Kamis, 02 Februari 2012

Antara HIV/AIDS, Kondomisasi dan Kampanye Seks Bebas


Antara HIV/AIDS, Kondomisasi dan Kampanye Seks Bebas
Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Hukum Kesehatan


STIKes


Disusun oleh :
Eka Puspita Wulandari
NPM. 020090019


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN  RESPATI TASIKMALAYA
PROGRAM DIPLOMA III KEBIDANAN
2011
LEMBAR PENGESAHAN/PENERIMAAN

Makalah ini telah diterima pada hari.....................tanggal..............................
Oleh Dosen Mata Kuliah Hukum Kesahatan





Setiawan, S.H, M.Kes.

















KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan hidayah–Nya penulis telah mampu menyelesaikan makalah berjudul “Antara HIV/AIDS, Kondomisasi dan Kampanye Seks Bebas”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Kesehatan.
HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit yang di akibatkan oleh seks bebas. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain lain).Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar benar bisa disembuhkan. Dan salah satu penanganannya adalah dengan cara kondomisasi.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1.    Bapak Setiawan, S.H, M.Kes., selaku dosen mata kuliah yang telah membantu penulis selama menyusun makalah ini.
2.    Ibu dan Bapak yang telah memberikan support selama ini kepada penulis.
3.    Rekan – rekan seangkatan yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini.
4.    Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu per satu.
Semoga Allah swt. Memberikan balasan yang berlipat ganda.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistmatika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Amin.

Tasikmalaya, 11 April 2011


Penyusun
















ABSTRAK

Maraknya perilaku seks bebas, khususnya di kalangan remaja, berbanding lurus dengan infeksi HIV/AIDS. Data Kemenkes pada pertengahan 2010, di Indonesia mencapai 21.770 kasus AIDS positif dan 47.157 kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun (48,1 persen) dan usia 30-39 tahun (30,9 persen). Kasus penularan HIV/AIDS terbanyak ada di kalangan heteroseksual (49,3 persen) dan IDU atau jarum suntik (40,4 persen).
Fenomena free sex di kalangan remaja tak hanya menyasar pada kalangan pelajar, tapi juga jamak didapati di kelompok mahasiswa. Dari 1.660 responden mahasiswi di kota pelajar Jogjakarta, sekitar 37 persen mengaku sudah kehilangan kegadisannya. Di samping masalah seks pranikah, remaja dihadapkan pada dua masalah besar lainnya yang terkait dengan penularan HIV/AIDS, yakni aborsi dan penyalahgunaan narkoba.
Data di atas merupakan cermin, betapa sudah sedemikian bobroknya moral generasi penerus hingga tindakan yang jelas-jelas melanggar agama makin merebak. Seks bebas, aborsi dan kecanduan narkoba adalah perbuatan maksiat yang dilarang agama, namun terbukti telah menjadi gaya hidup sebagian besar remaja. Akibatnya, penyakit mematikan AIDS pun menjadi ancaman generasi penerus ini.
Jumlah kasus yang terdata seperti dipaparkan di atas, tentunya belum mencerminkan keadaan sebenarnya, melainkan sebagai fenomena gunung es. Realitas di lapangan angkanya pasti jauh lebih banyak, mengingat belum semua orang dengan HIV/Aids (ODHA) terdeteksi. Di antaranya karena keengganan memeriksakan diri.
Dalam memperingati hari AIDS sedunia, berbagai gerakan penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS diadakan. Dari kampanye kondomisasi yang diikuti pembagian kondom gratis di mall mall, pusat perbelanjaan, jalanan, sampai di tempat pelacuran (diperhalus dengan bahasa menyesatkan, lokalisasi). Ada juga kampanye harm reduction, dan program hidup sehat bersama orang dengan HIV/AIDS (ODHA) serta gerakan gerakan lainnya. Namun, yang perlu dicatat dari program program tersebut adalah tidak mengakomodir nilai Islam, agama yang dianut mayoritas penduduk negeri ini, bahkan sangat bertentangan.
Jika diperhatikan, gerakan kondomisasi atau penggunaan kondom, jelas terlihat sebagai upaya untuk membenarkan seks bebas atau perzinahan tanpa khawatir terjadi kehamilan atau terkena penyakit menular, di antaranya HIV/AIDS.
Maka cara menaggulanginya adalah dengan kembali kepada ajaran Islam. Bagi pemerintah menjadikan syariat Islam sebagai undang-undang untuk mengatur negeri ini, di antaranya dalam menanggulangi wabah HIV/AIDS. Bagi pribadi muslim, menjalani hidup dengan menjalankan syariat Islam, menjalankan perintah dan menjauhi larangannya.













BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Tanggal 1 Desember adalah Hari AIDS se – Dunia diperingati. Tahun 2007, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ditunjuk sebagai koordinator pelaksanaan peringatan Hari AIDS se – Dunia. Di Tanah Air, untuk pertama kalinya, sebuah kampanye berskala nasional bertajuk “Pekan Kondom Nasional” (PKN) 2007 diselenggarakan, yaitu pada 1 – 8 Desember 2007. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman dan penggunaan kondom sebagai salah satu cara untuk mengatasi Infeksi Menular Seksual (IMS), khususnya HIV. HIV adalah Human Immuno Deficiency Virus, suatu virus yang menyerang sel darah putih manusia dan menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh sehingga tubuh mudah terserang (terinfeksi) penyakit. Adapun AIDS adalah Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu timbulnya sekumpulan gejala penyakit yang terjadi karena kekebalan tubuh menurun akibat adanya virus HIV di dalam darah.
Karena itu, di Semarang, misalnya, KPA Kota Semarang mengisi Peringatan Hari AIDS se – Dunia antara lain dengan membagikan 5.000 kondom secara gratis kepada sopir dan kernet truk di Terminal Mangkang, Semarang. Menutur ketua KPA, Pembagian ini adalah bagian dari upaya antisipasi merebaknya HIV/AIDS di Kota Semarang. Beliau juga mengatakan, salah satu penyebab penyebaran epidemi HIV/AIDS sangat cepat karena belum optimalnya penggunaan kondom pada pelanggan wanita pekerja seks (WPS).
Terkait dengan HIV/ADIS ini, data dari aktivis kesehatan menunjukkan bahwa hingga Maret 2007 ada 8.988 kasus AIDS dan 5.640 kasus HIV di Indonesia. Yang mengejutkan, 57 persen kasus terjadi di usia remaja, yakni 15 tahun hingga 29 tahun. Sebagian besar, yakni 62 persen, terinfeksi narkotika yang menggunakan jarum suntik dan 37 persen dari seks tidak aman.
 Banyak orang di dunia yang yakin betul bahwa penularan virus HIV bisa ditangkal dengan penggunaan kondom. Berbagai kampanye dan argumentasi dikemukakan kepada khalayak agar mau menggunakan kondom sebagai ’senjata pamungkas’ melawan virus ganas itu.
Keyakinan tersebut ternyata tidak beralasan. Prof. Dr. Dadang Hawari pernah menuliskan hasil rangkuman beberapa pernyataan dari sejumlah pakar tentang kondom sebagai pencegah penyebaran HIV/AIDS. Prof. Dadang Hawari meyakini, dari data data tersebut di atas jelaslah bahwa kelompok yang menyatakan kondom 100 persen aman merupakan pernyataan yang menyesatkan dan kebohongan.

B.   Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang Masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS ?
2.    Apa yang dimaksud dengan Kondomisasi?
3.    Apa yang dimaksud dengan Seks Bebas?
4.    Bagaimana hubungan antara HIV/AIDS, Kondomisasi dan Seks Bebas?

C.  Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1.   Pengertian HIV/AIDS
2.   Pengertian Kondomisasi
3.   Pengertian Seks Bebas
4.   Hubungan antara HIV/AIDS, Kondomisasin dan Seks Bebas

D.  Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan dasar Kesehatan Indonesia, secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi :
1.   Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang HIV/AIDS, Kondomisasi dan Seks Bebas.
2.   Pembaca atau Dosen, Sebagai media informasi tentang hubungan tersebut baik secara teoritis maupun secara praktis.

E.   Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskritif. Melalu metode ini kami menguraikan permasalahn yang dibahas secara jelas. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan teknik studi pustaka, artinya penulis mengambil data melalui kegiatan membaca berbagai sumber yang relefan dengan tema makalah. Data tersebut di olah dengan teknik analisis isi melalui kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks tema makalah.




