisa dinyatakan bahwa waria bukanlah khuntsa. Karena waria
statusnya sudah jelas, yaitu laki-laki, sedang khuntsa statusnya masih belum
jelas.
Khuntsa ada dua macam:
1.
Khuntsa Ghoiru Musykil (khuntsa yang mudah ditentukan
statusnya)
2.
Khuntsa Musykil (khuntsa yang sulit ditentukan
statusnya)
Untuk
menetapkan Khuntsa Ghoru Musykil, para ulama telah menjelaskan cara-caranya, walaupun
hal itu belum menjadi kesepakatan ulama. Paling tidak bisa menjadi pedoman awal
di dalam menentukan status seorang khuntsa, di antara cara-cara tersebut
adalah:
1.
Melihat cara keluar air kencingnya.
Bila air kencingnya keluar lewat penis,
berarti waria tersebut dihukumi sebagi laki-laki. Sebaliknya jika air
kencingnya keluar dari vagina, maka dia dihukumi sebagai perempuan. Bagaimana
jika air kencingnya keluar dari keduanya? Bila air kencing tersebut keluar dari
kedua alatnya, maka ditentukan dengan yang terlebih dahulu keluar. Jika yang
keluar terlebih dahulu dari penis, maka dihukumi laki-laki, begitu juga
sebaliknya. Jika keluar air kencingnya bersamaan, maka dilihat mana yang lebih
lama keluarnya. Jika keluar dari kedua alat kelamin secara bersamaan dan
selesainya juga secara bersamaan, maka khuntsa tersebut dihukumi khuntsa
musykil.
2.
Melihat cara keluarnya sperma atau air mani.
Bila sperma khuntsa keluar dari alat
kelamin lelaki, berarti status hukumnya lelaki dan bila keluar dari vagina
berarti statusnya perempuan. Jika keluarnya berubah-ubah, kadang dari alat
kelamin laki-laki dan kadang-kadang dari alat kelamin perempuan, maka
dikatagorikan sebagai khuntsa musykil.
3.
Keluarnya darah haidh.
Bila seorang khuntsa mengeluarkan darah
haidh dari kemaluannya, maka dikatagorikan perempuan, karena laki-laki tidak
akan keluar darah haidh dari kemaluanya. Jika ia mengeluarkan darah haidh dari
vagina, tetapi dia mengeluarkan kencing dari alat kelamin laki-laki, maka dalam
hal ini dikatagorikan sebagai khuntsa musykil.
4.
Kehamilan dan melahirkan.
Bila seorang khuntsa hamil dan
melahirkan, maka dihukumi sebagai perempuan.
5.
Pertumbuhan organ tubuh.
Bila waria tersebut ia berkumis atau
berjenggot, serta mempunyai kecenderungan untuk mendekati perempuan dan
mempunyai raca cinta kepada mereka, maka waria tersebut dihukumi sebagai
laki-laki. Sebaliknya jika payudaranya tumbuh dan montok, dan mempunyai
kecenderungan dan rasa cinta kepada laki-laki, maka dia ditetapkan sebagai
perempuan. (Ibnu al Hammam, Fathu al Qadir : 10/515-516, al Mawardi, al Hawi al
Kabir : 8/ 168)
Dari
keterangan di atas, kita mengetahui bahwa Islam pada dasarnya tidak membiarkan
seorang khuntsa begitu saja tanpa status, sehingga diambil langkah-langkah
untuk menentukan jenis kelaminnya melalui cara-cara di atas. Jika para ulama
dan ahli sudah menentukan seorang khuntsa, baik sebagai laki-laki maupun
sebagai perempaun, maka status tersebut berlaku baginya untuk mendapatkan
hak-haknya, sekaligus dia mempunyai kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab
sebagaimana orang laki-laki atau perempuan yang lainnya.
Khuntsa
Musykil (khuntsa yang sulit ditentukan statusnya), yaitu seseorang yang
ditakdirkan Allah mempunyai fisik yang mendua atau memiliki dua jenis alat
kelamin; laki-laki dan perempuan, dan kedua-duanya sama-sama dominan, tidak
bisa dibedakan lagi mana yang lebih berpengaruh terhadap kepribadiannya.
Untuk
Khuntsa Musykil seperti ini, para ulama pun masih berbeda pendapat akan
statusnya, terutama di dalam menentukan jatah warisan, cara menikah, dan lain
sebagainya.
Faktor
– faktor yang menyebabkan seseorang menjadi homoseksual:
Menurut
Prof.Dr.Dadang Hawari, prilaku homoseksual ini tidak hanya diakibatkan oleh
faktor natural semata seperti kelebihan hormon, namun juga merupakan problema
psikologis (kejiwaan), sebagai akibat dari interaksi dan komunikasi bebas serta
hilangnya pembatas moral antar lawan jenis. Menurutnya, prilaku homoseksual
diakibatkan oleh salah satu dari dua kemungkinan, pertama karena trauma masa
lalu, misalnya ia pernah jadi korban sodomi sehingga ia ingin membalas dendam
kepada orang lain atas apa yang terjadi padanya. Karena itulah, ia sering
dipandang sebagai ‘penyakit menular’. Kedua, pengaruh budaya dan komunikasi
yang bebas. Fenomena ini lebih sering terjadi di kalangan selebritis. Misalnya,
para artis, pada saat ada even peragaan, shooting film dan teater, harus
berganti busana dalam waktu yang singkat karena kejar waktu, meski harus
‘telanjang’ dihadapan lawan jenisnya. Intensitas kontak indra yang tak nya
sering, mereka menjadi bosan dengan pemandangan ini dan mencari ’sensasi’ baru
dengan melepaskan kecenderungan biologisnya kepada sesama jenis yang mengalami
hal serupa.
Homoseksualitas
juga bisa timbul akibat pola pergaulan yang bebas dalam keluarga antara anak
laki dan perempuan dalam kamar maupun dalam berbusana, juga perlakuan orang tua
yang salah terhadap anak, misalnya ayah yang menginginkan anak laki namun
memperlakukan dan mendidik anak perempuan seperti anak laki.
Selain
faktor keluarga, media yang hanya berorientasi pada laba dan mengabaikan norma
agama dan moral, cenderung menjadi salah satu biang kegenitan kaum pria, mulai
dari bumbu-bumbu lawakan yang menonjolkan banci sampai penayangan kontes Miss
Waria seraya menyelipkan pesan bahwa homoseksualitas sebagai fakta yang harus
diterima sebagai bagian dari penghargaan terhadap HAM.
Kecenderungan
seksual sejenis terjadi pada masa nabi Luth a.s di kota Sodum (asal muasal dari
kata sodomi). Kaum Luth lebih menyukai hubungan seksual sesama jenis. Saking
bejatnya ketika Allah swt mengutus kepada mereka seorang Rasul yang bermaksud
memperbaiki kondisi rusak ini seperti nabi Luth dianggap sebagai orang yang sok
suci dan mereka menantangnya untuk mendatangkan adzab dari sang Maha Pencipta.
Kemudian Allah Swt menurunkan azabnya berupa goncangan bumi dan hujan
batu-batuan. Akhirnya mereka semuanya mati kecuali pengikut setia ajaran nabi
Luth. Fakta penyimpangan seperti ini belum pernah ada sepanjang jaman sebelum
masa nabi Luth, sebagaimana yang tersurat dalam Al-Qur’an : “Dan Luth ketika ia berkata kepada kaumnya
sungguh kalian benar-benar telah mendatangkan kekejian yang tidak ada sebelum
kalian satu kaum pun yang melakukannya di alam ini” (al-Qashash :28).
Gejala
atau tanda – tanda yang menyebabkan seseorang menjadi homoseksual:
Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin
atau yang lazim disebut juga sebagai gejala transseksualisme ataupun
transgender merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak
adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya
ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam
bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi
penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder) – III, penyimpangan ini disebut sebagai
juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi beberapa
subtipe meliputi transseksual, a-seksual, homoseksual, dan heteroseksual.
Tanda-tanda transseksual yang bisa dilacak melalui
DSM, antara lain: perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu
anatomi seksnya; berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin
lain; mengalami guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun
dan bukan hanya ketika dating stress; adanya penampilan fisik interseks atau
genetik yang tidak normal; dan dapat ditemukannya kelainan mental semisal
schizophrenia yaitu menurut J.P. Chaplin dalam Dictionary of Psychology (1981)
semacam reaksi psikotis dicirikan di antaranya dengan gejala pengurungan diri,
gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta tingkah laku negativisme.
Adapun hukum operasi kelamin dalam syariat Islam
harus diperinci persoalan dan latar belakangnya. Dalam dunia kedokteran modern
dikenal tiga bentuk operasi kelamin yaitu:
1. Operasi
penggantian jenis kelamin, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir
memiliki kelamin normal.
Masalah
seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya yaitu
penis (dzakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan yang dilengkapi
dengan rahim dan ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan oleh syariat Islam
untuk melakukan operasi kelamin. Ketetapan haram ini sesuai dengan keputusan
fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II tahun 1980
tentang Operasi Perubahan/ Penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini
sekalipun diubah jenis kelamin yang semula normal kedudukan hukum jenis
kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah.
Para
ulama fiqih mendasarkan ketetapan hukum tersebut pada dalil-dalil yaitu:
a. Firman
Allah Swt dalam surat Al-Hujurat ayat 13 yang menurut kitab Tafsir Ath-Thabari
mengajarkan prinsip equality (keadilan) bagi segenap manusia di hadapan Allah
dan hukum yang masing-masing telah ditentukan jenis kelaminnya dan ketentuan
Allah ini tidak boleh diubah dan seseorang harus menjalani hidupnya sesuai
kodratnya;
b. firman
Allah Swt dalam surat an-Nisa’ ayat 119. Menurut kitab-kitab tafsir seperti
Tafsir Ath-Thabari, Al-Shawi, Al-Khazin (I/405), Al-Baidhawi (II/117), Zubat
al-Tafsir (hal.123) dan al-Qurthubi (III/1963) disebutkan beberapa perbuatan
manusia yang diharamkan karena termasuk “mengubah ciptaan Tuhan” sebagaimana
dimaksud ayat di atas yaitu seperti mengebiri manusia, homoseksual, lesbian,
menyambung rambut dengan sopak, pangur dan sanggul, membuat tato, mengerok bulu
alis dan takhannus (seorang pria berpakaian dan bertingkah laku seperti wanita
layaknya waria dan sebaliknya);
c. Hadits
Nabi saw.: “Allah mengutuk para tukang
tato, yang meminta ditato, yang menghilangkan alis, dan orang-orang yang
memotong (pangur) giginya, yang semuanya itu untuk kecantikan dengan mengubah
ciptaan Allah.” (HR. Al-Bukhari);
d. Hadits
Nabi saw.: “Allah mengutuk laki-laki yang
menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad). Oleh
karena itu kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi kesehatan mental yang
penanganannya bukan dengan merubah ciptaan Allah melainkan melalui pendekatan
spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological therapy).
Hukum operasi ganti
kelamin adalah haram, berdasarkan dalil Al-Qur`an dan As-Sunnah. (M. Mukhtar
Syinqithi, Ahkam Al-Jirahah Al-Thibbiyah, hal. 199; Fahad Abdullah
Hazmi, Al-Wajiz fi Ahkam Al-Jirahah Al-Thibbiyyah, hal. 12; Walid bin
Rasyid Sa’idan, Al-Ifadah al-Syar’iyah fi Ba’dh Al-Masail al-Thibbiyyah,
hal. 128).