BAB II
PEMBAHASAN
A.  HIV/AIDS
1.    Pengertian
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus – virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain – lain).Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar – benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus – virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan – cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub – Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub – Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang – kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
Allah swt berfirman dalam Al – Qur’an:                                      
إن الله لا يظلم الناس شيئا ولكن الناس أنفسهم يظلمون
" Sesungguhnya Allah tidak berbuat dzalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat dzalim kepada diri mereka sendiri. (QS. Yunus: 44).
Penyakit HIV/AIDS yang sangat ditakuti oleh masyarakat, bukanlah merupakan penyakit "Kutukan Tuhan" sebagaimana pandangan sebagaian masyarakat. Melainkan penyakit biasa sebagaimana penyakit – penyakit lainnya.
Penyakit HIV/AIDS diatas lebih banyak di takuti oleh masyarakat karena hingga ditulisnya buku ini penyakit tersebut belum ada obatnya. Penyakit tersebut muncul dikarenakan perbuatan manusia yang melanggar terhadap syari'ah yang telah di tetapkan.
Penyakit HIV/AIDS selain ditimbulkan oleh mereka yang melanggar syari'ah agama (menyalahgunakan narkoba dengan menggunakan jarum suntik dan seks yang tidak sehat) juga bisa karena factor ketidak sengajaan. Misalnya: Istri yang baik – baik (shalihah) bisa terkena HIV jika bergaul dengan suaminya yang suka melacur dan pelacurnya terinfeksi HIV, atau seorang petugas kesehatan yang menggunakan jarum suntik bekas digunakan menyuntik seseorang yang terinfeksi HIV. Dan masih banyak factor lainnya.
Oleh karena itu jalan yang paling baik untuk mencegah tertularnya penyakit HIV/AIDS yang sangat menakutkan tersebut adalah dengan menjahui perbuatan zina dan menyalahgunaan narkoba.
2.    Penyebab
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
Tanpa terapi antiretrovirus, rata – rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi.Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda – beda pula. Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata – rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata – rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.
3.    Gejala
Seperti yang telah disebutkan pada pengertian HIV/AIDS bahwa rata – rata perkembangan infeksi virus HIV menjadi AIDS adalah 2 – 10 tahun. Pada saat seseorang tersebut tidak menunjukkan gejala apapun dan merasa sehat – sehat saja. Bahkan seseorang tersebut tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi virus HIV.
Setelah 2 – 10 tahun terinfeksi barulah timbul gejala – gejala infeksi, misalnya infeksi jamur oportunistik atau timbulnya herpes zoster (cacar ular). Hal ini disebabkan karena jumlah sel T4 seseorang menurun dari sekitar 1000 sel per ml darah sebelum terinfeksi hingga 200 sampai 300 per ml darah setelah terinfeksi.
Namun pada kasus seseorang tersebut telah menderita AIDS, maka terjadi gejala – gejala:
a.     Demam serta berkeringat terutama pada malam hari
b.    Pembengkakan kelenjar (alat kelamin)
c.     Kedinginan
d.    Rasa lelah berkepanjangan
e.     Nyeri badan
f.     Penurunan berat badan secara drastis
g.    Sesak nafas dan batuk berkepanjangan
h.    Diare berkepanjangan
i.      Timbul bercak merah kebiru – biruan pada kulit
j.      Menurunnya kesadaran penderita
4.    Tahapan HIV/AIDS
Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan system tahapan untuk pasien yang terinfeksi HIV.
Tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
a.     Stadium I
Penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan sebagai AIDS.
b.    Stadium II
Meliputi manifestasi mucocutaneus minor dan infeksi – infeksi saluran pernafasan bagian atas yang tidak sembuh – sembuh.
c.     Stadium III
Meliputi diare kronik yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru – paru.
d.    Stadium IV
Meliputi Toksoplasmosis pada otak, kandidiasis pada saluran tenggorok (oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paru – paru (bronchi) atau paru – paru dan sarcoma Kaposi. Penyakit HIV digunakan sebagai indicator AIDS.
5.    Penularan Seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.
Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub – Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau Chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi Chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofaga.
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV – 1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.
6.    Diagnosis
Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian, kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang, sistem World Health Organization untuk infeksi HIV digunakan dengan memakai data klinis dan laboratorium; sementara di Negara – Negara maju digunakan sistem klasifikasi Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.
7.    Pencegahan
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan – cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara umum dapat diabaikan.
8.    Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
a.    Cara langsung, yaitu isolasi virus dari sample. Umumnya dengan menggunakan mikroskop electron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus adalah dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
b.    Penggunaan PCR antara lain untuk :
1)    Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga menghambat pemeriksaan serologis.
2)    Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif.
3)    Tes pada kelompok resiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
4)    Tes konfirmasi untuk HIV – 2 sebab sensitivitas ELISA untuk HIV – 2 rendah.
5)    Cara tidak langsung, yaitu dengan melihat respons zat anti spesifik. Tes, misalnya:
a)    ELISA, sensitivitasnya tinggi (98,1 – 100%). Biasanya memberikan hasil positif 2 – 3 bulan sesudah terinfeksi. Hasil positif harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan Western blot.
b)   Western Blot, spesifisitas tinggi (99,6 – 100%). Namun, pemeriksaan ini cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan ELISA positif.
c)    Immunofluorescent assay (IFA).
d)   Radioimmunopraecipitation assay (RIPA).
9.    Terapi
Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan yang memungkinkan seseorang sembuh dari infeksi virus HIV. Tetapi pengobatan ini hanya mampu untuk menghambat pertumbuhan virus HIV. Yaitu dengan :
a.    Obat – obat anti HIV, misalnya azidotimidin (AZT), yang menghambat enzim reverse transcriptase dan tampaknya efektif untuk menurunkan jumlah infeksi yang diidap pasien AIDS.
b.    Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat – obatan serta merokok.
c.    Menghindari infeksi lain, karena infeksi tersebut dapat mengaktifkan sel T dan dapat mempercepat replikasi HIV.
d.   Terapi untuk kanker dan infeksi spesifik apabila penyakit – penyakit tersebut muncul.

B.   Kondomisasi
Kondom adalah alat kontrasepsi yang dapat digunakan untuk mencegah kehamilan, mengatur jarak lahir dan penularan penyakit kelamin pada saat bersenggama. Kondom dibagi 2 jenis yaitu untuk pria dan wanita serta biasa terbuat dari karet latex dan dipakaikan pada alat kelamin dalam keadaan ereksi sebelum bersenggama.
HIV/AIDS dapat dicegah dengan tidak melakukan hubungan seks sama sekali atau melakukan hubungan seks yang aman serta tidak menggunakan narkoba (bergantian jarum suntik). Namun, apabila sudah menjadi penderita HIV/AIDS, virus tersebut dapat dicegah penularannya. Dengan bergulirnya fenomena penyebaran HIV hampir di seluruh wilayah Indonesia, pemerintah daerah di setiap provinsi berusaha untuk mencari jalan keluar guna mencegah penyebaran virus tersebut lebih lanjut. Jalan keluar yang dimaksud adalah pembuatan kebijakan – kebijakan maupun program – program pencegahan penyebaran HIV/AIDS. Hal tersebut sejalan dengan instruksi Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla dalam sambutannya di acara puncak peringatan Hari AIDS Sedunia di Istana Wapres (1 Desember 2006 lalu). Beliau secara terbuka memberikan instruksi kepada seluruh pemerintah daerah untuk melakukan kampanye kondom (kondomisasi), misalnya, meskipun cara ini kemungkinan dinilai tidak populis di masyarakat.


Penggunaan kondom adalah cara terakhir dalam upaya pencegahan penularan HIV melalui hubungan seks. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk sosialisasi penggunaan kondom, masih saja terdapat hambatan-hambatan yang datang dari berbagai pihak.
Penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi pria guna membatasi angka kelahiran dan mendukung program keluarga berencana (KB) di Indonesia masih terkendala norma sosial. Hambatan sosial itu berupa stigma yang ada di tengah masyarakat bahwa pengguna kondom bukanlah orang baik – baik. Pandangan negatif ini membuat target BKKBN untuk mencapai 578.000 akseptor KB pada tahun ini dengan metode kondom laki – laki belum mencapai hasil memuaskan.
Banyak mitos tentang kondom yang membuat orang ragu menggunakannya. Agar tak salah kaprah, ketahui fakta dan dapatkan manfaatnya:
1.    Mitos:  Tetap bisa hamil meski menggunakan kondom
Fakta: Penggunaan kondom sebenarnya lebih untuk mengurangi risiko terjadinya kehamilan. Jadi, risiko tetap ada meski presentasenya kecil, terutama jika kondom pecah atau bocor.
2.    Mitos:  Kondom mengurangi kenikmatan seksual
Fakta: Kondom pada masa kini sudah mengalami banyak perubahan dan perbaikan. Kondom terbuat dari material yang tipis, elastis, dan awet sehingga sama sekali tidak mengurangi tingkat sensitivitas kulit. Kondom juga tersedia dalam berbagai pilihan warna dan rasa yang dapat membuat permainan cinta Anda dan pasangan jadi lebih menyenangkan. Jadi, tak perlu khawatir.
3.    Mitos: Kondom menimbulkan alergi
Fakta: Kebanyakan kondom terbuat dari lateks. Namun, hanya 1 – 3 persen orang yang alergi terhadap bahan ini. Toh ada pula kondom yang terbuat dari nonlateks. Orang yang alergi terhadap lateks bisa memilih kondom berbahan baku polyurethane. Mana lebih baik? Tenang, kedua jenis kondom ini terbukti sama efektifnya.
4.    Mitos: Kondom lebih baik digunakan bersama krim, pelumas, dan gel.
Fakta: Sebaiknya Anda tidak mempercayai mitos ini. Pasalnya, gel dan krim tertentu, termasuk baby oil dan hand body, justru dapat menyebabkan rasa gatal, terbakar, ataupun reaksi alergi lain. Zat-zat di dalam gel dan krim tersebut juga dapat merusak kondom. Bahkan, krim dan pelumas mengandung minyak yang dapat menciptakan lubang pada lateks dengan sangat cepat. Jika ingin tetap menggunakan pelumas, pastikan Anda mengenakan kondom yang terbuat dari bahan polyurethane karena aman digunakan bersama minyak dan pelumas berbahan dasar air.
5.    Mitos: Memasang kondom "meredupkan" ereksi pasangan
Fakta: Mitos ini memang berlaku pada sejumlah orang. Namun, kebanyakan lelaki tetap bisa mempertahankan ereksi selama 15 detik saat kondom menyentuh Mr P mereka. Namun, bagi Anda yang memiliki pasangan bermasalah dengan kondom, ada banyak cara untuk tidak "membunuh" reaksinya. Pertama, buka dulu kemasan kondom sebelum acara bercinta dimulai. Lalu, tempatkan kondom di samping tempat tidur sebelum pasangan melakukan penetrasi. Sebaiknya Andalah yang memasangkan kondom karena sentuhan Anda yang akan membuat Mr P tetap berdiri seperti yang diinginkan.

C.  Seks Bebas
Seks bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan diluar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia prostitusi. Seks bebas bukan hanya dilakukan oleh kaum remaja bahkan yang telah berumah tangga pun sering melakukannya dengan orang yang bukan pasangannya. Biasanya dilakukan dengan alasan mencari variasi seks ataupun sensasi seks untuk mengatasi kejenuhan.
Seks bebas sangat tidak layak dilakukan mengingat resiko yang sangat besar. Pada remaja biasanya akan mengalami kehamilan diluar nikah yang memicu terjadinya aborsi. Ingat aborsi itu sangatlah berbahaya dan beresiko kemandulan bahkan kematian. Selain itu tentu saja para pelaku seks bebas sangat beresiko terinfeksi virus HIV yang menyebabkan AIDS, ataupun penyakit menular seksual lainnya.
Pada orang yang telah menikah, seks bebas dilakukan karena mereka mungkin hanya sekedar having fun. Biasanya mereka melakukan perselingkuhan denga orang lain yang bukan pasangan resminya, bahkan ada juga pasangan suami istri yang mencari orang ketiga sebagai variasi seks mereka. Ada juga yang bertukar pasangan. Semua kelakuan diatas dapat dikategorikan seks bebas dan para pelakunya sangat berisiko terinfeksi virus HIV.
Seks bebas merupakan tingkah laku yang di dorong oleh hasrat seksual yang di tujukan dalam bentuk tingkah laku. Faktor – factor yang menyebabkan seks bebas karena adanya pertentangan dari lawan jenis, adanya tekanan dari keluarga dan teman. Dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat, dari 5% ada tahun 1980 – an menjadi 20% di tahun 2000. Telah di lakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan remaja tentang seks bebas di Desa Paya Bakung Dusun I B Kecamatan Hamparan Perak yahun 2006. penelitian ini menggunakan kuesioner yang di ajuka responden dengan jumlah sample 42 responden. Hasil penelitian yang terlibat pergaulan tidak baik sebanyak 80,9% sedangkan remaja yang memperoleh sumber informasi tentang seks bebas sebanyak 47,6%dan remaja yang keadaan ekonominya baik sebanyak 35,6% serta remaja yang berpengetahuaan cukup tentang seks bebas sebanyak 43% sedangkan baik dan kurang masing – masing sebanyak 28,5. Dapat di tarik kesimpulan bahwa kurangnya pengetahuaan remaja tentang seks bebas disebabkan karena kurangnya kesadaran remaja tentang keadaannya dan tidak ada keterbukaan antara orang tua dan anaknya.
Berita di republika mengutip hasil survey Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Survey di lakukan pada 2003 di lima kota, di antarannya Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta. Hasil survey PKBI, yang juga di kutip Media Indonesia, menyatakan pula bahwa sebanyak 85% remaja berusia 13 – 15 tahun mengaku telah berhubungn seks dengan pacar mereka. Ironisnya, menurut Direktur Eksekutif PKBI, hubungan seks itu di lakukan di rumah sendiri rumah tempat mereka berlindung. Sebanyak 50% dari remaja itu mengaku menonton media pornografi. Dan beberapa remaja mengatakan bahwa berhubungan seks bebas di luar nikah itu umumnya di lakukan atas suka sama suka. Hanya sekitar 9% dengan alasan ekonomi “Jadi, bukan alasan ekonomi”.
Dunia remaja adalah dunia terindah kata sebagian besar orang. Dunia remaja adalah peralihan dari dunia anak – anak menjadi dunia dewasa. Kata orang tua dulu, inilah generasi tersulit yang dihadapi, Penuh dengan gejolak, pencarian identitas diri. Jika orang tua tidak pandai – pandai mengawasi dan memandu, maka bisa – bisa jalan salah yang diambil dan akan ditempuh oleh generasi remaja. Negara juga sendiri menyadari akan besarnya bahaya yang mengintai bagi kalangan remaja yang merupakan penerus kejayaan dan kebanggan bagi bangsa di masa – masa mendatang. Sayang seribu sayang, banyak sekali masalah dan tantangan yang dihadapi oleh para orang tua dalam mengurus anak – anak remajanya. Globalisasi dituding sebagai biang dari segala masalah itu (dalam kacamata orang tua). Walau dalam perspektif anak – anak remaja, mereka banyak bersyukur karena globalisasi tersebut.

Sex bebas adalah salah satu icon penting dalam globalisasi yang kadang – kadang dimengerti sebagai pola pembaratan pada negara timur (Westernisasi). Sudah sedemikian parah, sampai – sampai banyak orang tua mengeluhkan. Betapa prihatinnya kalangan alim ulama. Betapa mudahnya generasi sekarang terjerumus ke pergaulan bebas hingga menjurus sex bebas. Akibatnya sungguh tidak memperihatinkan. Banyak kaum muda yang terpaksa kawin karena "MBA”.
Kebiasaan main perempuan (berbuat zina) merupakan salah satu dari kebiasaan pada sebagaian masyarakat. Hal ini terbukti dengan masih eksisnya beberapa tempat pelacuran di Negara kita yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam.
Negara kita yang mayoritas penduduknya muslim ini, merupakan salah satu negara yang memiliki tempat pelacuran terbesar jika dibandingkan dengan Negara – Negara di Asia lainnya. Ini adalah merupakan prestasi yang memalukan bagi umat Islam.
Islam telah melarang mendekati perbuatan di atas, sebagaimana firmannya:
ولا تقـربوا الزنا إنه كان فاحشة وساء سبيـلا
" Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk". ( QS. Al – Isra': 32).
ولا تكرهوا فتياتكم على البغاء إن أردن تحصنا لتبتغوا عرض الحياة الدنيا ومن يكرهن فإن الله من بعد إكراههن غفور رحيم
" Dan janganlah kamu paksa budak – budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barang siapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa (itu)". (QS. An – Nur: 33).
Dari kedua ayat di atas, Allah swt menjelaskan kepada hambanya, bahwa segala bentuk perbuatan mendekati kepada zina (main perempuan) pelacuran dan seterusnya itu dilarang. Sebagai akibat dari perbuatan di atas adalah munculnya penyakit HIV/AIDS yang hingga sekarang belum ditemukan obatnya.
Akibat – akibat lain dari seks bebas di kalangan remaja ini pun berbagai macam, terkena HIV/AIDS, PMS (Penyakit Menular Seksual), KTD (Kehamilan yang Tidak Diinginkan) hingga aborsi (seperti yang disebutkan tadi) yang dapat menyebabkan cacat permanen atau berujung pada kematian.
Akibat psikologis yang seringkali terlupakan ketika melakukan hal ini sebenarnya adalah: rasa bersalah, marah, sedih, sesal, malu, kesepian, tidak punya bantuan, bingung, stres, benci diri sendiri, benci orang yang terlibat, takut tidak jelas, insomnia, kehilangan percaya diri, gangguan makan, kehilangan konsentrasi, depresi, berduka, tidak punya pengharapan, cemas, tidak memaafkan diri sendiri, takut hukuman tuhan, mimpi buruk, merasa hampa, halusinasi, sulit mempertahankan hubungan.
Lalu berikut beberapa alasan kenapa hal ini bisa terjadi :
1.    Tidak bisa mengatakan ‘tidak’:
a.    Biasanya karena merasa takut diputus hubungan oleh pacarnya. Cara untuk mempertahankan hubungan tersebut. Padahal biasanya, sehabis itu pacar akan lari juga.
b.    Pacar sudah membujuk rayu sedemikian rupa, sampai akhirnya tidak bisa menolak. Setelah itu, siapa yang akan bertanggung jawab?
c.    Biasanya dijadikan alasan sebagai pembuktian cinta. Sebenarnya kalau benar – benar cinta, akan menjaga supaya hubungan seks dilakukan setelah menikah.
2.    Merasa bukan anak gaul
Dengan pernah melakukan seks, dianggap ‘Gaul’. Salah besar padahal. Akan tetapi, banyak remaja yang punya konsep diri rendah tetap melakukannya supaya dianggap ‘Gaul’.
3.    Bisnis
Prostitusi semakin merebak, sekedar iming – iming Blackberry dapat membuat remaja melakukannya. Di beberapa daerah, remaja juga dijadikan alat bisnis oleh orang tuanya atau juga karena masalah kemiskinan.
4.    Nilai agama yang berkurang
Kalau dulu, pegangan tangan lawan jenis saja, kayaknya tabu sekali. Agama yang dijadikan alasan. Katanya secara agama tidak boleh. Tapi, apakah sekarang mungkin sudah biasa? Ajarannya masih sama, akan tetapi nilai – nilainya mungkin sudah mulai bergeser kali tampaknya.
5.    Tayangan tv
Kalau yang ini tidak perlu ditanyakan lagi. Dicekokin tiap hari dengan tayangan sinetron, infotainment, film, dll. Apa tidak rusak jadinya? Minimal membuat remaja ada keinginan ingin mencoba? Semoga tidak terjadi kejadian ini.
6.    Gaya hidup
Akhirnya ada beberapa orang malah sudah menjalaninya sebagai gaya hidup. Sudah biasa saja. Akan tetapi, bukan berarti tidak ada tapi memang masih banyak remaja yang mempunyai sikap dan prinsip yang kuat dengan rumus ini :
PACARAN + CINTA = PERNIKAHAN, baru kemudian SEKS