Dalil Al-Qur`an firman Allah SWT (artinya)
: “Dan aku (syaithan) akan menyuruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu
mereka benar-benar mengubahnya”. (QS An-Nisaa` [4] : 119). Ayat ini
menunjukkan upaya syaitan mengajak manusia untuk melakukan berbagai perbuatan
maksiat. Di antaranya mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah).
Operasi ganti kelamin termasuk mengubah ciptaan Allah, karena dalam operasi ini
terdapat tindakan memotong penis, testis, dan payudara. Maka operasi ganti
kelamin hukumnya haram.
Dalil hadis adalah riwayat Ibnu Abbas RA
bahwa,”Rasulullah SAW telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan
melaknat wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR Bukhari). Hadis ini
mengharamkan perbuatan laki-laki menyerupai wanita atau perbuatan wanita
menyerupai laki-laki. Maka, operasi ganti kelamin haram hukummya, karena
menjadi perantaraan (wasilah) bagi laki-laki atau perempuan yang dioperasi
untuk menyerupai lawan jenisnya. Kaidah fiqih menyebutkan,“Al-Wasilah ila
al-haram muharromah.” (Segala perantaraan menuju yang haram hukumnya haram
juga). (Fahad Abdullah Al Hazmi, Taqrib Fiqih Al-Thabib, hal. 74; M.
Utsman Syabir, Ahkam Jirahah At-Tajmil, hal. 19).
Operasi ganti kelamin juga merupakan dosa
besar (kaba`ir), sebab salah satu kriteria dosa besar adalah adanya
laknat (kutukan) dari Allah dan Rasul-Nya. (Imam Dzahabi, Al-Kaba`ir,
hal. 5; Imam Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Juz V/120; Ibnu Taimiyah, Majmu’
Al-Fatawa, Juz 11/650).
Yang berdosa bukan hanya orang yang
dioperasi, tapi juga semua pihak yang terlibat di dalam operasi itu, baik
langsung atau tidak, seperti dokter, para medis, psikiater, atau ahli hukum
yang mengesahkan operasi tersebut. Semuanya turut berdosa dan akan dimintai
pertanggungjawaban oleh Allah pada Hari Kiamat kelak, karena mereka telah
bertolong menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah SWT berfirman (artinya) :
“Dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
(QS Al-Maa`idah [5] : 2).
Pada dasarnya, Allah swt telah menciptakan
manusia ini dalam bentuk yang sebaik-baiknya, sebagaimana firman Allah swt:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ
تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya
Kami menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.“ (Qs At Tin : 4)
Penciptaan manusia
dalam bentuk yang baik tersebut merupakan penghormatan kepada manusia,
sebagaimana firman Allah swt:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ
فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
“Sesungguhnya
telah Kami muliakan keturunan Adam dan Kami bawa mereka di daratan dan di
lautan.“ (Qs Al Isra’ : 70)
Oleh karenanya, kita
sebagai hamba Allah dilarang untuk mengubah ciptaan-Nya yang sudah sempurna.
Larangan ini tersebut di dalam firman Allah swt ketika menceritakan perkataan
syetan:
وَلأُضِلَّنَّهُمْ وَلأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ
آذَانَ الأَنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّهِ وَمَن يَتَّخِذِ
الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِّن دُونِ اللّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبِينًا
“(Syetan berkata):
Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan
kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong-motong telinga binatang
ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka
(mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barang siapa
yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia
menderita kerugian yang nyata “ (Qs An Nisa’ : 119)
Dari ayat di atas,
kita mengetahui bahwa awal tindakan mengubah ciptaan Allah swt berasal dari
bisikan syetan.
Rasulullah saw sendiri bersabda:
“Rasulullah telah melaknat orang-orang laki-laki yang meniru-niru (menyerupai) perempuan
dan perempuan yang meniru-niru (menyerupai) laki-laki.“ (HR Bukhari)
Berkata Imam Qurtubi: “ Tidak ada perbedaan pendapat di antara
para ahli fikih dari Hijaz dan ahli fikih dari Kufah bahwa mengebiri keturunan
Adam hukumnya haram dan tidak boleh, karena termasuk dalam katagori menyiksa.“
(Tafsir Qurtubi : 5 / 391)
Kalau mengebiri saja
tidak boleh, yaitu perbuatan untuk memandulkan alat kelamin, apalagi mengubah
dan menggantikannya, tentunya sangat diharamkan.
Waria yang disebabkan
adanya perbedaan keadaan psikis dan fisik seseorang, seperti ketidaknormalan
sistem tubuh atau terjadi percampuran hormon laki-laki dan perempuan, yang
berakibat munculnya perasaan dalam dirinya yang berbeda dengan fisik tubuhnya.
Maka dalam hal ini para ulama berbeda pendapat:
Pendapat pertama:
bahwa operasi ganti kelamin untuk orang yang keadaannya seperti ini tetap tidak
boleh. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dasarnya adalah ayat-ayat al Qur’an
dan hadist-hadits yang telah disebutkan di atas.
Pendapat kedua: bahwa
operasi ganti kelamin untuk orang yang keadaanya seperti ini, dibolehkan. Ini
adalah pendapat sebagian kecil ulama kontemporer.
Di antara dalil dari pendapat ini
adalah sebagai berikut:
a.
Menurut kesaksian mayoritas dokter bahwa memang benar
adanya orang yang mempunyai penyakit seperti ini, mereka menyebutnya dengan
transeksual, yaitu terpisahnya antara bentuk fisik dengan psikis, yaitu bentuk
fisiknya adalah laki-laki umpamanya, tetapi perasaannya bahwa dia bukanlah
laki-laki. Penyakit ini menyebabkan orang tersiksa dalam hidupnya, sehingga
kadang-kadang diakhiri dengan bunuh diri. Pengobatan secara kejiwaan sudah
dilakukan berkali-kali oleh para dokter, tetapi tetap saja gagal. Maka tidak
ada jalan lain kecuali operasi ganti kelamin.
b.