Ada beberapa bahaya seks bebas dan akibatnya, antara lain:
1.    Beberapa penyakit yang siap mendatangi seperti, herpes, HIV Aids, Raja singa, dan penyakit lainnya.
2.    Hamil di luar pernikahan akan menimbulkan permasalahan baru, apabila masih kuliah atau sekolah tentu saja orang tua akan sangat kesal. Dan remaja pun takut untuk jujur kepada orang tua dan pasangannya, akhirnya memutuskan untuk melakukan dosa baru yaitu aborsi.
3.    Apabila menikah di usia muda, permasalahan yang belum siap dihadapi akan datang, seperti masalah keungan, masalah kebiasaan, masalah anak.
4.    Nama baik keluarga akan tercoreng. Keluarga akan menghadapi masalah yang diperbuat apabila mendapatkan efek buruk dari seks bebas ini.
5.    Apabila hamil dan pasangan tidak mau bertanggung jawab, apa yang akan dilakukan?. Akan banyak pikiran buruk yang akan mengganggu. Seperti ingin bunuh diri, berpikir tidak rasional yang mengakibatkan gangguan mental atau gila.
Beberapa kota metropolitan beberapa remaja sudah mulai “esek-esek”, walaupun kebanyakan secara sembunyi-sembunyi. Memang kegiatan seks yang dianggap lepas kontrol masih sering dirasakan sebagai ancaman. Karena itu seks bebas dijadikan bahan pembicaraan lagi oleh beberapa pakar.
Namun, selama ini, apa yang dimaksud dengan seks bebas itu jarang dibicarakan rinci. Apakah seks diluar nikah sama dengan seks bebas. Apakah segala bentuk penyelewengan seks menurut norma bisa dikatakan seks bebas?
Apakah bila seseorang melakukan hubungan seks satu kali belum menikah bisa disebut, melakukan seks bebas? Apakah perempuan yang berperut buncit di pesta pernikahannya hanya karena berhubungan seks dengan satu orang saja bisa dikatakan telah berseks bebas, dan disamakan dengan pria yang telah dari ranjang satu keranjang lainnya dengan beberapa wanita?
Selama ini, yang disebut seks terkontrol, berdasarkan agama dan peradaban, adalah seks dengan satu orang sesudah menikah. Seks di luar nikah sering dikaitkan dengan seks bebas dengan tindakan yang tak beradab, memang manusia punya kontrol, punya asa dan budaya.
Oleh karena itu manusia menganggap dirinya tidak berbudaya, birahi seks pun jadi sesuatu yang rasional, dilandaskan hukum dan kontrol. Tetapi walaupun binatang bisa kawin tanpa nikah, bentuk dan praktik mereka tidak lepas dari suatu kontrol. Kalau hukum dan kontrol dianggap sebagai buah kebudayaan dan menandakan masyarakat yang tidak primitif, binatang pun mempunyai satu hukum. Dan hukum rimba adalah satu hukum yang beradab. Karena bila hukum rimba tidak dipatuhi, rantai makanan akan morat-marit. Ekologi akan hancur.
Walau tidak mengenal nikah binatang juga mempunyai aturan kawin. Mereka tidak akan kawin sembarangan. Mereka melakukannya pada musim-musim tertentu dan juga punya aturan serta upacara yang cukup rumit dalam berhubungan seks. Sepasang merak, misalnya, harus mencari selama beberapa lama sebelum kawin.
Jadi, tidak saja birahi seks, tetapi kontrol dan hukum adalah bagian dari naluri juga. Karena itulah, seperti berlanjutnya kontrol dan hukum dalam hidup manusia, naluritas seks juga seharusnya diberi perhatian. Namun yang ditekankan dalam kehidupan manusia sekarang adalah kontrol dan hukum akan birahi seks. Seakan-akan kontrol dan hukum adalah irasional. Jadinya, kontrol dan hukum itu dapat menguasai dan melebihi birahi seks. Akibatnya adalah peraturan seks yang serba kaku dan melibatkan kutukan moral bagi para pelanggarnya.
Bahaya seks bebas memang bisa menakutkan. Dan bahaya seks bebas sering kali dibahas dan disebut-sebut. Tetapi, pengutukan akan segala, bentuk seks bebas dan pelarangan kolot akan seks juga menimbulkan resiko lain yang akan dibahas. Karena seks adalah kebutuhan naluri manusia, kontrol yang yang ketat akan seks malah akan menimbulkan pencuri. Seperti juga orang yang kurang makan akan mencuri dan orang yang kurang uang akan mencuri. Dari curi-mencuri ini, yang dirugikan terutama dari pihak wanita.
Perempuan bisa dideteksi keperawananya dengan mudah. Mereka mempunyai selaput dara. Karenanya bayak kisah lelaki yang mengeluh karen istrinya sudah tak berselaput dara pada malam pertama. Lalu lelaki? Mereka hanya bisa jadi pencuri yang baik. Lari tanpa jejak dan tanpa resiko. Dan bisa pura-pura jadi manusia yang ‘beradab’ lagi setelah mencuri.

D.  Antara HIV/AIDS, Kondomisasi dan Seks Bebas
Berkenaan dengan Hari AIDS Sedunia 1 Desember, tahun ini mengambil tema ‘peningkatan hak dan akses pendidikan untuk semua guna menekan laju epidemi HIV di Indonesia menuju tercapainya tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Pendidikan berkualitas diyakini mampu membantu generasi muda untuk membentengi diri dari berbagai macam penyakit, termasuk HIV/AIDS sejak usia dini. Karena itu pendidikan pencegahan HIV/AIDS secara berkelanjutan perlu mendapatkan prioritas sebagai bagian dari upaya untuk mencapai target MDGs tahun 2015. Lantas pendidikan seperti apa yang mampu mencegah penularan HIV/AIDS?
Sejatinya, upaya pencegahan penularan HIV/AIDS terus gencar dilakukan. LSM – LSM telah banyak yang memberikan edukasi kepada mereka – mereka yang rentan terkena HIV/AIDS. Seperti penyuluhan pada para pelaku seks aktif, seperti Pekerja Seks Komersial (PSK).  Pengetahuan tentang HIV/AIDS pun telah dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan. Misalnya dikemas dalam materi Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dan disosialisasikan ke sekolah – sekolah.
Sayang, materi penyuluhan tentang HIV/AIDS untuk masyarakat umum maupun pelajar itu minus muatan moral dan agama. Bahkan faktor moral dan agama sengaja dihilangkan dan sama sekali tabu dibicarakan, karena menurut mereka, HIV/AIDS sekadar fakta medis yang tidak bisa dikait – kaitkan dengan moral dan agama.
Ini karena dalam pandangan mereka, tidak semua ODHA adalah para pelaku tindak amoral seperti pelaku seks bebas. Ada anak yang tertular HIV/AIDS dari ibunya, atau istri baik – baik tertular dari suaminya. Jadi, dalam logika ini, memasukkan nilai – nilai moral atau agama hanya akan memvonis ODHA sebagai pelaku tindak amoral. Karena itu ODHA dibela habis – habisan. Bahkan sengaja dibaurkan dengan masyarakat sehat, sehingga upaya pencegahan penularan HIV menjadi tak ada artinya.
Padahal, akar munculnya penyakit HIV/AIDS memang terkait dengan perilaku sosial yang erat kaitannya dengan moral. Sebab jika ditelusuri, munculnya HIV/AIDS terjadi karena aktivitas sosial yang menyimpang dari tuntunan agama.
Ingat, virus mengerikan ini pertama kali ditemukan tahun 1978 di San Fransisco Amerika Serikat pada kalangan homoseksual, suatu perilaku yang ditentang dalam agama manapun. Di Indonesia kasus HIV/AIDS ini pertama kali ditemukan pada turis asing di Bali tahun 1981. Kita tahu, bagaimana perilaku seks turis asing, meski tak semuanya memang penganut seks bebas. Karena itu, minusnya muatan agama dalam kurikulum penyuluhan HIV/AIDS dipastikan tidak akan membuat upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS efektif. Bahkan, bisa dibilang sia – sia. Buktinya, makin gencar pencegahan HIV, makin meluas penularannya.
Sementara itu, gagasan pencegahan HIV/AIDS yang bersumber dari UNAIDS (United Nation Acquired Immune Deficiency Syndrome) dan WHO melalui PBB juga tampak tidak mengakar. Dalam kampanye pencegahan HIV/AIDS, ada istilah ABCD. Ringkasnya, A = Abstinence alias jangan berhubungan seks, B = Be faithfull alias setialah pada pasangan, C = Condom alias pakailah kondom, atau D = no use Drugs atau hindari obat – obatan narkotika.
Solusi yang ditawarkan tampaknya bagus. Namun, pada realitasnya program kondomisasi lebih menonjol. Padahal, orang bodoh pun tahu bahwa menyodorkan komdom sama saja dengan menyuburkan seks bebas. Apalagi, faktanya kondom justru dibagi – bagikan di lokasi – lokasi prostitusi, hotel dan tempat – tempat hiburan yang rentan terjadinya transaksi seks. Apa namanya kalau bukan menganjurkan seks bebas?
Selanjutnya, karena penularan HIV/AIDS banyak terjadi pada pengguna narkoba terutama suntik, maka untuk mencegah penggunaan narkoba, para pecandunya diberi solusi dengan substitusi metadon. Metadon adalah turunan dari narkoba (morfin, heroin dkk) yang mempunyai efek adiktif (nyandu) dan menyebabkan “loss control” (tidak mampu mengendalikan diri). Dengan dalih agar tidak menggunakan narkoba suntik  metadon pun ditempuh karena metadon melalui mulut.  Padahal, “loss control” dapat menyebabkan perilaku seks bebas sebagai transmisi utama penularan virus HIV/AIDS.
Lebih ironis lagi adalah legalisasi penggunaan jarum suntik pada pecandu narkoba, dengan dalih agar tidak terjadi penggunaan jarum suntik secara bersama – sama. Padahal, langkah ini justru akan melestarikan penggunaan narkoba suntik. Siapa yang bisa menjamin jarum suntik akan digunakan sendiri? Sebab, fakta menunjukkan pengguna narkoba biasanya hidup berkelompok.
Jelaslah, solusi ala PBB itu tidak memberantas faktor penyebab utama (akar masalah) atau menghilangkan media penyebarannya yaitu seks bebas, namun justru melestarikannya. Jangan heran jika virus HIV/AIDS ini makin merajalela. Buktinya, tiap tahun angkanya meningkat. Sampai – sampai ada kecurigaan segelintir kalangan, bahwa HIV/AIDS sengaja dipelihara sebagai upaya genocide terselubung etnis tertentu (baca: umat Islam).
Media utama penularan HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh karena itu pencegahannya harus dengan menghilangkan praktik seks bebas itu sendiri. Hal ini bisa dilakukan melalui pendidikan Islam yang menyeluruh dan komprehensif, dimana setiap individu muslim dipahamkan untuk kembali terikat pada hukum – hukum Islam dalam interaksi sosial (nizhom ijtima’i/aturan sosial).
Seperti larangan mendekati zina dan berzina itu sendiri, larangan khalwat (berdua – duaan laki perempuan bukan mahram, seperti pacaran), larangan ikhtilat (campur baur laki perempuan), selalu menutup aurat, memalingkan pandangan dari aurat, larangan masuk rumah tanpa izin, larangan bercumbu di depan umum, dll. Sementara itu, kepada pelaku seks bebas, segera jatuhi hukuman setimpal agar jera dan tidak ditiru masyarakat umumnya. Misal pezina dirajam, pelaku aborsi dipenjara, dll.
Di sisi lain, seks bebas muncul karena maraknya rangsangan – rangsangan syahwat. Untuk itu, segala rangsangan menuju seks bebas harus dihapuskan. Negara wajib melarang pornografi – pornoaksi, tempat prostitusi, tempat hiburan malam dan lokasi maksiat lainnya. Industri hiburan yang menjajakan pornografi dan pornoaksi harus ditutup. Semua harus dikenakan sanksi. Pelaku pornografi dan pornoaksi harus dihukum berat, termasuk perilaku menyimpang seperti homoseksual.
Sementara itu, kepada penderita HIV/AIDS, negara harus melakukan pendataan konkret. Negara bisa memaksa pihak – pihak yang dicurigai rentan terinveksi HIV/AIDS untuk diperiksa darahnya. Selanjutnya penderita dikarantina, dipisahkan dari interaksi dengan masyarakat umum. Karantina dimaksudkan bukan bentuk diskriminasi, karena negara wajib menjamin hak – hak hidupnya. Bahkan negara wajib menggratiskan biaya pengobatannya, memberinya santunan selama dikarantina, diberikan akses pendidikan, peribadatan, dan  keterampilan.
Di sisi lain, negara wajib mengerahkan segenap kemampuannya untuk membiayai penelitian guna menemukan obat HIV/AIDS. Dengan demikian, diharapkan penderita bisa disembuhkan.
Demikianlah, pencegahan seks bebas ini bisa efektif jika masyarakat dididik dan dipahamkan kembali untuk berpegang teguh pada ajaran agama. Masyarakat yang paham bahwa hubungan seks adalah sakral dan hanya bisa dilakukan dengan pasangan sah melalui pernikahan akan membentuk kehidupan sosial yang sehat.
Dan ada salah kaprah yang sangat mendasar terkait dengan HIV/AIDS di negeri ini yaitu pengaitan norma, moral dan agama secara langsung. Padahal, dari aspek medis (catatan: HIV/AIDS adalah fakta medis karena bisa diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran) sama sekali tidak ada kaitan langsung antara norma, moral, dan agama dengan penularan HIV.
Penularan HIV melalui hubungan seks (bisa) terjadi di dalam ikatan nikah yang sah dan di luar ikatan nikah jika salah satu atau kedua – duanya pasangan yang melakukan hubungan seks HIV – positif dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali melakukan sanggama. Ini adalah kondisi hubungan seks. Sebaliknya, kalau satu pasangan dua – duanya HIV negatif maka tidak ada risiko penularan HIV biar pun hubungan seks dilakukan di luar ikatan nikah. Ini adalah sifat hubungan seks.
Jika penularan HIV terjadi karena hubungan seks di luar nikah, seperti zina, melacur, ‘kumpul kebo’, dll. maka setiap orang yang pernah zina tentulah sudah mengidap HIV. Ada fakta terkait dengan penularan HIV melalui hubungan seks. Penelitan menunjukkan risiko tertular HIV melalui hubungan seks tanpa kondom dengan orang yang HIV – positif adalah 1:100. Artinya, dari 100 kali hubungan seks hanya satu kali kemungkinan tertular. Persoalannya adalah tidak ada yang bisa memastikan pada hubungan seks yang keberapa terjadi penularan. Bisa saja terjadi pada hubungan seks yang pertama, kelima, ketujuh puluh, dst.
Benar – benar menyedihkan dan sekaligus memalukan kalau menyambut hari HIV/AIDS dilakukan dengan cara membagi – bagi kondom yang secara langsung berkaitan dengan seks bebas, berganti – ganti pasangan. Apa arti Pancasila dengan Ketuhanan Yang Maha Esa di sila pertama? Kenapa yang digalakkan justru kondomisasi alat kelamin laki – laki, dan bukannya digalakkan seruan mendekatkan diri kepada Tuhan, disadarkan apa arti dosa bagi manusia di akherat nanti? Bukankah “katanya” Pancasila itu way of life bangsa Indonesia, dan bukan hanya way of life para ulama? Celakanya, bangsa kita sudah ketularan ikut – ikutan dengan apa yang dilakukan oleh Negara – Negara lain yang memang sudah terbiasa dengan seks bebas. Seperti itukah budaya nenek moyang yang kita banggakan itu? Akan lebih seru lagi jika Ibu Meutia Hatta juga tidak ingin para wanita didiskriminasikan, dan kemudian menuntut “kondomisasi” alat kelamin wanita untuk menyambut hari HIV/AIDS ini. Dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi kita layak untuk meniru Negara – Negara maju, tetapi dalam hal agama, moral dan akhlak jangan pernah!!! Rupa-rupanya Pancasila hanya dibutuhkan pada waktu akan memberi pidato sambutan dalam sesuatu upacara belaka. Setelah itu,no way.
Tanggal 1 Desember lalu baru saja Hari AIDS se – Dunia diperingati. Tahun ini, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ditunjuk sebagai koordinator pelaksanaan peringatan Hari AIDS se-Dunia. Di Tanah Air, untuk pertama kalinya, sebuah kampanye berskala nasional bertajuk “Pekan Kondom Nasional” (PKN) 2007 diselenggarakan, yaitu pada 1 – 8 Desember 2007. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman dan penggunaan kondom sebagai salah satu cara untuk mengatasi Infeksi Menular Seksual (IMS), khususnya HIV. HIV adalah Human Immuno Deficiency Virus, suatu virus yang menyerang sel darah putih manusia dan menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh sehingga tubuh mudah terserang (terinfeksi) penyakit. Adapun AIDS adalah Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu timbulnya sekumpulan gejala penyakit yang terjadi karena kekebalan tubuh menurun akibat adanya virus HIV di dalam darah.
Selama sepekan, agenda PKN 2007 terdiri dari serangkaian kegiatan antara lain pembagian kondom gratis. ”Pekan Kondom Nasional ini diharapkan akan meningkatkan lingkungan yang kondusif bagi penggunaan kondom,” ungkap Christopher Purdy, Country Director DKT Indonesia.
Karena itu, di Semarang, misalnya, KPA Kota Semarang mengisi Peringatan Hari AIDS se – Dunia antara lain dengan membagikan 5.000 kondom secara gratis kepada sopir dan kernet truk di Terminal Mangkang, Semarang. “Pembagian ini adalah bagian dari upaya antisipasi merebaknya HIV/AIDS di Kota Semarang,” kata Ketua KPA Kota Semarang Soemarmo hari ini. Dia juga mengatakan, salah satu penyebab penyebaran epidemi HIV/AIDS sangat cepat karena belum optimalnya penggunaan kondom pada pelanggan wanita pekerja seks (WPS).
Terkait dengan HIV/ADIS ini, data dari aktivis kesehatan menunjukkan bahwa hingga Maret 2007 ada 8.988 kasus AIDS dan 5.640 kasus HIV di Indonesia. Yang mengejutkan, 57 persen kasus terjadi di usia remaja, yakni 15 tahun hingga 29 tahun. Sebagian besar, yakni 62 persen, terinfeksi narkotika yang menggunakan jarum suntik dan 37 persen dari seks tidak aman.
Banyak orang di dunia yang yakin betul bahwa penularan virus HIV bisa ditangkal dengan penggunaan kondom. Berbagai kampanye dan argumentasi dikemukakan kepada khalayak agar mau menggunakan kondom sebagai ’senjata pamungkas’ melawan virus ganas itu.
Keyakinan tersebut ternyata tidak beralasan. Prof. Dr. Dadang Hawari pernah menuliskan hasil rangkuman beberapa pernyataan dari sejumlah pakar tentang kondom sebagai pencegah penyebaran HIV/AIDS. Berikut sebagian pernyataan tersebut:
1.    Direktur Jenderal WHO Hiroshi Nakajima (1993), “Efektivitas kondom diragukan.”
2.    Penelitian Carey (1992) dari Division of Pshysical Sciences, Rockville, Maryland, USA: Virus HIV dapat menembus kondom.
3.    Laporan dari Konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang Mai, Thailand (1995): Penggunaan kondom aman tidaklah benar. Pada kondom (yang terbuat dari bahan latex) terdapat pori-pori dengan diameter 1/60 mikron dalam keadaan tidak meregang; dalam keadaan meregang lebar pori – pori tersebut mencapai 10 kali. Virus HIV sendiri berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian, virus HIV jelas dengan leluasa dapat menembus pori – pori kondom.
4.    V Cline (1995), profesor psikologi dan Universitas Utah, Amerika Serikat, “Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya, berarti mereka telah tersesatkan.”
5.    Hasil penelitian Prof. Dr. Biran Affandi (2000): Tingkat kegagalan kondom dalam KB mencapai 20%. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan dari Prof. Dr. Haryono Suyono (1994) bahwa kondom dirancang untuk KB dan bukan untuk mencegah virus HIV/AIDS. Dapat diumpamakan, besarnya sperma seperti ukuran jeruk garut, sedangkan kecilnya virus HIV/AIDS seperti ukuran titik. Artinya, kegagalan kondom untuk program KB saja mencapai 20%, apalagi untuk program HIV/AIDS tentu akan lebih besar lagi tingkat kegagalannya.
Prof. Dadang Hawari meyakini, dari data – data tersebut di atas jelaslah bahwa kelompok yang menyatakan kondom 100% aman merupakan pernyataan yang menyesatkan dan kebohongan. Maka, setiap kali melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti – ganti atau dengan seseorang yang sering berganti – ganti pasangan tetap berisiko tertular HIV. Ini bisa terjadi karena ada kemungkinan salah satu dari mereka HIV – positif.
Dalam artikel “AIDS, Kondomisasi dan Kampanye Seks Bebas[BULETIN AL-ISLAM EDISI 382 di http://hizbut-tahrir.or.id/2007/12/04/aids-kondomisasi-dan-kampanye-seks-bebas] disebutkan: “Padahal seks bebaslah penyebab utama merebaknya HIV/AIDS, di samping penyalahgunaan narkoba.” Ini tidak akurat karena tidak ada kaitan langsung antara ’seks bebas’ (baca: zina) dengan penularan HIV. Penyalahgunaan narkoba juga tidak ada kaitannya secara langsung dengan penularan HIV.
Penularan HIV di kalangan penyalahguna narkoba hanya terjadi pada penggunaan narkoba dengan jarum suntik yang dipakai secara bersama-sama dengan bergiliran dan bergantian. Kalau seorang diri menyalahugunakan narkoba tidak ada risiko tertular HIV. Penyalahgunaan narkoba tanpa jarum suntik juga tidak ada risiko tertular HIV. Penularan HIV di kalangan pengguna narkoba dengan suntikan bisa terjadi kalau salah satu di antara mereka ada yang HIV – positif. Kalau semuanya HIV – negatif maka tidak ada risiko penularan HIV biar pun mereka memakai jarum bergantian. Ini fakta.
Dalam tulisan “Ironi Pencegahan HIV” di http://www.ezharadio.com/kajian-muslim/160-ironi-pencegahan-hiv.html disebutkan untuk menghindari penularan HIV yaitu “Hindari yang namanya Free Sex alias seks bebas atau perzinaan, kemaksiatan dan penggunaan khamr (termasuk narkoba).” Ya, ini juga ngaco bin ngawur. Cara lain untuk mencegah penularan HIV disebutkan: “Semua jenis industri seks bebas dan narkoba harus diberantas habis. Selain itu, tentu harus ada jaminan dari pemerintah dong mengenai lapangan pekerjaan yang layak dan halal bagi para pelaku bisnis haram tersebut.”
Di negara yang menjadikan kitab suci sebagai UUD yang secara de jure dan de facto tidak ada industri seks dan minuman beralkohol tetap saja ada kasus HIV/AIDS. Saya kutip utuh informasi tentang AIDS di Arab Saudi: “The Saudi government reported that in 2008 the number of AIDS patients in Saudi Arabia was 13,926 with 3,538 Saudis. An estimated 505 were Saudi females and 769 non – Saudi women. About 80 percent got the virus through sexual activity, 15 percent through blood transfusions and 5 percent unknown. Most AIDS victims are between the ages of 15 and 49, which is a disaster in a young country like ours.” [http://saudiwriter.blogspot.com/2010/01/saudi-arabia-takes-step-backward-in.html]
Dalam artikel: “Kesalahan Paradigma: Awal Kegagalan Penanganan Epidemi HIV – AIDS di Dunia dan Indonesia” [Faizatul Rosyidah, Dokter Klinik Kampus IAIN Sunan Ampel, http://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/cetak/faizatul-rosyidah-dokter-klinik-kampus-iain-sunan-ampel-kesalahan-paradigma-awal-kegagalan-penanganan-epidemi-hiv-aids-di-dunia-dan-indonesia 1/12/2009] disebutkan “Inilah yang menjadi bukti bahwa penyakit berbahaya ini berasal dari kalangan berperilaku seks bebas dan menyimpang. Selanjutnya, budaya seks bebas pula yang menjadi sarana penyebaran virus HIV/AIDS secara cepat dan meluas di Amerika hingga ke seluruh penjuru dunia. Peranan seks bebas dalam penularan HIV/AIDS ini dibenarkan oleh laporan survey CDC Desember 2002 dan hal ini semakin jelas terlihat dari pola penularan HIV/AIDS ke seluruh dunia.”
Lagi – lagi informasi yang disampaikan tidak akurat. Setelah WHO meresmikan HIV sebagai penyebab AIDS (1986) dan alat dan reagent tes HIV sudah ada maka kasus – kasus kematian yang tidak diketahui penyebabnya kembali diteliti. Di Negara – Negara maju kalau ada kasus kematian yang penyebabnya tidak bisa dikenali dari aspek medis maka darah dan bagian tubuh yang meninggal disimpan. Salah satu contoh darah di sebuah rumah sakit di Eropa Barat yang disimpan sejak tahun 1954 ternyata menunjukkan hasil yang reaktif ketika dites dengan reagent tes HIV. Kasus AIDS pertama dideteksi di AS tahun 1981.
Penggunaan kata ‘menyimpang’ dalam kaitan dengan (hubungan) seks adalah bahasa moral. Dalam kaidah seks secara biologis tidak ada yang menyimpang. Kalau homoseks dan zina disebutkan sebagai penyimpangan seks maka analoginya adalah perselingkuhan, ‘kumpul kebo’, dll. juga penyimpangan.
Dalam artikel “MIRAS DAN FREE SEX REMAJA, Dalam Perspektif Sosial Budaya [Mudjahirin Thohir, http://staff.undip.ac.id/sastra/mudjahirin/2009/03/06/miras-dan-free-sex-remaja/ - 16/3-2009] juga disebutkan” menurut seksolog dokter Naek L. Tobing, seks bebas adalah kehidupan primitif. ‘Seks bebas terjadi sebelum agama – agama lahir’”. Wah, apakah di zaman Nabi Adam tidak ada agama? Apakah agama hanya ada di zaman nabi – nabi yang dikenal dengan ajaran agama saja? Pernyataan itu menyesatkan.
Jika sudah jelas penggunaan kondom tetap mengundang bahaya, lalu mengapa orang masih terus mengkampanyekan kondom? Tidak lain karena di balik kampanye kondom ada semacam pesan tersembunyi: “Bolehlah Anda melakukan hubungan seks bebas dengan siapa saja, asal memakai kondom.” Kira – kira begitulah pesan dari kampanye penggunaan kondom.
Akibatnya, kampanye kondom bakal semakin meningkatkan pergaulan seks bebas. Hal ini pernah diungkapkan oleh Mark Schuster dari Rand, sebuah lembaga penelitian nirlaba, dan seorang pediatri di University of California. Berdasarkan penelitian mereka, setelah kampanye kondomisasi, aktivitas seks bebas di kalangan pelajar pria meningkat dari 37% menjadi 50% dan di kalangan pelajar wanita meningkat dari 27% menjadi 32% (USA Today, 14/4/1998).
Itulah sebabnya, pakar AIDS, R Smith (1995), setelah bertahun – tahun meneliti ancaman AIDS dan penggunaan kondom, mengecam mereka yang telah menyebarkan safe sex dengan cara menggunakan kondom sebagai “sama saja dengan mengundang kematian”. Selanjutnya ia merekomendasikan agar risiko penularan/penyebaran HIV/AIDS diberantas dengan cara menghindari hubungan seksual di luar nikah.
Namun demikian, orang – orang sekular, khususnya para pemuja HAM dan demokrasi, tentu lebih merekomendasikan untuk menebar kondom gratis ketimbang memberantas pergaulan bebas dan pelacuran. Mungkin pikir mereka, itu lebih manusiawi karena tidak melanggar HAM.
Berbagai konferensi tentang HIV/AIDS diselenggarakan di seluruh dunia. Namun, tak satu pun konferensi itu yang bahkan di antaranya diprakarasai PBB mengeluarkan rekomendasi untuk mencegah perilaku dan kehidupan seks bebas. Bulan Agustus lalu (19-23 Agustus 2007), misalnya, lebih dari 2500 orang dari 60 negara di kawasan Asia dan Pasifik berkumpul dalam Konferensi Internasional AIDS Asia dan Pasifik (International Conference on AIDS in Asia and the Pacific, atau ICAAP) ke – 8 di Colombo, Sri Lanka. Pertemuan selama empat hari ini mendatangkan berbagai pembuat kebijakan, pejabat pemerintah, pakar medis, akademisi, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), pekerja komunitas dan media. Mereka membicarakan isu – isu seputar stigma dan diskriminasi, akses layanan bagi ODHA, pentingnya meyakinkan kembali para pimpinan politik untuk menepati janji mereka, serta memperluas layanan kesehatan bagi mereka yang terinfeksi HIV. Mereka juga saling bertukar pengalaman dan tantangan yang dihadapi, termasuk masalah hak asasi manusia, keamanan, gender dan seksualitas, serta keterlibatan ODHA yang lebih besar dalam program HIV/AIDS. Namun, tidak ada satu pun pembicaraan mereka itu mengarah pada akar penyebab penyebaran HIV/AIDS, yakni seks bebas (baca: zina). Padahal seks bebaslah penyebab utama merebaknya HIV/AIDS, di samping penyalahgunaan narkoba.
Mengapa perilaku dan kehidupan seks bebas sebagai penyebab utama penyebarluasan virus HIV/AIDS tidak mereka persoalkan? Alasan utamanya tentu karena perilaku seks bebas alias zina adalah salah satu perilaku yang dijamin dalam sistem demokrasi, sebagaimana yang diberlakukan di Indonesia saat ini. Di Indonesia, misalnya, salah satu buktinya adalah tidak adanya UU yang bisa menjerat pelaku perzinaan. Yang ada adalah pasal dalam KUHP yang terkait dengan delik pemerkosaan. Artinya, selama hubungan seks di luar nikah alias zina dilakukan suka sama suka maka hal itu tidak masalah. Wajar saja jika di Tanah Air lokalisasi pelacuran di berbagai tempat kerap dilegalkan, karena di sana transaksi seksual antara pelacur dan lelaki hidung belang memang dilakukan atas dasar suka sama suka.
Karena itu, satu – satunya solusi untuk mencegah penyebaran virus HIV/AIDS adalah dengan membuang demokrasi yang memang memberikan jaminan atas kebebasan berperilaku, termasuk seks bebas, sekaligus memberlakukan hukum Islam secara tegas, antara lain hukuman cambuk atau rajam atas para pelaku seks bebas (perzinaan). Allah SWT berfirman:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلاَ تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
“Pezina wanita dan pezina laki-laki, cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali cambukan, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kalian untuk (menjalankan) agama Allah jika kalian memang mengimani Allah, dan Hari Akhir.” (QS an – Nur [24]: 2).
Hukuman yang berat juga harus diberlakukan atas para pengguna narkoba. Sebab, di samping barang haram, narkoba terbukti menjadi alat efektif (mencapai 62%) dalam penyebarluasan HIV/AIDS.
Lebih dari itu, sudah saatnya Pemerintah dan seluruh komponen bangsa ini segera menerapkan seluruh aturan-aturan Allah (syariah Islam) secara total dalam seluruh aspek kehidupan. Hanya dengan itulah keberkahan dan kebaikan hidup tanpa AIDS dan berbagai bencana kemanusiaan lainnya akan dapat direngkuh dan ridha Allah pun dapat diraih. Wallâhu a’lam bi ash – shawâb.

