Keadaan seperti ini bisa dikatagorikan darurat. Karena
tanpa operasi tersebut seseorang tidak akan bisa hidup tenang dan wajar sebagaimana
yang lain, hidupnya akan dirundung kegelisahan demi kegelisahan, dan tidak
sedikit yang diakhiri dengan tindakan bunuh diri.
c.
Kalau kita perhatikan bahwa yang menyebabkan
diharamkannya operasi ganti kelamin secara umum atau dalam keadaan normal adalah
karena dua alasan :
Alasan pertama: bahwa hal tersebut termasuk mengubah
ciptaan Allah swt, sebagaimana yang tersebut dalam Qs An Nisa’ : 119 di atas.
Ketika menafsirkan ayat di atas, Ibnu Abbas, Anas,
Ikrimah, dan Abu Sholeh bahwa yang dimaksud mengubah ciptaan Allah adalah
mengebiri, mencongkel mata, serta memotong telinga. Sedangkan Imam Qurtubi di
dalam tafsirnya dengan menukil perkataan Qhadhi ‘Iyadh bahwa seseorang yang
mempunyai jari-jari tangan lebih dari lima atau daging tambahan di dalam tubuhnya,
maka tidak boleh dipotongnya, karena termasuk dalam katagori mengubah ciptaan
Allah, kecuali kalau jari-jari tangan atau daging tambahan tersebut terasa
sakit, nyeri dan menyebabkannya menjadi menderita, maka dalam keadaan seperti
ini, diperbolehkan untuk memotongnya. (Tafsir Qurtubi : 5/252)
Perkataan Qadhi ‘Iyadh yang dinukil oleh Imam Qurtubi
di atas menjelaskan dengan gamblang bahwa sesuatu tambahan dalam tubuh yang
berupa daging atau yang lain dan menyebabkan sakit si penderita, maka
diperbolehkan untuk menghilangkannya, dan hal ini dimasukkan dalam katagori
berobat, yang kadang harus mengubah ciptaan Allah swt. Karena sebenarnya yang
dilarang dalam masalah ini adalah mengubah ciptaan Allah tanpa ada alasan
syar’i atau hanya karena ingin memperindah anggota tubuh saja. Tetapi jika
bertujuan untuk mengobati, maka dibolehkan.
Atas dasar keterangan di atas, maka operasi ganti
kelamin yang dilakukan oleh orang yang mengidap penyakit transeksual pada jenis
kedua ini, bisa dikatakan bahwa organ tubuhnya secara fisik yang ada sekarang
adalah organ tambahan, karena tidak sesuai dengan kejiwaan dan perasaannya,
sehingga jika diubah menjadi organ yang sama dengan kejiwaan dan perasaannya,
maka termasuk dalam proses pengobatan dari rasa sakit yang dialaminya, dan
memang tidak ditemukan obat selain operasi ganti kelamin.
Alasan kedua: bahwa operasi ganti kelamin termasuk
dalam katagori menyerupai jenis lain yang dilarang oleh Rasulullah saw. Tetapi
para ulama telah menjelaskan bahwa yang dilarang dalam masalah ini adalah
menyerupai jenis di dalam berpakaian, berhias, bertutur kata dan cara berjalan.
Hal ini disimpulkan dari dalil–dalil lain. Oleh karenanya, Imam Nawawi
menyatakan bahwa waria yang ada semenjak lahir, tidak termasuk dalam katagori
yang dilarang oleh Rasulullah saw, karena mereka tidak bisa meninggalkan
gaya-gaya tersebut yang dibawanya dari lahir, walaupun sudah diobati
berkali-kali, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari.
Demikianlah beberapa dalil yang diungkapkan oleh kelompok
kedua yang membolehkan bagi seseorang yang terkena penyakit transeksual jenis
kedua dan tidak bisa diobati lagi secara psikis, maka dibolehkan untuk
melakukan operasi ganti kelamin, dan ini termasuk keadaan darurat.
Yang perlu diperhatikan dalam hal ini, supaya tidak
terjadi salah paham, bahwa yang dibolehkan adalah orang-orang yang benar-benar
punya penyakit seperti ini, tentunya harus direkomendasikan oleh dokter-dokter
yang ahli, jujur, dan amanah. Begitu juga setelah melalui rekomendasi para ulama
yang diakui amanah dan otorits keilmuaannya.
Hukum tersebut tidak berlaku bagi orang yang melakukan
operasi ganti kelamin, hanya karena sekedar iseng, atau hanya sekedar “merasa”
dirinya lebih cocok menjadi orang berjenis kelamin yang berbeda dengan keadaannya
sekarang, padahal penyakitnya tersebut belum diteliti dan belum ada
usaha-usaha yang sungguh-sungguh untuk menyembuhkannya.
2. Operasi
perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak
lahir memiliki cacat kelamin, seperti zakar (penis) atau vagina yang tidak
berlubang atau tidak sempurna.
Operasi
kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan
bukan penggantian jenis kelamin menurut para ulama diperbolehkan secara hukum
syariat. Jika kelamin seseorang
tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan mani baik
penis maupun vagina, maka
operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan
sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan
suatu penyakit yang harus diobati.
Dibolehkannya
operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi
bagian dalam kelamin orang yang mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda,
juga merupakan keputusan Nahdhatul Ulama PW Jawa Timur pada seminar “Tinjauan
Syariat Islam tentang Operasi Ganti Kelamin” pada tanggal 26-28 Desember 1989
di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo Jawa Timur.