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.    HIV/AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus – virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain – lain).Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia.
2.    Kondomisasi
Kondom adalah alat kontrasepsi yang dapat digunakan untuk mencegah kehamilan, mengatur jarak lahir dan penularan penyakit kelamin pada saat bersenggama. Kondom dibagi 2 jenis yaitu untuk pria dan wanita serta biasa terbuat dari karet latex dan dipakaikan pada alat kelamin dalam keadaan ereksi sebelum bersenggama.
Kondomisasi adalah salah satu program pemerintah baik di Indonesia maupun oleh PBB yang menganjurkan penggunaan kondom saat bersenggama dimana kondomisasi ini dengan cara mengkampanyekan kondom dan membagi – bagikan kondom kepada masyarakat.
3.    Seks Bebas
Seks bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan diluar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia prostitusi. Seks bebas bukan hanya dilakukan oleh kaum remaja bahkan yang telah berumah tangga pun sering melakukannya dengan orang yang bukan pasangannya. Biasanya dilakukan dengan alasan mencari variasi seks ataupun sensasi seks untuk mengatasi kejenuhan.
Pada orang yang telah menikah, seks bebas dilakukan karena mereka mungkin hanya sekedar having fun. Biasanya mereka melakukan perselingkuhan denga orang lain yang bukan pasangan resminya, bahkan ada juga pasangan suami istri yang mencari orang ketiga sebagai variasi seks mereka. Ada juga yang bertukar pasangan. Semua kelakuan diatas dapat dikategorikan seks bebas dan para pelakunya sangat berisiko terinfeksi virus HIV.
Seks bebas merupakan tingkah laku yang di dorong oleh hasrat seksual yang di tujukan dalam bentuk tingkah laku. Faktor – factor yang menyebabkan seks bebas karena adanya pertentangan dari lawan jenis, adanya tekanan dari keluarga dan teman.
4.    Antara HIV/AIDS, Kondomisasi, dan Kampanye Seks Bebas
Upaya pencegahan penularan HIV/AIDS terus gencar dilakukan. LSM – LSM telah banyak yang memberikan edukasi kepada mereka – mereka yang rentan terkena HIV/AIDS. Seperti penyuluhan pada para pelaku seks aktif, seperti Pekerja Seks Komersial (PSK).  Pengetahuan tentang HIV/AIDS pun telah dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan. Misalnya dikemas dalam materi Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dan disosialisasikan ke sekolah – sekolah. Sayang, materi penyuluhan tentang HIV/AIDS untuk masyarakat umum maupun pelajar itu minus muatan moral dan agama. Bahkan faktor moral dan agama sengaja dihilangkan dan sama sekali tabu dibicarakan, karena menurut mereka, HIV/AIDS sekadar fakta medis yang tidak bisa dikait – kaitkan dengan moral dan agama.
Jika penularan HIV terjadi karena hubungan seks di luar nikah, seperti zina, melacur, ‘kumpul kebo’, dll. maka setiap orang yang pernah zina tentulah sudah mengidap HIV. Ada fakta terkait dengan penularan HIV melalui hubungan seks. Penelitan menunjukkan risiko tertular HIV melalui hubungan seks tanpa kondom dengan orang yang HIV – positif adalah 1:100. Artinya, dari 100 kali hubungan seks hanya satu kali kemungkinan tertular. Persoalannya adalah tidak ada yang bisa memastikan pada hubungan seks yang keberapa terjadi penularan. Bisa saja terjadi pada hubungan seks yang pertama, kelima, ketujuh puluh, dst. Benar – benar menyedihkan dan sekaligus memalukan kalau menyambut hari HIV/AIDS dilakukan dengan cara membagi – bagi kondom yang secara langsung berkaitan dengan seks bebas, berganti – ganti pasangan.
Banyak orang di dunia yang yakin betul bahwa penularan virus HIV bisa ditangkal dengan penggunaan kondom. Berbagai kampanye dan argumentasi dikemukakan kepada khalayak agar mau menggunakan kondom sebagai ’senjata pamungkas’ melawan virus ganas itu.
Keyakinan tersebut ternyata tidak beralasan. Prof. Dr. Dadang Hawari pernah menuliskan hasil rangkuman beberapa pernyataan dari sejumlah pakar tentang kondom sebagai pencegah penyebaran HIV/AIDS. Berikut sebagian pernyataan tersebut:
a.    Direktur Jenderal WHO Hiroshi Nakajima (1993), “Efektivitas kondom diragukan.”
b.    Penelitian Carey (1992) dari Division of Pshysical Sciences, Rockville, Maryland, USA: Virus HIV dapat menembus kondom.
c.    Laporan dari Konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang Mai, Thailand (1995): Penggunaan kondom aman tidaklah benar. Pada kondom (yang terbuat dari bahan latex) terdapat pori-pori dengan diameter 1/60 mikron dalam keadaan tidak meregang; dalam keadaan meregang lebar pori – pori tersebut mencapai 10 kali. Virus HIV sendiri berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian, virus HIV jelas dengan leluasa dapat menembus pori – pori kondom.
d.   V Cline (1995), profesor psikologi dan Universitas Utah, Amerika Serikat, “Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya, berarti mereka telah tersesatkan.”
Hasil penelitian Prof. Dr. Biran Affandi (2000): Tingkat kegagalan kondom dalam KB mencapai 20%. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan dari Prof. Dr. Haryono Suyono (1994) bahwa kondom dirancang untuk KB dan bukan untuk mencegah virus HIV/AIDS. Dapat diumpamakan, besarnya sperma seperti ukuran jeruk garut, sedangkan kecilnya virus HIV/AIDS seperti ukuran titik. Artinya, kegagalan kondom untuk program KB saja mencapai 20%, apalagi untuk program HIV/AIDS tentu akan lebih besar lagi tingkat kegagalannya.
Prof. Dadang Hawari meyakini, dari data – data tersebut di atas jelaslah bahwa kelompok yang menyatakan kondom 100% aman merupakan pernyataan yang menyesatkan dan kebohongan. Maka, setiap kali melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti – ganti atau dengan seseorang yang sering berganti – ganti pasangan tetap berisiko tertular HIV. Ini bisa terjadi karena ada kemungkinan salah satu dari mereka HIV – positif.
Media utama penularan HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh karena itu pencegahannya harus dengan menghilangkan praktik seks bebas itu sendiri. Hal ini bisa dilakukan melalui pendidikan Islam yang menyeluruh dan komprehensif, dimana setiap individu muslim dipahamkan untuk kembali terikat pada hukum – hukum Islam dalam interaksi sosial (nizhom ijtima’i/aturan sosial). Seperti larangan mendekati zina dan berzina itu sendiri, larangan khalwat (berdua – duaan laki perempuan bukan mahram, seperti pacaran), larangan ikhtilat (campur baur laki perempuan), selalu menutup aurat, memalingkan pandangan dari aurat, larangan masuk rumah tanpa izin, larangan bercumbu di depan umum, dll. Sementara itu, kepada pelaku seks bebas, segera jatuhi hukuman setimpal agar jera dan tidak ditiru masyarakat umumnya. Misal pezina dirajam, pelaku aborsi dipenjara, dll.