Para
ulama seperti Hasanain Muhammad Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam bukunya
Shafwatul Bayan (1987:131) memberikan argumentasi hal tersebut bahwa orang yang
lahir dengan alat kelamin tidak normal bisa mengalami kelainan psikis dan
sosial sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat
normal serta kadang mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan diri menjadi
waria atau melakukan homoseks dan lesbianisme. Semua perbuatan ini dikutuk oleh
Islam berdasarkan hadits Nabi saw.: “Allah
dan rasulnya mengutuk kaum homoseksual” (HR.al-Bukhari) Guna menghindari
hal ini, operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan
berdasarkan prinsip “Mashalih Mursalah” karena kaidah fiqih menyatakan
“Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya harus dihilangkan) yang menurut Imam Asy-Syathibi menghindari
dan menghilangkan bahaya termasuk suatu kemaslahatan yang dianjurkan syariat
Islam. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi saw.: “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak
mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya, kecuali satu penyakit,
yaitu penyakit ketuaan.” (HR. Ahmad)
Adapun operasi penyempurnaan kelamin (takmil
al-jins) hukumnya boleh. Hal ini berlaku bagi orang yang memiliki alat
kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan vagina sekaligus. Operasi ini hukumnya
mubah, berdasarkan keumuman dalil yang menganjurkan berobat (al-tadawiy).
Nabi SAW bersabda,“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah
menurunkan pula obatnya.” (HR Bukhari, no.5246).
Operasi perbaikan atau
penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki
cacat kelamin, seperti penis atau vagina yang tidak berlubang. Operasi seperti
ini dibolehkan, karena termasuk dalam katagori pengobatan. Karena pada dasarnya
manusia itu ciptaannya sempurna, maka jika didapati beberapa bagian anggota
tubuhnya tidak normal atau tidak berfungsi, seperti vagina yang tidak
berlubang, atau penis yang tidak berlubang sehingga tidak bisa buang air kecil,
maka dibolehkan baginya untuk melakukan operasi perbaikan kelamin, dengan
tujuan agar salah satu organ tubuhnya tersebut berfungsi sebagaimana yang lain.
Rasulullah saw bersabda :
“Wahai hamba-hamba Allah berobatlah, karena Allah
menjadikan setiap penyakit itu ada obatnya.“
Jadi operasi kelamin
yang cacat sejak kecil atau karena suatu kecelakaan termasuk dalam katagori
berobat dan bukan dalam katagori mengubah ciptaan Allah swt.
3. Operasi
pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang yang
sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin (penis dan vagina).
Apabila
seseorang mempunyai alat kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan juga vagina,
maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu
alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk ‘mematikan’ dan menghilangkan
salah satu alat kelaminnya. Misalnya, jika seseorang memiliki penis dan vagina,
sedangkan pada bagian dalam tubuh dan kelaminnya memiliki rahim dan ovarium
yang menjadi ciri khas dan spesifikasi utama jenis kelamin wanita, maka ia
boleh mengoperasi penisnya untuk memfungsikan vaginanya dan dengan demikian
mempertegas identitasnya sebagai wanita. Hal ini dianjurkan syariat karena
keberadaan penis (dzakar) yang berbeda dengan keadaan bagian dalamnya bisa
mengganggu dan merugikan dirinya sendiri baik dari segi hukum agama karena hak
dan kewajibannya sulit ditentukan apakah dikategorikan perempuan atau laki-laki
maupun dari segi kehidupan sosialnya. Untuk menghilangkan mudharat (bahaya) dan
mafsadat (kerusakan) tersebut, menurut Makhluf dan Syalthut, syariat Islam
membolehkan dan bahkan menganjurkan untuk membuang penis yang berlawanan dengan
dalam alat kelaminnya. Oleh sebab itu, operasi kelamin yang dilakukan dalam hal
ini harus sejalan dengan bagian dalam alat kelaminnya. Apabila seseorang
memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalamnya ada rahim dan
ovarium, maka ia tidak boleh menutup lubang vaginanya untuk memfungsikan
penisnya. Demikian pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki penis dan
vagina, sedangkan pada bagian dalam kelaminnya sesuai dengan fungsi penis, maka
ia boleh mengoperasi dan menutup lubang vaginanya sehingga penisnya berfungsi
sempurna dan identitasnya sebagai laki-laki menjadi jelas. Ia dilarang membuang
penisnya agar memiliki vagina sebagai wanita, sedangkan di bagian dalam
kelaminnya tidak terdapat rahim dan ovarium. Hal ini dilarang karena operasi
kelamin yang berbeda dengan kondisi bagian dalam kelaminnya berarti melakukan
pelanggaran syariat dengan mengubah ciptaan Allah SWT; dan ini bertentangan
dengan firman Allah bahwa tidak ada perubahan pada fitrah Allah (QS.Ar-Rum:30).
Peranan
dokter dan para medis dalam operasi penggantian kelamin ini dalam status
hukumnya sesuai dengan kondisi alat kelamin yang dioperasinya. Jika haram maka
ia ikut berdosa karena termasuk bertolong-menolong dalam dosa dan bila yang
dioperasi kelaminnya adalah sesuai syariat Islam dan bahkan dianjurkan maka ia
mendapat pahala dan terpuji karena termasuk anjuran bekerja sama dalam
ketakwaan dan kebajikan.(QS.Al-Maidah:2)
Adapun
konsekuensi hukum penggantian kelamin adalah sebagai berikut:
Apabila
penggantian kelamin dilakukan oleh seseorang dengan tujuan tabdil dan taghyir
(mengubah-ubah ciptaan Allah), maka identitasnya sama dengan sebelum operasi
dan tidak berubah dari segi hukum. Menurut Mahmud Syaltut, dari segi waris
seorang wanita yang melakukan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak
akan menerima bagian warisan pria (dua kali bagian wanita) demikian juga sebaliknya.