B.   Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat disampaikan saran sebagai berikut:
1.    Memperbaiki niat dengan Firman Allah:  
walaa taqrabuz zinaa innahuu kaana faahisyatan wasaaa sabiilan, artinya: Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu keji dan jalan yang amat jahat.  Mendekati saja dilarang, terlebih – lebih larangan melakukannya. Inilah metode preventif yang paling efektif untuk memperbaiki niat.
2.    Dan mengenai membuat mekanisme penghalang kesempatan, yaitu:
a.    Menurut pasal 284 KUHP, yang diancam pidana paling lama 9 bulan hanya yang bermukah (overspel = keliwat main), yaitu laki-laki ataupun perempuan yang telah kawin yang melakukan zina (ayat 1), hanya delik aduan artinya tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami ataupun isteri yang tercemar (ayat 2), pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai (ayat 4). Pasal 284 tersebut harus diganti dengan undang-undang yang lebih efektif untuk mencegah hubungan seks secara liar. Betapa tidak! hubungan seks suka sama suka bagi yang masih gadis/bujang tidak dapat disentuh oleh pasal 284 KUHP. Juga uu itu bukan pezina saja yang mesti dituntut, akan tetapi orang ataupun badan usaha yang berbisnis seks harus pula mendapat sanksi yang keras untuk penggentar. Yaitu yang masih gadis/bujang dan pelacur yang belum bersuami dicambuk 100 kali, serta muncikari dan pengusaha bisnis seks selain dicambuk 100 kali ditambah pula dengan sanksi hukuman penjara minimal 10 tahun. Hidung belang yang telah diikat tali perkawinan serta pelacur yang bersuami dirajam.
b.    Arus globalisasi memperlancar datangnya wisatawan manca-negara (Wisman) yang menghasilkan devisa, tetapi membawa HIV. Jika terdapat dua kriteria yang saling bertentangan, yang dalam hal ini penghasil devisa dengan pembawa HIV, maka pendekatannya melalui tinjauan skala prioritas, yaitu sesuai dengan qaidah dalam ilmu fiqh, "menolak mudharat lebih diprioritaskan ketimbang menarik manfaat". Menolak HIV lebih diprioritaskan ketimbang memperoleh devisa.
c.    Pemda harus selektif mengeluarkan izin tempat-tempat hiburan malam dan memperketat pengawasannya, agar tempat hiburan malam tidak merupakan tempat maksiat pelacuran berselubung. Aktivitas ini tetap berlangsung, karena tidak ada aturan sanksinya menurut hukum dalam batas kewenangan Pemda. DPRD harus menterjemahkan nilai moral ke norma hukum ke dalam Peraturan Daerah yang mempunyai kekuatan yang mengikat dengan sanksi yang keras dan penutupan usaha maksiyat itu.
d.   Undang – Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi dengan sanksi yang keras.






DAFTAR PUSTAKA

M, Zainal. 2010. HIV/AIDS, SEX, dan GENDER. [Online]. Tersedia: http://blog.umy.ac.id/zains/2010/12/12/aids/. [18 April 2011].


Warga, Warta. 2010. Pengertian HIV/AIDS. [Online]. Tersedia: http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/05/pengertian-hivaids/. [18 April 2011].

Prita, Dinda. 2008. Kampanye Penggunaan Kondom di Indonesia. [Online]. Tersedia: http://isukesehatan.wordpress.com/2008/05/26/kampanye-penggunaan-kondom-di-indonesia/. [18 April 2011].
           

Republika. 2009. Pengertian dan Faktor – Faktor Seks Bebas. [Online]. Tersedia: http://sitidms.blogspot.com/2009/04/pengertian-dan-faktor-faktor-seks-bebas.html. [18 April 2011].


Republika. 2009. Seks Bebas yang  Terus Merajalela. [Online]. Tersedia: http://sitidms.blogspot.com/2009/04/seks-bebas-yang-terus-merajalela.html. [18 April 2011].
           

Dian. 2009. Apa Itu Seks Bebas?. [Online]. Tersedia: http://senibercinta.com/2009/12/apa-itu-seks-bebas/. [18 April 2011].
           

Munandar. 2008. Kondomisasi Alat Kelamin Laki – Laki. [Online]. Tersedia: http://www.gatra.com/komentar.php?cid=103277. [18 April 2011].


Setyo, Indra. 2007. AIDS, Kondomisasi, dan Kampanye Seks Bebas. [Online]. Tersedia: http://www.hizbut-tahrir.or.id/al-islam/index.php/2007/12/04/aids-kondomisasi-dan-kampanye-seks-bebas/#more-49. [11 April 2011].


Harahap, Syaiful. 2010. Kondomisasi dan Seks Bebas. [Online]. Tersedia: http://www.kompasiana.com/channel/humaniora/Kondomisasi-dan-seks-bebas/. [11 April 2011].


Ma’arif, Samsul. 2010. Bahaya Seks Bebas dan Akibatnya. [Online]. Tersedia: http://www.unjabisnis.net/2010/06/bahaya-seks-bebas-dan-akibatnya.html. [11 April 2011].


Mustika, Dewi. 2009. Seks Bebas Dikalangan Remaja. [Online]. Tersedia: http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=15300. [11 April 2011].


Vedder, Teguh. 2008. Sejarah Seks Bebas. [Online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1820763-sejarah-seks-bebas/. [11 April 2011].

Parakesit, Arli. 2008. Lebih Jauh dengan HIV/AIDS dan Penanganannya. [Online]. Tersedia: http://netsains.com/2008/02/lebih-jauh-dengan-hivaids-dan-penanggulanggannya/. [11 April 2011].

Nasya1924. 2010. Solusi Islam Mengatasi HIV/AIDS. [Online]. Tersedia: http://nasya1924.wordpress.com/2010/12/01/sebarkan-solusi-islam-mengatasi-hivaids/. [11 April 2011].


Mazaya, Hanin. 2008. MER – C Tolak Pekan Kondom Nasional. [Online]. Tersedia: http://www.arrahmah.com/index.php/news/read/2715/mer_c_tolak_pekan_kondom_nasional. [11 April 2011].




Burhani, Ruslan. 2011. KPA: Sunat Efektif Tekan Resiko Penularan HIV/AIDS. [Online]. Tersedia: http://www.antaranews.com/news/250459/kpa--sunat-efektif-tekan-resiko-penularan-hiv. [11 April 2011].


Harahap, Syaiful. 2007. HIV/AIDS Sebagai Fakta Medis. [Online]. Tersedia: http://www.berita8.com/read/2010/12/09/2/34213/Picu-Seks-Bebas,-Kondomisasi-Diharamkan---. [11 April 2011].


Muhammad, Rasyid Lahu. 2010. Kondomisasi Haram Dalam Islam. [Online]. Tersedia: http://rasyidlahu.blogspot.com/2010/07/kondomisasi-haram-dalam-islam.html. [11 April 2011].


Administrator. 2010. Cara Allah Memberi Pelajaran. [Online]. Tersedia: http://aids-ina.org/modules.php?name=News&file=article&sid=1518. [11 April 2011].


Arifin, M. 2008. HIV/AIDS Dalam Paradigma Islam. [Online]. Tersedia: http://alumnifiad.youneed.us/t39-hiv-aids-dalam-paradigma-islam. [11 April 2011].


Purwd. 2009. Penanggulangan HIV/AIDS Yang Menyesatkan. [Online]. Tersedia: http://www.voa-islam.com/muslimah/health/2009/12/01/1903/penanggulangan-hivaids-yang-menyesatkan/. [11 April 2011].


Anonim. 2010. Apa Itu HIV?. [Online]. Tersedia: http://aids-ina.org/modules.php?name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1&categories=HIV-AIDS. [11 April 2011].


Marina, Lia. 2009. Kondomisasi, Masalah Atau Solusi?. Tersedia: http://kantongdakwah.blogspot.com/2009/12/kondomisasi-masalah-atau-solusi.html. [11 April 2011].



1 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل

    BalasHapus