Sementara
operasi kelamin yang dilakukan pada seorang yang mengalami kelainan kelamin
(misalnya berkelamin ganda) dengan tujuan tashih atau takmil (perbaikan atau
penyempurnaan) dan sesuai dengan hukum akan membuat identitas dan status hukum
orang tersebut menjadi jelas. Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami
wa Adillatuhu bahwa jika selama ini penentuan hukum waris bagi orang yang
berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas indikasi atau kecenderungan sifat
dan tingkah lakunya, maka setelah perbaikan kelamin menjadi pria atau wanita,
hak waris dan status hukumnya menjadi lebih tegas. Dan menurutnya perbaikan dan
penyempurnaan alat kelamin bagi khuntsa musykil sangat dianjurkan demi
kejelasan status hukumnya.
Operasi pembuangan salah satu dari
kelamin ganda yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki 2 (dua)
jenis kelamin yaitu penis dan vagina.
Orang yang mempunyai kelamin ganda dalam
dunia medis disebut “ ambiguous genitalia” yang artinya alat kelamin
meragukan. Orang tersebut tidak menderita penyakit “transeksual”, tetapi lebih
cenderung kepada interseksual, yaitu suatu kelainan, di mana penderita memiliki
ciri-ciri genetik, anatomik atau fisiologik meragukan antara pria dan wanita.
Gejalanya sangat bervariasi, mungkin saja tampilan luarnya adalah laki-laki
normal atau wanita normal, tetapi alat kelaminnya yang masih meragukan apakah
dia laki-laki atau perempuan. Penderita seperti ini memang benar-benar sakit
secara fisik, yang kemudian mempengaruhi kondisi psikologisnya.
Maka, operasi pada orang yang mempunyai
kelamin ganda seperti ini dibolehkan, tentunya setelah ada kejelasaan
statusnya, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara-cara yang telah
diterangkan di atas dan dikuatkan dengan pernyataan para dokter ahli dan amanah.
Biasanya operasi dilakukan ketika anak tersebut masih bayi dan belum beranjak
dewasa, jika sudah dewasa tentunya akan lebih susah lagi, karena mungkin itu
akibat salah pola asuh dan pola interaksi dari lingkungan sekitar.
Karena kalau seseorang dibiarkan dalam
status yang tidak jelas, maka sungguh kasihan hidupnya, dan masyarakat pun
kesulitan untuk berinteraksi dengannya karena statusnya yang belum jelas,
apakah dia itu laki-laki atau perempuan. Oleh karenanya operasi untuk membuang
salah satu dari dua jenis kelamin dibolehkan, karena akan membawa kemaslahatan
bagi yang bersangkutan dan kemaslahatan bagi masyarakat yang ia hidup di
dalamnya.
Tanggapan
MUI mengenai ganti kelamin (MUI: Ganti
Kelamin Tetap Haram)
Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI KH Ali Musthofa Ya’kub menegaskan,
mengganti jenis kelamin haram hukumnya. Dalam agama Islam, jenis kelamin hanya
ada dua: laki-laki dan perempuan.
“Seseorang dikatakan laki-laki atau perempuan ditentukan hanya
berdasarkan jenis kelamin, bukan dilihat dari fisiknya maupun psikologi, bukan
pula dari penampilan dan sebagainya,” kata Ali.
"Operasi kelamin diperbolehkan dalam Islam sepanjang untuk
melakukan penyempurnaan. Misalnya ada orang yang berkelamin ganda, tapi dari
dua alat kelamin tersebut yang berfungsi alat kelamin laki-laki, maka dia tetap
sebagai laki-laki. “Nah,kalau orang yang seperti ini ingin menyempurnakan sifat
‘kelaki-lakiannya’, maka boleh dalam agama Islam.
Begitu juga sebaliknya,” katanya Jika ada orang yang terlahir
lakilaki dengan memiliki alat kelamin laki-laki kemudian ingin diganti menjadi
alat kelamin perempuan, itu hukumnya haram. “Kalau memang dia terlahir sebagai
laki-laki dan alat kelamin yang berfungsi kelamin laki – laki, maka hukumnya
haram untuk melakukan operasi,” lanjut Ali.
Ali kemudian mengungkapkan bahwa kasus seperti ini bukan lagi
kasus yang baru, mengingat pernah terjadi pada 1970-an.“Tahun 1970-an pernah
ada di Jakarta. Saat ini hakim mengabulkan pergantian status kelamin dari
laki-laki menjadi perempuan. Awalnya namanya Vivian Rubianto kemudian diubah
menjadi Vivian Rubianti. Jadi ini bukan hal baru,” katanya.
Tanggapan
Uskup mengenai ganti kelamin (Uskup:
Soal Pergantian Kelamin Jangan Dipermasalahkan Lagi)
Uskup Agung Yulius Kardinal D meminta agar kasus penggantian
kelamin tidak dipermasalahkan lagi.
Hal ini diungkapkan Yulius seusai memimpim misa Natal di Gereja
Katedral, Gambir, Jakarta, Jumat (25/12/2009).“Kepada mereka itu tidak perlu
dipermasalahkan, mereka diciptakan asal usulnya kelamin itu perlu diselidiki.
Kasus harus diselidiki dengan cermat,” kata Yulius.
Dalam kasus ini, lanjut Yulius, pasti menimbulkan dukungan pro
dan kontra di masyarakat.
“Masalahnya adalah masalah kemanusiaan. Bagaimana orang ada yang
pro dan kontra. Yang pro bahwa itu bukan ganti kelamin, kelamin seperti yang
sudah disempurnakan, yang tidak setuju penggantian kelaminnya,” tuturnya.
“Ini kasus yang ada di batas pemikiran, baik pria atau wanita.
Sebagai manusia, kita harap kisah Natal juga bisa berbuat baik kepada mereka,”
tambahnya.
Hukum Indonesia Melihat Kasus Pengesahan Status WNI yang Ganti Kelamin:
Tindakan melakukan operasi ganti kelamin yang dilakukan
tenaga medis (dokter) jelas bertentangan dengan Kode Etik Kedokteran dan hukum
agama. Kode etik kedokteran yang ada saat ini tidak bertentangan dengan hukum
agama, mengingat Kode Etik Kedokteran ini tunduk pada nilai-nilai moral dan
hukum yang berlaku. Harusnya dokter tahu soal kode etik ini. Dalam Islam,
mengganti jenis kelamin haram hukumnya. Jenis kelamin hanya ada dua: laki-laki
dan perempuan. Seseorang dikatakan laki-laki atau perempuan ditentukan hanya
berdasarkan jenis kelamin, bukan dilihat dari fisiknya maupun psikologi, bukan
pula dari penampilan dan sebagainya. Ganti kelamin diperbolehkan dalam Islam
sepanjang untuk melakukan penyempurnaan. Misalnya ada orang yang berkelamin
ganda, tapi dari dua alat kelamin tersebut yang berfungsi alat kelamin
laki-laki, maka dia tetap sebagai laki-laki. Jika orang yang seperti ini ingin menyempurnakan sifat
'kelakilakiannya', maka diperbolehkan dalam agama Islam. Begitu juga sebaliknya. Jika ada
orang yang terlahir laki-laki dengan memiliki alat kelamin laki-laki kemudian
ingin diganti menjadi alat kelamin perempuan, itu hukumnya haram.
Celakanya, Hukum Ganti Kelamin Tidak
Diatur Oleh IDI. Di lain pihak, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) meyakini keputusan yang diambil RSU Dr Soetomo Surabaya
melakukan operasi ganti kelamin tidak melanggar etika kedokteran.
Ketua MKEK IDI Agus Purwadianto menandaskan, pihak rumah sakit
sebelum melakukan operasi sudah pasti melakukan proses assessment (penilaian)
panjang dengan melibatkan beberapa dokter dan ahli kejiwaan.
“Yang tidak boleh adalah kalau ada pasien yang minta ganti
kelamin lalu dokter langsung melaksanakan tanpa melakukan assessment dulu,”
katanya.
Dalam etika kedokteran, aturan boleh dan tidaknya berganti
kelamin tidak disebutkan secara spesifik dan dalam aturan tertulis. Namun,
teori etika kedokteran tidak hanya didasarkan pada perbuatan, tapi juga akibat
yang baik bagi orang bersangkutan atau diistilahkan teleologi. Artinya, operasi
ganti kelamin diperkenankan jika akibatnya baik bagi yang bersangkutan.
Kalau sudah dikonfirmasi bahwa memang secara psikologis perasaan
dia sebagai wanita dan orientasi seksualnya secara etis diyakini ‘berbeda’,
lalu sudah dilakukan terapi ternyata tidak berhasil,maka berganti kelamin
mungkin malah menolong.
Meski kasus ini bukan pertama dan sudah terjadi sejak 1970-an,
operasi ganti kelamin akan terus menjadi kontroversi. Karena itu, untuk menjembatani
persoalan tersebut, IDI harus menyusun etikolega. Kasus seperti ini sudah menyentuh
ranah hukum, bukan lagi etika murni. Untuk keperluan ini harus dibentuk lagi
aturan hukum yang berbasis etika.
Sebelumnya Prof Djohansjah Marzuki dari RSU Dr Soetomo
menegaskan bahwa dirinya melakukan operasi ganti kelamin semata-mata untuk
meringankan derita manusia yang merasa perasaannya tidak sesuai dengan
badannya. Djohansjah yang mengaku baru akan mau melakukan operasi pergantian
kelamin jika pasien mengalami kondisi tersebut. Jika tidak mengalami hal itu,
dia akan tegas menolak.
Selain itu, dokter yang sukses mengoperasi Dorce Gamalama ini
juga mendasari tindakannya pada indikasi dan kontraindikasi. ‘”Selama
diperbolehkan dan tidak dilarang, dokter boleh melakukan suatu operasi,’’
tandasnya.
Komnasham: Berhak Berganti Kelamin. Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak mempersoalkan berganti status
jenis kelamin.
Bahkan,
keputusan tersebut tidak boleh dihalang-halangi karena merupakan hak individu
yang harus dihormati semua pihak.
“Dari
segi HAM, ya tergantung individu, kalau yang bersangkutan sudah tidak nyaman
jadi laki-laki dia boleh saja menggunakan haknya untuk berganti jenis kelamin,”
ujar Komisioner Komnas Ham Nur Cholish saat berbincang di Jakarta, Jumat
(25/12/2009).
Cholish
kembali menegaskan, pilihan berganti jenis kelamin merupakan hak individual,
karena yang menjalani hidup adalah pribadi yang bersangkutan. “Kita boleh
berpendapat apa pun,” ujarnya.
Di Indonesia, sebagaimana yang dijelaskan
oleh Prof. Dr. Sultana Mh Faradz telah diterbitkan Surat Keputusan Men Kes RI
No. 191/MENKES/SK/III/1989 tentang penunjukan rumah sakit dan tim ahli sebagai
tempat dan pelaksanaan operasi penyesuaian kelamin. Pada tanggal 12 juni 1989
telah dibentuk Tim Pelaksana Operasi Penggantian Kelamin yang terdiri dari ahli
bedah urologi, bedah plastik, ahli penyakit kandungan dan ginekologi,
anestesiologi, ahli endokrinologi anak dan dewasa (internist), ahli genetika,
andrologi, psikiater, ahli patologi, ahli hukum, pemuka agama, dan petugas
sosial medik.
Tetapi sejak tahun 2003 ada perubahan
kebijakan bahwa Tim Penyesuaian Kelamin hanya boleh melakukan operasi
penyesuaian kelamin untuk penderita interseksual --dan tidak pada penderita
transeksual-- yang membutuhkan penentuan jenis kelamin, perbaikan alat genital,
dan pengobatan. Semua kasus yang datang akan didata, diperiksa
laboratorium rutin, analisis kromosom dan DNA, pemeriksaan hormonal, dan
test-test lain yang dianggap perlu seperti USG, foto ronsen, dan lain-lain.
BAB
III
SIMPULAN
DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan uraian bab
sebelumnya, penulis dapat mengemukakan simpulan sebagai berikut:
1. Operasi
penggantian jenis kelamin, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir
memiliki kelamin normal dinyatakan haram;
2. Operasi
perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak
lahir memiliki cacat kelamin, seperti zakar (penis) atau vagina yang tidak
berlubang atau tidak sempurna dinyatakan diperbolehkan;
3. Operasi
pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang yang
sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin (penis dan vagina) dinyatakan
diperbolehkan bahkan dianjurkan atau diwajibkan.
4. Diantara ketentuan
Allah yang manusia tidak bisa ikut campur didalamnya atau tidak memiliki
pilihan adalah seperti wajahnya yang cantik atau buruk, tubuhnya yang tinggi
atau pendek, kehidupan dan kematiannya dan termasuk besar atau kecilnya ukuran
alat vital seseorang. Dan Allah swt didalam menentukan hal-hal yang demikian
tentunya tidaklah lepas dari sifat-Nya yang Maha Adil dan Bijaksana. Allah swt
meminta kepada manusia untuk menerima dan rela dengan ketentuan-Nya terhadap
perkara-perkara yang demikian dan meyakini bahwa semua itu berjalan sesuai
dengan ilmu dan kebijakan-Nya. didalam hal ini tidaklah ada ada dosa atau
perhitungan (hisab) bagi manusia.
Firman Allah swt :
لَا يُسْأَلُ عَمَّا
يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
Artinya : “Dia
tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.”
(QS. Al Anbiya : 23)
B. Saran
Sejalan dengan simpulan
di atas, penulis merumuskan saran sebagai berikut:
1. Kita
sebagai manusia hendaknya mensyukuri anugrah dan nikmat yang telah diberikan
oleh Allah SWT dan tidak boleh mengingkarinya.
2. Kita
sebagai manusia hendaknya tidak melawan takdir Allah SWT.
3. Kita
sebagai manusia hendaknya memiliki iman yang kuat sehingga kita tidak akan
terpengaruh oleh lingkungan kita yang tidak baik.
4. Kita
sebagai manusia hendaknya selalu memikirkan baik buruknya atau halal haramnya
setiap tindakan yang akan kita lakukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Budi.(05
Januari 2010).Operasi Ganti Kelamin.[online].tersedia:
http://konsultasi.wordpress.com/2010/01/05/operasi-ganti-kelamin/
[15
Januari 2010]
An Najah, Ahmad Zain.(08
Januari 2010).Status Waria dan Hukum
Operasi Kelamin.[online].tersedia:http://www.hidayatullah.com/konsultasi/fiqih/10332-status-waria-dan-hukum-operasi-kelamin.html
[15
Januari 2010]
Arie.(11
Oktober 2009).Mengganti Alat Kelamin Pria.[online].tersedia:
http://tanyasaja.detik.com/pertanyaan/29673-mengganti-alat-kelamin-pria
[15
Januari 2010]
Suciati.(09
Januari 2010).Bukan Kelamin yang Harus
Diganti.[online].tersedia: http://www.cybermq.com/berita/detail/islamic-world/3355/bukan-kelamin-yang-harus-diganti--moslem.html
[15
Januari 2010]
Hasan.(19
Juli 2007).Homoseksualitas Kawin Sejenis
atau Ganti Kelamin.[online].tersedia: http://muhsinlabib.wordpress.com/2007/07/19/homoseksualitas-kawin-sejenis-atau-ganti-kelamin/ [15 Januari
2010]
Dzar,
Ibnu.(26 Desember 2009).Inilah Beda Ulama
dan Uskup Menyikapi Operasi Ganti Kelamin.[online].tersedia:http://www.al-khilafah.co.cc/2009/12/inilah-beda-ulama-dan-uskup-menyikapi.html [15 Januari
2010]
Zulkarnain.(26
Desember 2009).Ubah Kelamin Haram.[online].tersedia:
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=76802:ubah-kelamin-haram&catid=77&Itemid=131 [15 Januari
2010]
Ayra.(11
Januari 2010).Hukum Indonesia Melihat
Kasus Pengesahan Status WNI yang Mengganti Kelamin.[online].tersedia: http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20091229220443AA70N6p [15 Januari
2010]
Utomo,
Setiawan Budi.(12 Agustus 2009).Fenomena
Transgender dan Hukum Operasi Ganti Kelamin.[online].tersedia:http://www.dakwatuna.com/wap/index-wap2.php?p=3427 [15 Januari
2010]
Ma’ruf,
Farid.(05 Januari 2010).Operasi Plastik
dan Ganti Kelamin.[online].tersedia: http://www.scribd.com/doc/17067442/Operasi-Plastik-Dan-Ganti-Kelamin
[15
Januari 2010]
Dani.(27
Desember 2009).Ganti Kelamin Haram.[online].tersedia:
http://www.forumbebas.com/printthread.php?tid=99685 [15 Januari
2010]
Marzoeki,
Djohansjah.(30 Desember 2009).Mengganti
Kelamin Manusia Adalah Karya Seni Rupa.[online].tersedia: http://www.voa-islam.com/news/indonesia/2009/12/30/2302/profdrdjohansjahmengganti-kelamin-manusia-adalah-karya-seni-rupa/ [15 Januari
2010]
Gunawan,
Deden.(31 Desember 20090.Urusan Tuhan,
MUI Tak Mau Keluarkan Fatwa.[online].tersedia: http://www.detiknews.com/read/2009/12/31/172250/1269727/159/urusan-tuhan-mui-tak-mau-keluarkan-fatwa
[15
Januari 2010]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar