Antara HIV/AIDS, Kondomisasi
dan Kampanye Seks Bebas
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Hukum Kesehatan
Disusun oleh :
Eka Puspita Wulandari
NPM. 020090019
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RESPATI TASIKMALAYA
PROGRAM DIPLOMA III KEBIDANAN
2011
LEMBAR PENGESAHAN/PENERIMAAN
Makalah ini
telah diterima pada
hari.....................tanggal..............................
Oleh Dosen
Mata Kuliah Hukum Kesahatan
Setiawan, S.H, M.Kes.
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan hidayah–Nya
penulis telah mampu menyelesaikan makalah berjudul “Antara HIV/AIDS,
Kondomisasi dan Kampanye Seks Bebas”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Hukum Kesehatan.
HIV/AIDS
merupakan salah satu penyakit yang di akibatkan oleh seks bebas. Acquired
Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat
AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi
virus – virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain – lain).Virusnya sendiri bernama Human
Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan
terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan
yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini
belum benar – benar bisa disembuhkan. Dan salah satu penanganannya
adalah dengan cara kondomisasi.
Penulis
menyadari bahwa selama penulisan makalah ini penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1.
Bapak
Setiawan, S.H, M.Kes., selaku dosen mata kuliah yang telah membantu penulis
selama menyusun makalah ini.
2.
Ibu dan Bapak
yang telah memberikan support selama ini kepada penulis.
3.
Rekan – rekan
seangkatan yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan penyusunan makalah
ini.
4.
Semua pihak
yang tidak bisa penulis sebut satu per satu.
Semoga Allah swt. Memberikan balasan yang berlipat ganda.
Makalah ini bukanlah karya
yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal isi
maupun sistmatika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan bagi
pembaca. Amin.
Tasikmalaya, 11 April 2011
Penyusun
ABSTRAK
Maraknya perilaku seks bebas, khususnya di
kalangan remaja, berbanding lurus dengan infeksi HIV/AIDS. Data Kemenkes pada
pertengahan 2010, di Indonesia mencapai 21.770 kasus AIDS positif dan 47.157
kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun (48,1 persen) dan
usia 30-39 tahun (30,9 persen). Kasus penularan HIV/AIDS terbanyak ada di
kalangan heteroseksual (49,3 persen) dan IDU atau jarum suntik (40,4 persen).
Fenomena free sex di kalangan remaja tak hanya
menyasar pada kalangan pelajar, tapi juga jamak didapati di kelompok mahasiswa.
Dari 1.660 responden mahasiswi di kota pelajar Jogjakarta, sekitar 37 persen
mengaku sudah kehilangan kegadisannya. Di samping masalah seks pranikah, remaja dihadapkan
pada dua masalah besar lainnya yang terkait dengan penularan HIV/AIDS, yakni
aborsi dan penyalahgunaan narkoba.
Data di atas merupakan cermin, betapa sudah
sedemikian bobroknya moral generasi penerus hingga tindakan yang jelas-jelas
melanggar agama makin merebak. Seks bebas, aborsi dan kecanduan narkoba adalah
perbuatan maksiat yang dilarang agama, namun terbukti telah menjadi gaya hidup
sebagian besar remaja. Akibatnya, penyakit mematikan AIDS pun menjadi ancaman
generasi penerus ini.
Jumlah kasus yang terdata seperti dipaparkan di
atas, tentunya belum mencerminkan keadaan sebenarnya, melainkan sebagai
fenomena gunung es. Realitas di lapangan angkanya pasti jauh lebih banyak,
mengingat belum semua orang dengan HIV/Aids (ODHA) terdeteksi. Di antaranya
karena keengganan memeriksakan diri.
Dalam memperingati hari AIDS sedunia, berbagai gerakan
penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS diadakan. Dari kampanye kondomisasi yang
diikuti pembagian kondom gratis di mall – mall, pusat perbelanjaan, jalanan, sampai di
tempat pelacuran (diperhalus dengan bahasa menyesatkan, lokalisasi). Ada juga
kampanye harm reduction, dan program hidup sehat bersama orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) serta gerakan – gerakan lainnya. Namun, yang perlu dicatat dari program – program tersebut adalah
tidak mengakomodir nilai Islam, agama yang dianut mayoritas penduduk negeri
ini, bahkan sangat bertentangan.
Jika diperhatikan, gerakan kondomisasi atau
penggunaan kondom, jelas terlihat sebagai upaya untuk membenarkan seks bebas
atau perzinahan tanpa khawatir terjadi kehamilan atau terkena penyakit menular,
di antaranya HIV/AIDS.
Maka cara menaggulanginya adalah dengan kembali
kepada ajaran Islam. Bagi pemerintah menjadikan syariat Islam sebagai undang-undang
untuk mengatur negeri ini, di antaranya dalam menanggulangi wabah HIV/AIDS. Bagi pribadi
muslim, menjalani hidup dengan menjalankan syariat Islam, menjalankan perintah
dan menjauhi larangannya.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Tanggal 1 Desember adalah Hari AIDS se – Dunia
diperingati. Tahun 2007, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
ditunjuk sebagai koordinator pelaksanaan peringatan Hari AIDS se – Dunia. Di
Tanah Air, untuk pertama kalinya, sebuah kampanye berskala nasional bertajuk
“Pekan Kondom Nasional” (PKN) 2007 diselenggarakan, yaitu pada 1 – 8 Desember
2007. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman dan penggunaan kondom
sebagai salah satu cara untuk mengatasi Infeksi Menular Seksual (IMS),
khususnya HIV. HIV adalah Human Immuno Deficiency Virus, suatu virus
yang menyerang sel darah putih manusia dan menyebabkan menurunnya kekebalan
tubuh sehingga tubuh mudah terserang (terinfeksi) penyakit. Adapun AIDS adalah Acquired
Immune Deficiency Syndrome, yaitu timbulnya sekumpulan gejala penyakit yang
terjadi karena kekebalan tubuh menurun akibat adanya virus HIV di dalam darah.
Karena itu, di Semarang, misalnya, KPA
Kota Semarang mengisi Peringatan Hari AIDS se – Dunia antara lain dengan
membagikan 5.000 kondom secara gratis kepada sopir dan kernet truk di Terminal
Mangkang, Semarang. Menutur ketua KPA, Pembagian ini adalah bagian dari upaya antisipasi merebaknya HIV/AIDS di
Kota Semarang. Beliau juga mengatakan, salah satu penyebab penyebaran epidemi HIV/AIDS sangat
cepat karena belum optimalnya penggunaan kondom pada pelanggan wanita pekerja
seks (WPS).
Terkait dengan HIV/ADIS ini, data dari
aktivis kesehatan menunjukkan bahwa hingga Maret 2007 ada 8.988 kasus AIDS dan
5.640 kasus HIV di Indonesia. Yang mengejutkan, 57 persen kasus terjadi di usia
remaja, yakni 15 tahun hingga 29 tahun. Sebagian besar, yakni 62 persen,
terinfeksi narkotika yang menggunakan jarum suntik dan 37 persen dari seks
tidak aman.
Banyak orang di dunia
yang yakin betul bahwa penularan virus HIV bisa ditangkal dengan penggunaan
kondom. Berbagai kampanye dan argumentasi dikemukakan kepada khalayak agar mau
menggunakan kondom sebagai ’senjata pamungkas’ melawan virus ganas itu.
Keyakinan tersebut ternyata tidak
beralasan. Prof. Dr. Dadang Hawari pernah menuliskan hasil rangkuman beberapa
pernyataan dari sejumlah pakar tentang kondom sebagai pencegah penyebaran
HIV/AIDS. Prof. Dadang Hawari
meyakini, dari data – data tersebut di atas jelaslah bahwa
kelompok yang menyatakan kondom 100 persen aman merupakan pernyataan yang
menyesatkan dan kebohongan.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang Masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud
dengan HIV/AIDS ?
2.
Apa yang
dimaksud dengan Kondomisasi?
3.
Apa yang
dimaksud dengan Seks Bebas?
4.
Bagaimana
hubungan antara HIV/AIDS, Kondomisasi dan Seks Bebas?
C. Tujuan
Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini
disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1.
Pengertian
HIV/AIDS
2.
Pengertian
Kondomisasi
3.
Pengertian
Seks Bebas
4.
Hubungan
antara HIV/AIDS, Kondomisasin dan Seks Bebas
D. Kegunaan
Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan
kegunaan baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis makalah ini
berguna sebagai pengembangan dasar Kesehatan Indonesia, secara praktis makalah
ini diharapkan bermanfaat bagi :
1.
Penulis,
sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang
HIV/AIDS, Kondomisasi dan Seks Bebas.
2.
Pembaca atau Dosen, Sebagai media informasi tentang hubungan tersebut baik
secara teoritis maupun secara praktis.
E. Prosedur
Makalah
Makalah ini disusun
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode
deskritif. Melalu metode ini kami menguraikan permasalahn yang dibahas secara
jelas. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan teknik studi pustaka,
artinya penulis mengambil data melalui kegiatan membaca berbagai sumber yang
relefan dengan tema makalah. Data tersebut di olah dengan teknik analisis isi
melalui kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut
dalam konteks tema makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HIV/AIDS
1. Pengertian
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired
Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus – virus lain yang mirip yang
menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain – lain).Virusnya sendiri bernama
Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan
terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan
yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini
belum benar – benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus – virus sejenisnya umumnya ditularkan
melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran
darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan
vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui
hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik
yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau
menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan – cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal
dari Afrika Sub – Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS
diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari
2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan
kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni
1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan
dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3
juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah
anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub – Sahara,
sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber
daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi
tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan
tersebut tidak tersedia di semua negara.
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih
berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang – kadang
hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau
sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS
(ODHA).
Allah swt berfirman dalam Al – Qur’an:
إن الله لا يظلم
الناس شيئا ولكن الناس أنفسهم
يظلمون
"
Sesungguhnya Allah tidak berbuat dzalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi
manusia itulah yang berbuat dzalim kepada diri mereka sendiri. (QS.
Yunus: 44).
Penyakit HIV/AIDS yang sangat ditakuti
oleh masyarakat, bukanlah merupakan penyakit "Kutukan Tuhan"
sebagaimana pandangan sebagaian masyarakat. Melainkan penyakit biasa sebagaimana
penyakit – penyakit lainnya.
Penyakit HIV/AIDS diatas lebih banyak di
takuti oleh masyarakat karena hingga ditulisnya buku ini penyakit tersebut
belum ada obatnya. Penyakit tersebut muncul dikarenakan perbuatan manusia yang
melanggar terhadap syari'ah yang telah di tetapkan.
Penyakit HIV/AIDS
selain ditimbulkan oleh mereka yang melanggar syari'ah agama (menyalahgunakan
narkoba dengan menggunakan jarum suntik dan seks yang tidak sehat) juga bisa
karena factor ketidak sengajaan. Misalnya: Istri yang baik – baik (shalihah)
bisa terkena HIV jika bergaul dengan suaminya yang suka melacur dan pelacurnya
terinfeksi HIV, atau seorang petugas kesehatan yang menggunakan jarum suntik
bekas digunakan menyuntik seseorang yang terinfeksi HIV. Dan masih banyak
factor lainnya.
Oleh karena
itu jalan yang paling baik untuk mencegah tertularnya penyakit HIV/AIDS yang
sangat menakutkan tersebut adalah dengan menjahui perbuatan zina dan
menyalahgunaan narkoba.
2.
Penyebab
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi
HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem
kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofaga,
dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak
langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh
dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga
jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter darah, maka kekebalan
di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS.
Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul
gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa
jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
Tanpa terapi antiretrovirus, rata – rata lamanya
perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan
rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun
demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi,
yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhinya,
diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan
tubuh) dari orang yang terinfeksi.Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang
lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami
perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan
kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat
mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan genetik orang yang terinfeksi
juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap
beberapa varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk
yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang
berbeda – beda pula. Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat
memperpanjang rata – rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata – rata waktu
kemampuan penderita bertahan hidup.
3.
Gejala
Seperti yang telah disebutkan pada
pengertian HIV/AIDS bahwa rata – rata perkembangan infeksi virus HIV menjadi
AIDS adalah 2 – 10 tahun. Pada saat seseorang tersebut tidak menunjukkan gejala
apapun dan merasa sehat – sehat saja. Bahkan seseorang tersebut tidak menyadari
bahwa dirinya telah terinfeksi virus HIV.
Setelah 2 – 10 tahun terinfeksi barulah
timbul gejala – gejala infeksi, misalnya infeksi jamur oportunistik atau
timbulnya herpes zoster (cacar ular). Hal ini disebabkan karena jumlah sel T4
seseorang menurun dari sekitar 1000 sel per ml darah sebelum terinfeksi hingga
200 sampai 300 per ml darah setelah terinfeksi.
Namun pada kasus seseorang tersebut
telah menderita AIDS, maka terjadi gejala – gejala:
a.
Demam serta berkeringat terutama pada
malam hari
b.
Pembengkakan kelenjar (alat kelamin)
c.
Kedinginan
d.
Rasa lelah berkepanjangan
e.
Nyeri badan
f.
Penurunan berat badan secara drastis
g.
Sesak nafas dan batuk berkepanjangan
h.
Diare berkepanjangan
i.
Timbul bercak merah kebiru – biruan pada
kulit
j.
Menurunnya kesadaran penderita
4.
Tahapan HIV/AIDS
Pada
tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan
kondisi AIDS dengan memperkenalkan system tahapan untuk pasien yang terinfeksi
HIV.
Tahapan
tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Stadium I
Penyakit HIV tidak menunjukkan gejala
apapun dan tidak dikategorikan sebagai AIDS.
b.
Stadium II
Meliputi manifestasi mucocutaneus minor
dan infeksi – infeksi saluran pernafasan bagian atas yang tidak sembuh – sembuh.
c. Stadium
III
Meliputi diare kronik yang tidak jelas
penyebabnya yang berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah,
dan TBC paru – paru.
d. Stadium
IV
Meliputi Toksoplasmosis pada otak,
kandidiasis pada saluran tenggorok (oesophagus), saluran pernafasan (trachea),
batang saluran paru – paru (bronchi) atau paru – paru dan sarcoma Kaposi.
Penyakit HIV digunakan sebagai indicator AIDS.
5.
Penularan
Seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi
ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang
dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan
seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual
insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada
risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko
karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan
seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya
tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang
memudahkan transmisi HIV.
Penyakit menular seksual
meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan
jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya
penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan
sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub – Sahara, Eropa, dan
Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko
terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh
sifilis dan/atau Chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata,
walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing
nanah, infeksi Chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan
lokal limfosit dan makrofaga.
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan
penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi.
Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan
antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti
bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali
penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju
transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV – 1 karena perubahan
hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar
terhadap penyakit seksual. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat
terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.
6.
Diagnosis
Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul
untuk pengawasan epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World
Health Organization tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian, kedua sistem
tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk
penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif
ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang, sistem World Health Organization
untuk infeksi HIV digunakan dengan memakai data klinis dan laboratorium;
sementara di Negara – Negara maju digunakan sistem klasifikasi Centers
for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.
7.
Pencegahan
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam
tubuh ialah melalui hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau
jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama
periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan
pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat
catatan kasus infeksi dikarenakan cairan – cairan tersebut, dengan demikian
risiko infeksinya secara umum dapat diabaikan.
8.
Pemeriksaan
Penunjang
Diagnosis
laboratorium dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
a.
Cara langsung, yaitu isolasi virus dari sample.
Umumnya dengan menggunakan mikroskop electron dan deteksi antigen virus. Salah
satu cara deteksi antigen virus adalah dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
b.
Penggunaan PCR antara lain untuk :
1)
Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada
pada bayi sehingga menghambat pemeriksaan serologis.
2)
Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif.
3)
Tes pada kelompok resiko tinggi sebelum terjadi
serokonversi.
4)
Tes konfirmasi untuk HIV – 2 sebab sensitivitas ELISA
untuk HIV – 2 rendah.
5)
Cara tidak langsung, yaitu dengan melihat respons zat
anti spesifik. Tes, misalnya:
a)
ELISA, sensitivitasnya tinggi (98,1 – 100%). Biasanya
memberikan hasil positif 2 – 3 bulan sesudah terinfeksi. Hasil positif harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan Western blot.
b)
Western Blot, spesifisitas tinggi (99,6 – 100%).
Namun, pemeriksaan ini cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24
jam. Mutlak diperlukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan ELISA positif.
c)
Immunofluorescent assay (IFA).
d)
Radioimmunopraecipitation assay (RIPA).
9.
Terapi
Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan yang
memungkinkan seseorang sembuh dari infeksi virus HIV. Tetapi pengobatan ini
hanya mampu untuk menghambat pertumbuhan virus HIV. Yaitu dengan
:
a.
Obat – obat anti HIV, misalnya azidotimidin (AZT),
yang menghambat enzim reverse transcriptase dan tampaknya efektif untuk
menurunkan jumlah infeksi yang diidap pasien AIDS.
b.
Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat – obatan
serta merokok.
c.
Menghindari infeksi lain, karena infeksi tersebut
dapat mengaktifkan sel T dan dapat mempercepat replikasi HIV.
d.
Terapi untuk kanker dan infeksi spesifik apabila
penyakit – penyakit tersebut muncul.
B.
Kondomisasi
Kondom adalah alat kontrasepsi yang dapat digunakan untuk mencegah kehamilan,
mengatur jarak lahir dan penularan
penyakit kelamin pada saat bersenggama.
Kondom dibagi 2 jenis yaitu untuk pria dan wanita serta biasa terbuat dari karet
latex dan dipakaikan pada alat
kelamin dalam keadaan ereksi
sebelum bersenggama.
HIV/AIDS dapat
dicegah dengan tidak melakukan hubungan seks sama sekali atau melakukan
hubungan seks yang aman serta tidak menggunakan narkoba (bergantian jarum
suntik). Namun, apabila sudah menjadi penderita HIV/AIDS, virus tersebut dapat
dicegah penularannya. Dengan bergulirnya fenomena penyebaran HIV hampir di
seluruh wilayah Indonesia, pemerintah daerah di setiap provinsi berusaha untuk
mencari jalan keluar guna mencegah penyebaran virus tersebut lebih lanjut.
Jalan keluar yang dimaksud adalah pembuatan kebijakan – kebijakan maupun
program – program pencegahan penyebaran HIV/AIDS. Hal tersebut sejalan dengan
instruksi Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla dalam sambutannya di acara puncak
peringatan Hari AIDS Sedunia di Istana Wapres (1 Desember 2006 lalu). Beliau
secara terbuka memberikan instruksi kepada seluruh pemerintah daerah untuk
melakukan kampanye kondom
(kondomisasi), misalnya,
meskipun cara ini kemungkinan dinilai tidak populis di masyarakat.
Penggunaan
kondom adalah cara terakhir dalam upaya pencegahan penularan HIV melalui
hubungan seks. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
sosialisasi penggunaan kondom, masih saja terdapat hambatan-hambatan yang
datang dari berbagai pihak.
Penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi pria guna
membatasi angka kelahiran dan mendukung program keluarga berencana (KB) di
Indonesia masih terkendala norma sosial. Hambatan sosial itu berupa stigma yang
ada di tengah masyarakat bahwa pengguna kondom bukanlah orang baik – baik. Pandangan
negatif ini membuat target BKKBN untuk mencapai 578.000 akseptor KB pada tahun
ini dengan metode kondom laki – laki belum mencapai hasil memuaskan.
Banyak mitos tentang kondom yang membuat orang ragu
menggunakannya. Agar tak salah kaprah, ketahui fakta dan dapatkan manfaatnya:
1.
Mitos: Tetap
bisa hamil meski menggunakan kondom
Fakta: Penggunaan
kondom sebenarnya lebih untuk mengurangi risiko terjadinya kehamilan. Jadi,
risiko tetap ada meski presentasenya kecil, terutama jika kondom pecah atau
bocor.
2.
Mitos: Kondom
mengurangi kenikmatan seksual
Fakta:
Kondom pada masa kini sudah mengalami banyak perubahan dan perbaikan. Kondom
terbuat dari material yang tipis, elastis, dan awet sehingga sama sekali tidak
mengurangi tingkat sensitivitas kulit. Kondom juga tersedia dalam berbagai
pilihan warna dan rasa yang dapat membuat permainan cinta Anda dan pasangan
jadi lebih menyenangkan. Jadi, tak perlu khawatir.
3.
Mitos: Kondom menimbulkan alergi
Fakta:
Kebanyakan kondom terbuat dari lateks. Namun, hanya 1 – 3 persen orang yang
alergi terhadap bahan ini. Toh ada pula kondom yang terbuat dari nonlateks.
Orang yang alergi terhadap lateks bisa memilih kondom berbahan baku polyurethane.
Mana lebih baik? Tenang, kedua jenis kondom ini terbukti sama efektifnya.
4.
Mitos: Kondom lebih baik digunakan bersama krim,
pelumas, dan gel.
Fakta:
Sebaiknya Anda tidak mempercayai mitos ini. Pasalnya, gel dan krim tertentu,
termasuk baby oil dan hand body, justru dapat menyebabkan
rasa gatal, terbakar, ataupun reaksi alergi lain. Zat-zat di dalam gel dan krim
tersebut juga dapat merusak kondom. Bahkan, krim dan pelumas mengandung minyak
yang dapat menciptakan lubang pada lateks dengan sangat cepat. Jika ingin tetap
menggunakan pelumas, pastikan Anda mengenakan kondom yang terbuat dari bahan polyurethane
karena aman digunakan bersama minyak dan pelumas berbahan dasar air.
5.
Mitos: Memasang kondom "meredupkan" ereksi
pasangan
Fakta: Mitos
ini memang berlaku pada sejumlah orang. Namun, kebanyakan lelaki tetap bisa
mempertahankan ereksi selama 15 detik saat kondom menyentuh Mr P mereka. Namun,
bagi Anda yang memiliki pasangan bermasalah dengan kondom, ada banyak cara
untuk tidak "membunuh" reaksinya. Pertama, buka dulu kemasan kondom
sebelum acara bercinta dimulai. Lalu, tempatkan kondom di samping tempat tidur
sebelum pasangan melakukan penetrasi. Sebaiknya Andalah yang memasangkan kondom
karena sentuhan Anda yang akan membuat Mr P tetap berdiri seperti yang
diinginkan.
C. Seks
Bebas
Seks bebas adalah hubungan seksual yang
dilakukan diluar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia
prostitusi. Seks bebas bukan
hanya dilakukan oleh kaum remaja bahkan yang telah berumah tangga pun sering
melakukannya dengan orang yang bukan pasangannya. Biasanya dilakukan dengan
alasan mencari variasi seks ataupun sensasi seks untuk mengatasi kejenuhan.
Seks bebas sangat tidak layak dilakukan
mengingat resiko yang sangat besar. Pada remaja biasanya akan mengalami
kehamilan diluar nikah yang memicu terjadinya aborsi.
Ingat aborsi itu sangatlah berbahaya dan beresiko
kemandulan bahkan kematian. Selain itu tentu saja para pelaku seks bebas sangat
beresiko terinfeksi virus HIV
yang menyebabkan AIDS,
ataupun penyakit menular seksual lainnya.
Pada orang yang telah menikah, seks
bebas dilakukan karena mereka mungkin hanya sekedar having fun. Biasanya mereka
melakukan perselingkuhan denga orang lain yang bukan pasangan resminya, bahkan
ada juga pasangan suami istri yang mencari orang ketiga sebagai variasi seks
mereka. Ada juga yang bertukar pasangan. Semua kelakuan diatas dapat dikategorikan
seks bebas dan para pelakunya sangat berisiko terinfeksi virus HIV.
Seks bebas merupakan tingkah laku yang
di dorong oleh hasrat seksual yang di tujukan dalam bentuk tingkah laku. Faktor
– factor yang menyebabkan seks bebas karena adanya pertentangan dari lawan
jenis, adanya tekanan dari keluarga dan teman. Dari tahun ke tahun data remaja
yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat, dari 5% ada tahun 1980 – an
menjadi 20% di tahun 2000. Telah di lakukan penelitian mengenai gambaran
pengetahuan remaja tentang seks bebas di Desa Paya Bakung Dusun I B Kecamatan
Hamparan Perak yahun 2006. penelitian ini menggunakan kuesioner yang di ajuka
responden dengan jumlah sample 42 responden. Hasil penelitian yang terlibat
pergaulan tidak baik sebanyak 80,9% sedangkan remaja yang memperoleh sumber
informasi tentang seks bebas sebanyak 47,6%dan remaja yang keadaan ekonominya
baik sebanyak 35,6% serta remaja yang berpengetahuaan cukup tentang seks bebas
sebanyak 43% sedangkan baik dan kurang masing – masing sebanyak 28,5. Dapat di
tarik kesimpulan bahwa kurangnya pengetahuaan remaja tentang seks bebas
disebabkan karena kurangnya kesadaran remaja tentang keadaannya dan tidak ada
keterbukaan antara orang tua dan anaknya.
Berita di republika mengutip hasil survey
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Survey di lakukan pada 2003 di
lima kota, di antarannya Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta. Hasil survey PKBI,
yang juga di kutip Media Indonesia, menyatakan pula bahwa sebanyak 85% remaja
berusia 13 – 15 tahun mengaku telah berhubungn seks dengan pacar mereka.
Ironisnya, menurut Direktur Eksekutif PKBI, hubungan seks itu di lakukan di
rumah sendiri rumah tempat mereka berlindung. Sebanyak 50% dari remaja itu
mengaku menonton media pornografi. Dan beberapa remaja mengatakan bahwa
berhubungan seks bebas di luar nikah itu umumnya di lakukan atas suka sama
suka. Hanya sekitar 9% dengan alasan ekonomi “Jadi, bukan alasan ekonomi”.
Dunia remaja adalah dunia terindah kata sebagian besar
orang. Dunia remaja adalah peralihan dari dunia anak – anak menjadi dunia
dewasa. Kata orang
tua dulu, inilah generasi tersulit yang dihadapi, Penuh dengan gejolak,
pencarian identitas diri. Jika orang tua tidak pandai – pandai mengawasi dan
memandu, maka bisa – bisa jalan salah yang diambil dan akan ditempuh oleh
generasi remaja. Negara juga sendiri menyadari akan
besarnya bahaya yang mengintai bagi kalangan remaja yang merupakan penerus
kejayaan dan kebanggan bagi bangsa di masa – masa mendatang. Sayang seribu sayang, banyak sekali masalah dan tantangan yang dihadapi
oleh para orang tua dalam mengurus anak
– anak remajanya. Globalisasi dituding sebagai biang dari segala
masalah itu (dalam kacamata orang tua). Walau dalam perspektif anak – anak remaja, mereka banyak bersyukur karena
globalisasi tersebut.
Sex bebas adalah salah satu icon penting dalam
globalisasi yang kadang – kadang dimengerti sebagai pola pembaratan pada negara
timur (Westernisasi). Sudah sedemikian parah, sampai – sampai banyak orang tua
mengeluhkan. Betapa prihatinnya kalangan alim ulama. Betapa mudahnya generasi
sekarang terjerumus ke pergaulan bebas hingga menjurus sex bebas. Akibatnya
sungguh tidak memperihatinkan. Banyak kaum
muda yang terpaksa kawin karena "MBA”.
Kebiasaan main perempuan (berbuat zina) merupakan
salah satu dari kebiasaan pada sebagaian masyarakat. Hal ini terbukti dengan
masih eksisnya beberapa tempat pelacuran di Negara kita yang mayoritas penduduknya
memeluk agama Islam.
Negara kita yang mayoritas penduduknya
muslim ini, merupakan salah satu negara yang memiliki tempat pelacuran terbesar
jika dibandingkan dengan Negara – Negara di Asia lainnya. Ini adalah merupakan
prestasi yang memalukan bagi umat Islam.
Islam telah melarang mendekati perbuatan
di atas, sebagaimana firmannya:
ولا تقـربوا
الزنا إنه كان فاحشة وساء
سبيـلا
" Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk". ( QS. Al – Isra': 32).
ولا تكرهوا
فتياتكم على البغاء إن أردن
تحصنا لتبتغوا عرض الحياة الدنيا
ومن يكرهن فإن الله من
بعد إكراههن غفور رحيم
" Dan
janganlah kamu paksa budak – budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang
mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan
duniawi. Dan barang siapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa
(itu)". (QS. An – Nur: 33).
Dari kedua ayat di atas, Allah swt
menjelaskan kepada hambanya, bahwa segala bentuk perbuatan mendekati kepada
zina (main perempuan) pelacuran dan seterusnya itu dilarang. Sebagai akibat
dari perbuatan di atas adalah munculnya penyakit HIV/AIDS yang hingga sekarang
belum ditemukan obatnya.
Akibat – akibat
lain dari seks bebas di kalangan remaja ini pun berbagai macam, terkena
HIV/AIDS, PMS (Penyakit Menular Seksual), KTD (Kehamilan yang Tidak Diinginkan)
hingga aborsi (seperti yang disebutkan tadi) yang dapat menyebabkan cacat
permanen atau berujung pada kematian.
Akibat
psikologis yang seringkali terlupakan ketika melakukan hal ini sebenarnya
adalah: rasa bersalah, marah, sedih, sesal, malu, kesepian, tidak punya
bantuan, bingung, stres, benci diri sendiri, benci orang yang terlibat, takut
tidak jelas, insomnia, kehilangan percaya diri, gangguan makan, kehilangan
konsentrasi, depresi, berduka, tidak punya pengharapan, cemas, tidak memaafkan
diri sendiri, takut hukuman tuhan, mimpi buruk, merasa hampa, halusinasi, sulit
mempertahankan hubungan.
Lalu berikut beberapa alasan kenapa hal ini bisa terjadi :
1.
Tidak bisa
mengatakan ‘tidak’:
a.
Biasanya karena
merasa takut diputus hubungan oleh pacarnya. Cara untuk mempertahankan hubungan
tersebut. Padahal biasanya, sehabis itu pacar akan lari juga.
b.
Pacar sudah
membujuk rayu sedemikian rupa, sampai akhirnya tidak bisa menolak. Setelah itu,
siapa yang akan bertanggung jawab?
c.
Biasanya
dijadikan alasan sebagai pembuktian cinta. Sebenarnya kalau benar – benar
cinta, akan menjaga supaya hubungan seks dilakukan setelah menikah.
2.
Merasa bukan
anak gaul
Dengan pernah
melakukan seks, dianggap ‘Gaul’. Salah besar padahal. Akan tetapi, banyak
remaja yang punya konsep diri rendah tetap melakukannya supaya dianggap ‘Gaul’.
3.
Bisnis
Prostitusi
semakin merebak, sekedar iming – iming Blackberry dapat membuat remaja
melakukannya. Di beberapa daerah, remaja juga dijadikan alat bisnis oleh orang
tuanya atau juga karena masalah kemiskinan.
4.
Nilai agama
yang berkurang
Kalau dulu,
pegangan tangan lawan jenis saja, kayaknya tabu sekali. Agama yang dijadikan
alasan. Katanya secara agama tidak boleh. Tapi, apakah sekarang mungkin sudah
biasa? Ajarannya masih sama, akan tetapi nilai – nilainya mungkin sudah mulai
bergeser kali tampaknya.
5.
Tayangan tv
Kalau yang ini
tidak perlu ditanyakan lagi. Dicekokin tiap hari dengan tayangan sinetron,
infotainment, film, dll. Apa tidak rusak jadinya? Minimal membuat remaja ada
keinginan ingin mencoba? Semoga tidak terjadi kejadian ini.
6.
Gaya hidup
Akhirnya ada
beberapa orang malah sudah menjalaninya sebagai gaya hidup. Sudah biasa saja. Akan
tetapi, bukan berarti tidak ada tapi memang masih banyak remaja yang mempunyai
sikap dan prinsip yang kuat dengan rumus ini :
PACARAN + CINTA = PERNIKAHAN, baru kemudian SEKS
Ada beberapa bahaya seks bebas dan akibatnya, antara lain:
1.
Beberapa penyakit yang siap mendatangi seperti, herpes, HIV Aids, Raja singa, dan
penyakit lainnya.
2.
Hamil di luar
pernikahan akan menimbulkan permasalahan baru, apabila masih kuliah atau sekolah tentu saja
orang tua akan sangat kesal. Dan remaja pun takut untuk jujur kepada orang tua
dan pasangannya, akhirnya memutuskan untuk melakukan dosa baru yaitu aborsi.
3.
Apabila menikah
di usia muda, permasalahan yang belum siap dihadapi akan datang, seperti
masalah keungan, masalah kebiasaan, masalah anak.
4.
Nama baik
keluarga akan tercoreng. Keluarga akan menghadapi masalah yang diperbuat
apabila mendapatkan efek buruk dari seks bebas ini.
5.
Apabila hamil
dan pasangan tidak mau bertanggung jawab, apa yang akan dilakukan?. Akan banyak
pikiran buruk yang akan mengganggu. Seperti ingin bunuh diri, berpikir tidak
rasional yang mengakibatkan gangguan mental atau gila.
Beberapa
kota metropolitan beberapa remaja sudah mulai “esek-esek”, walaupun kebanyakan
secara sembunyi-sembunyi. Memang kegiatan seks yang dianggap lepas kontrol
masih sering dirasakan sebagai ancaman. Karena itu seks bebas dijadikan bahan
pembicaraan lagi oleh beberapa pakar.
Namun, selama
ini, apa yang dimaksud dengan seks bebas itu jarang dibicarakan rinci. Apakah
seks diluar nikah sama dengan seks bebas. Apakah segala bentuk penyelewengan
seks menurut norma bisa dikatakan seks bebas?
Apakah bila
seseorang melakukan hubungan seks satu kali belum menikah bisa disebut,
melakukan seks bebas? Apakah perempuan yang berperut buncit di pesta
pernikahannya hanya karena berhubungan seks dengan satu orang saja bisa dikatakan
telah berseks bebas, dan disamakan dengan pria yang telah dari ranjang satu
keranjang lainnya dengan beberapa wanita?
Selama ini,
yang disebut seks terkontrol, berdasarkan agama dan peradaban, adalah seks
dengan satu orang sesudah menikah. Seks di luar nikah sering dikaitkan dengan
seks bebas dengan tindakan yang tak beradab, memang manusia punya kontrol,
punya asa dan budaya.
Oleh karena itu
manusia menganggap dirinya tidak berbudaya, birahi seks pun jadi sesuatu yang
rasional, dilandaskan hukum dan kontrol. Tetapi walaupun binatang bisa kawin
tanpa nikah, bentuk dan praktik mereka tidak lepas dari suatu kontrol. Kalau
hukum dan kontrol dianggap sebagai buah kebudayaan dan menandakan masyarakat
yang tidak primitif, binatang pun mempunyai satu hukum. Dan hukum rimba adalah
satu hukum yang beradab. Karena bila hukum rimba tidak dipatuhi, rantai makanan
akan morat-marit. Ekologi akan hancur.
Walau tidak
mengenal nikah binatang juga mempunyai aturan kawin. Mereka tidak akan kawin
sembarangan. Mereka melakukannya pada musim-musim tertentu dan juga punya
aturan serta upacara yang cukup rumit dalam berhubungan seks. Sepasang merak,
misalnya, harus mencari selama beberapa lama sebelum kawin.
Jadi, tidak
saja birahi seks, tetapi kontrol dan hukum adalah bagian dari naluri juga.
Karena itulah, seperti berlanjutnya kontrol dan hukum dalam hidup manusia,
naluritas seks juga seharusnya diberi perhatian. Namun yang ditekankan dalam
kehidupan manusia sekarang adalah kontrol dan hukum akan birahi seks.
Seakan-akan kontrol dan hukum adalah irasional. Jadinya, kontrol dan hukum itu
dapat menguasai dan melebihi birahi seks. Akibatnya adalah peraturan seks yang
serba kaku dan melibatkan kutukan moral bagi para pelanggarnya.
Bahaya seks
bebas memang bisa menakutkan. Dan bahaya seks bebas sering kali dibahas dan
disebut-sebut. Tetapi, pengutukan akan segala, bentuk seks bebas dan pelarangan
kolot akan seks juga menimbulkan resiko lain yang akan dibahas. Karena seks
adalah kebutuhan naluri manusia, kontrol yang yang ketat akan seks malah akan
menimbulkan pencuri. Seperti juga orang yang kurang makan akan mencuri dan
orang yang kurang uang akan mencuri. Dari curi-mencuri ini, yang dirugikan
terutama dari pihak wanita.
Perempuan bisa
dideteksi keperawananya dengan mudah. Mereka mempunyai selaput dara. Karenanya
bayak kisah lelaki yang mengeluh karen istrinya sudah tak berselaput dara pada
malam pertama. Lalu lelaki? Mereka hanya bisa jadi pencuri yang baik. Lari
tanpa jejak dan tanpa resiko. Dan bisa pura-pura jadi manusia yang ‘beradab’
lagi setelah mencuri.
D. Antara
HIV/AIDS, Kondomisasi dan Seks Bebas
Berkenaan
dengan Hari AIDS Sedunia 1 Desember, tahun ini mengambil tema ‘peningkatan hak
dan akses pendidikan untuk semua guna menekan laju epidemi HIV di Indonesia
menuju tercapainya tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Pendidikan berkualitas
diyakini mampu membantu generasi muda untuk membentengi diri dari berbagai macam
penyakit, termasuk HIV/AIDS sejak usia dini. Karena itu pendidikan pencegahan
HIV/AIDS secara berkelanjutan perlu mendapatkan prioritas sebagai bagian dari
upaya untuk mencapai target MDGs tahun 2015. Lantas pendidikan seperti apa yang
mampu mencegah penularan HIV/AIDS?
Sejatinya,
upaya pencegahan penularan HIV/AIDS terus gencar dilakukan. LSM – LSM telah
banyak yang memberikan edukasi kepada mereka – mereka yang rentan terkena HIV/AIDS.
Seperti penyuluhan pada para pelaku seks aktif, seperti Pekerja Seks Komersial
(PSK). Pengetahuan tentang HIV/AIDS pun telah dimasukkan ke dalam
kurikulum pendidikan. Misalnya dikemas dalam materi Kesehatan Reproduksi Remaja
(KRR) dan disosialisasikan ke sekolah – sekolah.
Sayang, materi
penyuluhan tentang HIV/AIDS untuk masyarakat umum maupun pelajar itu minus
muatan moral dan agama. Bahkan faktor moral dan agama sengaja dihilangkan dan
sama sekali tabu dibicarakan, karena menurut mereka, HIV/AIDS sekadar fakta
medis yang tidak bisa dikait – kaitkan dengan moral dan agama.
Ini karena
dalam pandangan mereka, tidak semua ODHA adalah para pelaku tindak amoral
seperti pelaku seks bebas. Ada anak yang tertular HIV/AIDS dari ibunya, atau
istri baik – baik tertular dari suaminya. Jadi, dalam logika ini, memasukkan
nilai – nilai moral atau agama hanya akan memvonis ODHA sebagai pelaku tindak
amoral. Karena itu ODHA dibela habis – habisan. Bahkan sengaja dibaurkan dengan
masyarakat sehat, sehingga upaya pencegahan penularan HIV menjadi tak ada
artinya.
Padahal, akar
munculnya penyakit HIV/AIDS memang terkait dengan perilaku sosial yang erat
kaitannya dengan moral. Sebab jika ditelusuri, munculnya HIV/AIDS terjadi
karena aktivitas sosial yang menyimpang dari tuntunan agama.
Ingat, virus
mengerikan ini pertama kali ditemukan tahun 1978 di San Fransisco Amerika
Serikat pada kalangan homoseksual, suatu perilaku yang ditentang dalam agama
manapun. Di Indonesia kasus HIV/AIDS ini pertama kali ditemukan pada turis
asing di Bali tahun 1981. Kita tahu, bagaimana perilaku seks turis asing, meski
tak semuanya memang penganut seks bebas. Karena itu, minusnya muatan agama
dalam kurikulum penyuluhan HIV/AIDS dipastikan tidak akan membuat upaya
pencegahan penyebaran HIV/AIDS efektif. Bahkan, bisa dibilang sia – sia.
Buktinya, makin gencar pencegahan HIV, makin meluas penularannya.
Sementara itu,
gagasan pencegahan HIV/AIDS yang bersumber dari UNAIDS (United Nation Acquired
Immune Deficiency Syndrome) dan WHO melalui PBB juga tampak tidak mengakar.
Dalam kampanye pencegahan HIV/AIDS, ada istilah ABCD. Ringkasnya, A = Abstinence
alias jangan berhubungan seks, B = Be faithfull alias setialah pada pasangan, C
= Condom alias pakailah kondom, atau D = no use Drugs atau hindari obat – obatan
narkotika.
Solusi yang
ditawarkan tampaknya bagus. Namun, pada realitasnya program kondomisasi lebih
menonjol. Padahal, orang bodoh pun tahu bahwa menyodorkan komdom sama saja
dengan menyuburkan seks bebas. Apalagi, faktanya kondom justru dibagi – bagikan
di lokasi – lokasi prostitusi, hotel dan tempat – tempat hiburan yang rentan
terjadinya transaksi seks. Apa namanya kalau bukan menganjurkan seks bebas?
Selanjutnya,
karena penularan HIV/AIDS banyak terjadi pada pengguna narkoba terutama suntik,
maka untuk mencegah penggunaan narkoba, para pecandunya diberi solusi dengan
substitusi metadon. Metadon adalah turunan dari narkoba (morfin, heroin dkk)
yang mempunyai efek adiktif (nyandu) dan menyebabkan “loss control” (tidak
mampu mengendalikan diri). Dengan dalih agar tidak menggunakan narkoba
suntik metadon pun ditempuh karena metadon melalui mulut. Padahal,
“loss control” dapat menyebabkan perilaku seks bebas sebagai transmisi utama
penularan virus HIV/AIDS.
Lebih ironis
lagi adalah legalisasi penggunaan jarum suntik pada pecandu narkoba, dengan
dalih agar tidak terjadi penggunaan jarum suntik secara bersama – sama.
Padahal, langkah ini justru akan melestarikan penggunaan narkoba suntik. Siapa
yang bisa menjamin jarum suntik akan digunakan sendiri? Sebab, fakta
menunjukkan pengguna narkoba biasanya hidup berkelompok.
Jelaslah,
solusi ala PBB itu tidak memberantas faktor penyebab utama (akar masalah) atau
menghilangkan media penyebarannya yaitu seks bebas, namun justru
melestarikannya. Jangan heran jika virus HIV/AIDS ini makin merajalela.
Buktinya, tiap tahun angkanya meningkat. Sampai – sampai ada kecurigaan
segelintir kalangan, bahwa HIV/AIDS sengaja dipelihara sebagai upaya genocide
terselubung etnis tertentu (baca: umat Islam).
Media utama
penularan HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh karena itu pencegahannya harus dengan
menghilangkan praktik seks bebas itu sendiri. Hal ini bisa dilakukan melalui
pendidikan Islam yang menyeluruh dan komprehensif, dimana setiap individu
muslim dipahamkan untuk kembali terikat pada hukum – hukum Islam dalam
interaksi sosial (nizhom ijtima’i/aturan sosial).
Seperti
larangan mendekati zina dan berzina itu sendiri, larangan khalwat (berdua – duaan
laki perempuan bukan mahram, seperti pacaran), larangan ikhtilat (campur baur
laki perempuan), selalu menutup aurat, memalingkan pandangan dari aurat,
larangan masuk rumah tanpa izin, larangan bercumbu di depan umum, dll.
Sementara itu, kepada pelaku seks bebas, segera jatuhi hukuman setimpal agar
jera dan tidak ditiru masyarakat umumnya. Misal pezina dirajam, pelaku aborsi
dipenjara, dll.
Di sisi lain,
seks bebas muncul karena maraknya rangsangan – rangsangan syahwat. Untuk itu,
segala rangsangan menuju seks bebas harus dihapuskan. Negara wajib melarang
pornografi – pornoaksi, tempat prostitusi, tempat hiburan malam dan lokasi
maksiat lainnya. Industri hiburan yang menjajakan pornografi dan pornoaksi
harus ditutup. Semua harus dikenakan sanksi. Pelaku pornografi dan pornoaksi
harus dihukum berat, termasuk perilaku menyimpang seperti homoseksual.
Sementara itu,
kepada penderita HIV/AIDS, negara harus melakukan pendataan konkret. Negara
bisa memaksa pihak – pihak yang dicurigai rentan terinveksi HIV/AIDS untuk
diperiksa darahnya. Selanjutnya penderita dikarantina, dipisahkan dari
interaksi dengan masyarakat umum. Karantina dimaksudkan bukan bentuk
diskriminasi, karena negara wajib menjamin hak – hak hidupnya. Bahkan negara
wajib menggratiskan biaya pengobatannya, memberinya santunan selama
dikarantina, diberikan akses pendidikan, peribadatan, dan keterampilan.
Di sisi lain,
negara wajib mengerahkan segenap kemampuannya untuk membiayai penelitian guna
menemukan obat HIV/AIDS. Dengan demikian, diharapkan penderita bisa
disembuhkan.
Demikianlah,
pencegahan seks bebas ini bisa efektif jika masyarakat dididik dan dipahamkan
kembali untuk berpegang teguh pada ajaran agama. Masyarakat yang paham bahwa
hubungan seks adalah sakral dan hanya bisa dilakukan dengan pasangan sah
melalui pernikahan akan membentuk kehidupan sosial yang sehat.
Dan ada salah kaprah yang sangat
mendasar terkait dengan HIV/AIDS di negeri ini yaitu pengaitan norma, moral dan
agama secara langsung. Padahal, dari aspek medis (catatan: HIV/AIDS adalah
fakta medis karena bisa diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran) sama
sekali tidak ada kaitan langsung antara norma, moral, dan agama dengan
penularan HIV.
Penularan HIV
melalui hubungan seks (bisa) terjadi di dalam ikatan nikah yang sah dan di luar
ikatan nikah jika salah satu atau kedua – duanya pasangan yang melakukan
hubungan seks HIV – positif dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali
melakukan sanggama. Ini adalah kondisi hubungan seks. Sebaliknya, kalau satu
pasangan dua – duanya HIV – negatif
maka tidak ada risiko penularan HIV biar pun hubungan seks dilakukan di luar
ikatan nikah. Ini adalah sifat hubungan seks.
Jika penularan
HIV terjadi karena hubungan seks di luar nikah, seperti zina, melacur, ‘kumpul
kebo’, dll. maka setiap orang yang pernah zina tentulah sudah mengidap HIV. Ada
fakta terkait dengan penularan HIV melalui hubungan seks. Penelitan menunjukkan
risiko tertular HIV melalui hubungan seks tanpa kondom dengan orang yang HIV – positif
adalah 1:100. Artinya, dari 100 kali hubungan seks hanya satu kali kemungkinan
tertular. Persoalannya adalah tidak ada yang bisa memastikan pada hubungan seks
yang keberapa terjadi penularan. Bisa saja terjadi pada hubungan seks yang
pertama, kelima, ketujuh puluh, dst.
Benar – benar menyedihkan
dan sekaligus memalukan kalau menyambut hari HIV/AIDS dilakukan dengan cara
membagi – bagi kondom yang secara langsung berkaitan dengan seks bebas,
berganti – ganti pasangan. Apa
arti Pancasila dengan Ketuhanan Yang Maha Esa di sila pertama? Kenapa yang
digalakkan justru kondomisasi alat kelamin laki – laki, dan bukannya digalakkan
seruan mendekatkan diri kepada Tuhan, disadarkan apa arti dosa bagi manusia di
akherat nanti? Bukankah “katanya” Pancasila itu way of life bangsa Indonesia,
dan bukan hanya way of life para ulama? Celakanya, bangsa kita sudah ketularan
ikut – ikutan dengan apa yang dilakukan oleh Negara – Negara lain yang memang
sudah terbiasa dengan seks bebas.
Seperti itukah budaya nenek moyang yang kita banggakan itu? Akan lebih seru
lagi jika Ibu Meutia Hatta juga tidak ingin para wanita didiskriminasikan, dan
kemudian menuntut “kondomisasi” alat kelamin wanita untuk menyambut hari
HIV/AIDS ini. Dalam
hal ilmu pengetahuan dan teknologi kita layak untuk meniru Negara – Negara
maju, tetapi dalam hal agama, moral dan akhlak jangan pernah!!! Rupa-rupanya
Pancasila hanya dibutuhkan pada waktu akan memberi pidato sambutan dalam
sesuatu upacara belaka.
Setelah itu,no
way.
Tanggal 1 Desember lalu baru saja Hari AIDS se – Dunia
diperingati. Tahun ini, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
ditunjuk sebagai koordinator pelaksanaan peringatan Hari AIDS se-Dunia. Di Tanah
Air, untuk pertama kalinya, sebuah kampanye berskala nasional bertajuk “Pekan
Kondom Nasional” (PKN) 2007 diselenggarakan, yaitu pada 1 – 8 Desember 2007.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman dan penggunaan kondom sebagai
salah satu cara untuk mengatasi Infeksi Menular Seksual (IMS), khususnya HIV.
HIV adalah Human Immuno Deficiency Virus, suatu virus yang menyerang sel
darah putih manusia dan menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh sehingga tubuh
mudah terserang (terinfeksi) penyakit. Adapun AIDS adalah Acquired Immune
Deficiency Syndrome, yaitu timbulnya sekumpulan gejala penyakit yang
terjadi karena kekebalan tubuh menurun akibat adanya virus HIV di dalam darah.
Selama sepekan, agenda PKN 2007 terdiri dari
serangkaian kegiatan antara lain pembagian kondom gratis. ”Pekan Kondom
Nasional ini diharapkan akan meningkatkan lingkungan yang kondusif bagi
penggunaan kondom,” ungkap Christopher Purdy, Country Director DKT Indonesia.
Karena itu, di Semarang, misalnya, KPA Kota Semarang
mengisi Peringatan Hari AIDS se – Dunia antara lain dengan membagikan 5.000
kondom secara gratis kepada sopir dan kernet truk di Terminal Mangkang,
Semarang. “Pembagian ini adalah bagian dari upaya antisipasi merebaknya
HIV/AIDS di Kota Semarang,” kata Ketua KPA Kota Semarang Soemarmo hari ini. Dia
juga mengatakan, salah satu penyebab penyebaran epidemi HIV/AIDS sangat cepat
karena belum optimalnya penggunaan kondom pada pelanggan wanita pekerja seks
(WPS).
Terkait dengan HIV/ADIS ini, data dari aktivis
kesehatan menunjukkan bahwa hingga Maret 2007 ada 8.988 kasus AIDS dan 5.640
kasus HIV di Indonesia. Yang mengejutkan, 57 persen kasus terjadi di usia
remaja, yakni 15 tahun hingga 29 tahun. Sebagian besar, yakni 62 persen,
terinfeksi narkotika yang menggunakan jarum suntik dan 37 persen dari seks
tidak aman.
Banyak orang di dunia yang yakin betul bahwa penularan
virus HIV bisa ditangkal dengan penggunaan kondom. Berbagai kampanye dan
argumentasi dikemukakan kepada khalayak agar mau menggunakan kondom sebagai
’senjata pamungkas’ melawan virus ganas itu.
Keyakinan tersebut ternyata tidak beralasan. Prof. Dr.
Dadang Hawari pernah menuliskan hasil rangkuman beberapa pernyataan dari
sejumlah pakar tentang kondom sebagai pencegah penyebaran HIV/AIDS. Berikut
sebagian pernyataan tersebut:
1.
Direktur Jenderal WHO Hiroshi Nakajima (1993), “Efektivitas
kondom diragukan.”
2.
Penelitian Carey (1992) dari Division of Pshysical
Sciences, Rockville, Maryland, USA: Virus HIV dapat menembus kondom.
3.
Laporan dari Konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang
Mai, Thailand (1995): Penggunaan kondom aman tidaklah benar. Pada
kondom (yang terbuat dari bahan latex) terdapat pori-pori dengan diameter 1/60
mikron dalam keadaan tidak meregang; dalam keadaan meregang lebar pori – pori
tersebut mencapai 10 kali. Virus HIV sendiri berdiameter 1/250 mikron. Dengan
demikian, virus HIV jelas dengan leluasa dapat menembus pori – pori kondom.
4.
V Cline (1995), profesor psikologi dan Universitas
Utah, Amerika Serikat, “Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom
mereka aman dari HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya, berarti mereka telah
tersesatkan.”
5.
Hasil penelitian Prof. Dr. Biran Affandi (2000):
Tingkat kegagalan kondom dalam KB mencapai 20%. Hasil penelitian ini mendukung
pernyataan dari Prof. Dr. Haryono Suyono (1994) bahwa kondom dirancang untuk KB
dan bukan untuk mencegah virus HIV/AIDS. Dapat diumpamakan, besarnya sperma
seperti ukuran jeruk garut, sedangkan kecilnya virus HIV/AIDS seperti ukuran
titik. Artinya, kegagalan kondom untuk program KB saja mencapai 20%, apalagi
untuk program HIV/AIDS tentu akan lebih besar lagi tingkat kegagalannya.
Prof. Dadang Hawari meyakini, dari data – data
tersebut di atas jelaslah bahwa kelompok yang menyatakan kondom 100% aman merupakan pernyataan yang menyesatkan dan kebohongan. Maka, setiap kali melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam
atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti – ganti atau dengan seseorang
yang sering berganti – ganti pasangan tetap berisiko tertular HIV. Ini bisa
terjadi karena ada kemungkinan salah satu dari mereka HIV – positif.
Dalam artikel “AIDS,
Kondomisasi dan Kampanye Seks Bebas” [BULETIN AL-ISLAM EDISI 382 di http://hizbut-tahrir.or.id/2007/12/04/aids-kondomisasi-dan-kampanye-seks-bebas]
disebutkan: “Padahal seks bebaslah penyebab utama merebaknya HIV/AIDS, di
samping penyalahgunaan narkoba.” Ini tidak akurat karena tidak ada kaitan
langsung antara ’seks bebas’ (baca: zina) dengan penularan HIV. Penyalahgunaan
narkoba juga tidak ada kaitannya secara langsung dengan penularan HIV.
Penularan HIV
di kalangan penyalahguna narkoba hanya terjadi pada penggunaan narkoba dengan
jarum suntik yang dipakai secara bersama-sama dengan bergiliran dan bergantian.
Kalau seorang diri menyalahugunakan narkoba tidak ada risiko tertular HIV.
Penyalahgunaan narkoba tanpa jarum suntik juga tidak ada risiko tertular HIV.
Penularan HIV di kalangan pengguna narkoba dengan suntikan bisa terjadi kalau
salah satu di antara mereka ada yang HIV – positif. Kalau semuanya HIV – negatif
maka tidak ada risiko penularan HIV biar pun mereka memakai jarum bergantian.
Ini fakta.
Dalam tulisan “Ironi
Pencegahan HIV” di http://www.ezharadio.com/kajian-muslim/160-ironi-pencegahan-hiv.html
disebutkan untuk menghindari penularan HIV yaitu “Hindari yang namanya Free Sex
alias seks bebas atau perzinaan, kemaksiatan dan penggunaan khamr (termasuk
narkoba).” Ya, ini juga ngaco bin ngawur.
Cara lain untuk mencegah penularan HIV disebutkan: “Semua jenis industri seks
bebas dan narkoba harus diberantas habis. Selain itu, tentu harus ada jaminan
dari pemerintah dong mengenai lapangan pekerjaan yang layak dan halal bagi para
pelaku bisnis haram tersebut.”
Di negara yang
menjadikan kitab suci sebagai UUD yang secara de jure dan de facto
tidak ada industri seks dan minuman beralkohol tetap saja ada kasus HIV/AIDS.
Saya kutip utuh informasi tentang AIDS di Arab Saudi: “The Saudi government
reported that in 2008 the number of AIDS patients in Saudi Arabia was 13,926
with 3,538 Saudis. An estimated 505 were Saudi females and 769 non – Saudi
women. About 80 percent got the virus through sexual activity, 15 percent
through blood transfusions and 5 percent unknown. Most AIDS victims are between
the ages of 15 and 49, which is a disaster in a young country like ours.” [http://saudiwriter.blogspot.com/2010/01/saudi-arabia-takes-step-backward-in.html]
Dalam artikel:
“Kesalahan
Paradigma: Awal Kegagalan Penanganan Epidemi HIV – AIDS di Dunia dan Indonesia”
[Faizatul Rosyidah, Dokter Klinik Kampus IAIN Sunan Ampel, http://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/cetak/faizatul-rosyidah-dokter-klinik-kampus-iain-sunan-ampel-kesalahan-paradigma-awal-kegagalan-penanganan-epidemi-hiv-aids-di-dunia-dan-indonesia
1/12/2009] disebutkan “Inilah yang menjadi bukti bahwa penyakit berbahaya ini
berasal dari kalangan berperilaku seks bebas dan menyimpang. Selanjutnya,
budaya seks bebas pula yang menjadi sarana penyebaran virus HIV/AIDS secara
cepat dan meluas di Amerika hingga ke seluruh penjuru dunia. Peranan seks
bebas dalam penularan HIV/AIDS ini dibenarkan oleh laporan survey CDC Desember
2002 dan hal ini semakin jelas terlihat dari pola penularan HIV/AIDS ke seluruh
dunia.”
Lagi – lagi
informasi yang disampaikan tidak akurat. Setelah WHO meresmikan HIV sebagai
penyebab AIDS (1986) dan alat dan reagent tes HIV sudah ada maka kasus – kasus
kematian yang tidak diketahui penyebabnya kembali diteliti. Di Negara – Negara
maju kalau ada kasus kematian yang penyebabnya tidak bisa dikenali dari aspek
medis maka darah dan bagian tubuh yang meninggal disimpan. Salah satu contoh
darah di sebuah rumah sakit di Eropa Barat yang disimpan sejak tahun 1954
ternyata menunjukkan hasil yang reaktif ketika dites dengan reagent tes HIV.
Kasus AIDS pertama dideteksi di AS tahun 1981.
Penggunaan kata
‘menyimpang’ dalam kaitan dengan (hubungan) seks adalah bahasa moral. Dalam
kaidah seks secara biologis tidak ada yang menyimpang. Kalau homoseks dan zina
disebutkan sebagai penyimpangan seks maka analoginya adalah perselingkuhan,
‘kumpul kebo’, dll. juga penyimpangan.
Dalam artikel “MIRAS
DAN FREE SEX REMAJA, Dalam Perspektif Sosial Budaya [Mudjahirin
Thohir, http://staff.undip.ac.id/sastra/mudjahirin/2009/03/06/miras-dan-free-sex-remaja/
- 16/3-2009] juga disebutkan” menurut seksolog dokter Naek L. Tobing, seks
bebas adalah kehidupan primitif. ‘Seks bebas terjadi sebelum agama – agama
lahir’”. Wah, apakah di zaman Nabi Adam tidak ada agama? Apakah agama hanya ada
di zaman nabi – nabi yang dikenal dengan ajaran agama saja? Pernyataan itu
menyesatkan.
Jika sudah jelas penggunaan
kondom tetap mengundang bahaya,
lalu mengapa orang masih terus mengkampanyekan kondom? Tidak lain
karena di balik kampanye kondom ada semacam pesan tersembunyi: “Bolehlah Anda
melakukan hubungan seks bebas dengan siapa saja, asal memakai kondom.” Kira – kira
begitulah pesan dari kampanye penggunaan kondom.
Akibatnya, kampanye kondom bakal semakin meningkatkan
pergaulan seks bebas. Hal ini pernah diungkapkan oleh Mark Schuster dari Rand, sebuah lembaga penelitian nirlaba, dan
seorang pediatri di University of California. Berdasarkan penelitian mereka,
setelah kampanye kondomisasi, aktivitas seks bebas di kalangan pelajar pria
meningkat dari 37% menjadi 50% dan di kalangan pelajar wanita meningkat dari
27% menjadi 32% (USA Today, 14/4/1998).
Itulah sebabnya,
pakar AIDS, R Smith (1995), setelah bertahun – tahun meneliti ancaman AIDS dan
penggunaan kondom, mengecam mereka yang telah menyebarkan safe sex
dengan cara menggunakan kondom sebagai “sama saja dengan mengundang kematian”. Selanjutnya ia merekomendasikan agar risiko penularan/penyebaran HIV/AIDS
diberantas dengan cara menghindari hubungan seksual di luar nikah.
Namun demikian, orang – orang sekular, khususnya para
pemuja HAM dan demokrasi, tentu lebih merekomendasikan untuk menebar kondom
gratis ketimbang memberantas pergaulan bebas dan pelacuran. Mungkin pikir
mereka, itu lebih manusiawi karena tidak melanggar HAM.
Berbagai konferensi tentang HIV/AIDS diselenggarakan
di seluruh dunia. Namun, tak satu pun konferensi itu yang bahkan di antaranya
diprakarasai PBB mengeluarkan rekomendasi untuk mencegah perilaku dan kehidupan
seks bebas. Bulan Agustus lalu (19-23 Agustus 2007), misalnya, lebih dari 2500
orang dari 60 negara di kawasan Asia dan Pasifik berkumpul dalam Konferensi
Internasional AIDS Asia dan Pasifik (International Conference on AIDS in Asia and
the Pacific, atau ICAAP) ke – 8 di Colombo, Sri Lanka. Pertemuan selama empat
hari ini mendatangkan berbagai pembuat kebijakan, pejabat pemerintah, pakar
medis, akademisi, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), pekerja komunitas dan media.
Mereka membicarakan isu – isu seputar stigma dan diskriminasi, akses layanan
bagi ODHA, pentingnya meyakinkan kembali para pimpinan politik untuk menepati
janji mereka, serta memperluas layanan kesehatan bagi mereka yang terinfeksi
HIV. Mereka juga saling bertukar pengalaman dan tantangan yang dihadapi,
termasuk masalah hak asasi manusia, keamanan, gender dan seksualitas, serta
keterlibatan ODHA yang lebih besar dalam program HIV/AIDS. Namun, tidak ada
satu pun pembicaraan mereka itu mengarah pada akar penyebab penyebaran HIV/AIDS,
yakni seks bebas (baca: zina). Padahal seks bebaslah penyebab utama merebaknya
HIV/AIDS, di samping penyalahgunaan narkoba.
Mengapa perilaku dan kehidupan seks bebas sebagai
penyebab utama penyebarluasan virus HIV/AIDS tidak mereka persoalkan? Alasan
utamanya tentu karena perilaku seks bebas alias zina adalah salah satu perilaku
yang dijamin dalam sistem demokrasi, sebagaimana yang diberlakukan di Indonesia
saat ini. Di Indonesia, misalnya, salah satu buktinya adalah tidak adanya UU
yang bisa menjerat pelaku perzinaan. Yang ada adalah pasal dalam KUHP yang
terkait dengan delik pemerkosaan. Artinya, selama hubungan seks di luar nikah
alias zina dilakukan suka sama suka maka hal itu tidak masalah. Wajar saja jika
di Tanah Air lokalisasi pelacuran di berbagai tempat kerap dilegalkan, karena
di sana transaksi seksual antara pelacur dan lelaki hidung belang memang
dilakukan atas dasar suka sama suka.
Karena itu, satu – satunya solusi
untuk mencegah penyebaran virus HIV/AIDS adalah dengan membuang demokrasi yang
memang memberikan jaminan atas kebebasan berperilaku, termasuk seks bebas,
sekaligus memberlakukan hukum Islam secara tegas, antara lain hukuman cambuk
atau rajam atas para pelaku seks bebas (perzinaan). Allah SWT
berfirman:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ
مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلاَ تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللهِ
إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
“Pezina wanita dan pezina
laki-laki, cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali cambukan, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kalian untuk
(menjalankan) agama Allah jika kalian memang mengimani Allah, dan Hari Akhir.” (QS an – Nur
[24]: 2).
Hukuman yang berat juga harus diberlakukan atas para
pengguna narkoba. Sebab, di samping barang haram, narkoba terbukti menjadi alat
efektif (mencapai 62%) dalam penyebarluasan HIV/AIDS.
Lebih dari itu, sudah saatnya Pemerintah dan seluruh
komponen bangsa ini segera menerapkan seluruh aturan-aturan Allah (syariah
Islam) secara total dalam seluruh aspek kehidupan. Hanya dengan itulah
keberkahan dan kebaikan hidup tanpa AIDS dan berbagai bencana kemanusiaan
lainnya akan dapat direngkuh dan ridha Allah pun dapat diraih. Wallâhu a’lam
bi ash – shawâb.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. HIV/AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune
Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi
(atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus – virus lain yang mirip yang
menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain – lain).Virusnya sendiri bernama
Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia.
2. Kondomisasi
Kondom adalah alat kontrasepsi yang dapat digunakan untuk mencegah kehamilan,
mengatur jarak lahir dan penularan
penyakit kelamin pada saat bersenggama.
Kondom dibagi 2 jenis yaitu untuk pria dan wanita serta biasa terbuat dari karet
latex dan dipakaikan pada alat
kelamin dalam keadaan ereksi
sebelum bersenggama.
Kondomisasi adalah salah satu program
pemerintah baik di Indonesia maupun oleh PBB yang menganjurkan penggunaan
kondom saat bersenggama dimana kondomisasi ini dengan cara mengkampanyekan
kondom dan membagi – bagikan kondom kepada masyarakat.
3. Seks Bebas
Seks bebas adalah hubungan seksual yang
dilakukan diluar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia
prostitusi. Seks bebas bukan
hanya dilakukan oleh kaum remaja bahkan yang telah berumah tangga pun sering
melakukannya dengan orang yang bukan pasangannya. Biasanya dilakukan dengan
alasan mencari variasi seks ataupun sensasi seks untuk mengatasi kejenuhan.
Pada orang yang telah menikah, seks
bebas dilakukan karena mereka mungkin hanya sekedar having fun. Biasanya mereka
melakukan perselingkuhan denga orang lain yang bukan pasangan resminya, bahkan
ada juga pasangan suami istri yang mencari orang ketiga sebagai variasi seks
mereka. Ada juga yang bertukar pasangan. Semua kelakuan diatas dapat
dikategorikan seks bebas dan para pelakunya sangat berisiko terinfeksi virus
HIV.
Seks bebas merupakan tingkah laku yang
di dorong oleh hasrat seksual yang di tujukan dalam bentuk tingkah laku. Faktor
– factor yang menyebabkan seks bebas karena adanya pertentangan dari lawan
jenis, adanya tekanan dari keluarga dan teman.
4. Antara HIV/AIDS, Kondomisasi, dan Kampanye
Seks Bebas
Upaya
pencegahan penularan HIV/AIDS terus gencar dilakukan. LSM – LSM telah banyak
yang memberikan edukasi kepada mereka – mereka yang rentan terkena HIV/AIDS.
Seperti penyuluhan pada para pelaku seks aktif, seperti Pekerja Seks Komersial
(PSK). Pengetahuan tentang HIV/AIDS pun telah dimasukkan ke dalam
kurikulum pendidikan. Misalnya dikemas dalam materi Kesehatan Reproduksi Remaja
(KRR) dan disosialisasikan ke sekolah – sekolah. Sayang, materi penyuluhan
tentang HIV/AIDS untuk masyarakat umum maupun pelajar itu minus muatan moral
dan agama. Bahkan faktor moral dan agama sengaja dihilangkan dan sama sekali
tabu dibicarakan, karena menurut mereka, HIV/AIDS sekadar fakta medis yang
tidak bisa dikait – kaitkan dengan moral dan agama.
Jika penularan HIV terjadi
karena hubungan seks di luar nikah, seperti zina, melacur, ‘kumpul kebo’, dll.
maka setiap orang yang pernah zina tentulah sudah mengidap HIV. Ada
fakta terkait dengan penularan HIV melalui hubungan seks. Penelitan menunjukkan
risiko tertular HIV melalui hubungan seks tanpa kondom dengan orang yang HIV – positif
adalah 1:100. Artinya, dari 100 kali hubungan seks hanya satu kali kemungkinan
tertular. Persoalannya adalah tidak ada yang bisa memastikan pada hubungan seks
yang keberapa terjadi penularan. Bisa saja terjadi pada hubungan seks yang
pertama, kelima, ketujuh puluh, dst. Benar – benar menyedihkan
dan sekaligus memalukan kalau menyambut hari HIV/AIDS dilakukan dengan cara
membagi – bagi kondom yang secara langsung berkaitan dengan seks bebas,
berganti – ganti pasangan.
Banyak orang di dunia yang yakin betul
bahwa penularan virus HIV bisa ditangkal dengan penggunaan kondom. Berbagai
kampanye dan argumentasi dikemukakan kepada khalayak agar mau menggunakan
kondom sebagai ’senjata pamungkas’ melawan virus ganas itu.
Keyakinan tersebut ternyata tidak beralasan.
Prof. Dr. Dadang Hawari pernah menuliskan hasil rangkuman beberapa pernyataan
dari sejumlah pakar tentang kondom sebagai pencegah penyebaran HIV/AIDS.
Berikut sebagian pernyataan tersebut:
a.
Direktur Jenderal WHO Hiroshi Nakajima (1993), “Efektivitas
kondom diragukan.”
b.
Penelitian Carey (1992) dari Division of Pshysical
Sciences, Rockville, Maryland, USA: Virus HIV dapat menembus kondom.
c.
Laporan dari Konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang
Mai, Thailand (1995): Penggunaan kondom aman tidaklah benar. Pada
kondom (yang terbuat dari bahan latex) terdapat pori-pori dengan diameter 1/60
mikron dalam keadaan tidak meregang; dalam keadaan meregang lebar pori – pori
tersebut mencapai 10 kali. Virus HIV sendiri berdiameter 1/250 mikron. Dengan
demikian, virus HIV jelas dengan leluasa dapat menembus pori – pori kondom.
d.
V Cline (1995), profesor psikologi dan Universitas
Utah, Amerika Serikat, “Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom
mereka aman dari HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya, berarti mereka telah
tersesatkan.”
Hasil penelitian Prof. Dr. Biran Affandi (2000):
Tingkat kegagalan kondom dalam KB mencapai 20%. Hasil penelitian ini mendukung
pernyataan dari Prof. Dr. Haryono Suyono (1994) bahwa kondom dirancang untuk KB
dan bukan untuk mencegah virus HIV/AIDS. Dapat diumpamakan, besarnya sperma
seperti ukuran jeruk garut, sedangkan kecilnya virus HIV/AIDS seperti ukuran
titik. Artinya, kegagalan kondom untuk program KB saja mencapai 20%, apalagi
untuk program HIV/AIDS tentu akan lebih besar lagi tingkat kegagalannya.
Prof. Dadang Hawari meyakini, dari data – data
tersebut di atas jelaslah bahwa kelompok yang menyatakan kondom 100% aman merupakan pernyataan yang menyesatkan dan kebohongan. Maka, setiap kali melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam
atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti – ganti atau dengan seseorang
yang sering berganti – ganti pasangan tetap berisiko tertular HIV. Ini bisa
terjadi karena ada kemungkinan salah satu dari mereka HIV – positif.
Media utama
penularan HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh karena itu pencegahannya harus
dengan menghilangkan praktik seks bebas itu sendiri. Hal ini bisa dilakukan
melalui pendidikan Islam yang menyeluruh dan komprehensif, dimana setiap
individu muslim dipahamkan untuk kembali terikat pada hukum – hukum Islam dalam
interaksi sosial (nizhom ijtima’i/aturan sosial). Seperti larangan mendekati
zina dan berzina itu sendiri, larangan khalwat (berdua – duaan laki perempuan
bukan mahram, seperti pacaran), larangan ikhtilat (campur baur laki perempuan),
selalu menutup aurat, memalingkan pandangan dari aurat, larangan masuk rumah
tanpa izin, larangan bercumbu di depan umum, dll. Sementara itu, kepada pelaku
seks bebas, segera jatuhi hukuman setimpal agar jera dan tidak ditiru masyarakat
umumnya. Misal pezina dirajam, pelaku aborsi dipenjara, dll.
B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat
disampaikan saran sebagai berikut:
1.
Memperbaiki niat dengan Firman Allah:
walaa taqrabuz zinaa innahuu kaana faahisyatan
wasaaa sabiilan, artinya: Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu
keji dan jalan yang amat jahat. Mendekati saja dilarang, terlebih – lebih larangan melakukannya.
Inilah metode preventif yang paling efektif untuk memperbaiki niat.
2.
Dan mengenai membuat mekanisme penghalang kesempatan,
yaitu:
a. Menurut pasal 284 KUHP, yang diancam pidana
paling lama 9 bulan hanya yang bermukah (overspel = keliwat main), yaitu
laki-laki ataupun perempuan yang telah kawin yang melakukan zina (ayat 1),
hanya delik aduan artinya tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan
suami ataupun isteri yang tercemar (ayat 2), pengaduan dapat ditarik kembali
selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai (ayat 4). Pasal 284 tersebut harus diganti dengan undang-undang yang lebih
efektif untuk mencegah hubungan seks secara liar. Betapa tidak! hubungan seks
suka sama suka bagi yang masih gadis/bujang tidak dapat disentuh oleh pasal 284
KUHP. Juga uu itu bukan pezina saja yang mesti dituntut, akan tetapi orang
ataupun badan usaha yang berbisnis seks harus pula mendapat sanksi yang keras
untuk penggentar. Yaitu yang masih gadis/bujang dan pelacur yang belum bersuami
dicambuk 100 kali, serta muncikari dan pengusaha bisnis seks selain dicambuk
100 kali ditambah pula dengan sanksi hukuman penjara minimal 10 tahun. Hidung
belang yang telah diikat tali perkawinan serta pelacur yang bersuami dirajam.
b. Arus globalisasi memperlancar datangnya wisatawan manca-negara
(Wisman) yang menghasilkan devisa, tetapi membawa HIV. Jika terdapat dua
kriteria yang saling bertentangan, yang dalam hal ini penghasil devisa dengan
pembawa HIV, maka pendekatannya melalui tinjauan skala prioritas, yaitu sesuai
dengan qaidah dalam ilmu fiqh, "menolak mudharat lebih diprioritaskan
ketimbang menarik manfaat". Menolak HIV lebih diprioritaskan ketimbang
memperoleh devisa.
c. Pemda harus selektif mengeluarkan izin tempat-tempat hiburan malam
dan memperketat pengawasannya, agar tempat hiburan malam tidak merupakan tempat
maksiat pelacuran berselubung. Aktivitas ini tetap berlangsung, karena tidak
ada aturan sanksinya menurut hukum dalam batas kewenangan Pemda. DPRD harus
menterjemahkan nilai moral ke norma hukum ke dalam Peraturan Daerah yang
mempunyai kekuatan yang mengikat dengan sanksi yang keras dan penutupan usaha
maksiyat itu.
d. Undang – Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi dengan sanksi yang keras.
DAFTAR PUSTAKA
M, Zainal.
2010. HIV/AIDS, SEX, dan GENDER. [Online]. Tersedia: http://blog.umy.ac.id/zains/2010/12/12/aids/. [18 April 2011].
Warga, Warta.
2010. Pengertian HIV/AIDS. [Online]. Tersedia: http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/05/pengertian-hivaids/. [18 April 2011].
Prita, Dinda.
2008. Kampanye Penggunaan Kondom di Indonesia. [Online]. Tersedia: http://isukesehatan.wordpress.com/2008/05/26/kampanye-penggunaan-kondom-di-indonesia/. [18 April 2011].
Republika.
2009. Pengertian dan Faktor – Faktor Seks Bebas. [Online]. Tersedia: http://sitidms.blogspot.com/2009/04/pengertian-dan-faktor-faktor-seks-bebas.html.
[18 April 2011].
Republika.
2009. Seks Bebas yang Terus
Merajalela. [Online]. Tersedia: http://sitidms.blogspot.com/2009/04/seks-bebas-yang-terus-merajalela.html.
[18 April 2011].
Dian. 2009. Apa
Itu Seks Bebas?. [Online]. Tersedia: http://senibercinta.com/2009/12/apa-itu-seks-bebas/. [18 April 2011].
Munandar. 2008.
Kondomisasi Alat Kelamin Laki – Laki. [Online]. Tersedia: http://www.gatra.com/komentar.php?cid=103277. [18 April 2011].
Setyo, Indra.
2007. AIDS, Kondomisasi, dan Kampanye Seks Bebas. [Online]. Tersedia: http://www.hizbut-tahrir.or.id/al-islam/index.php/2007/12/04/aids-kondomisasi-dan-kampanye-seks-bebas/#more-49. [11 April 2011].
Harahap,
Syaiful. 2010. Kondomisasi dan Seks Bebas. [Online]. Tersedia: http://www.kompasiana.com/channel/humaniora/Kondomisasi-dan-seks-bebas/. [11 April 2011].
Ma’arif,
Samsul. 2010. Bahaya Seks Bebas dan Akibatnya. [Online]. Tersedia: http://www.unjabisnis.net/2010/06/bahaya-seks-bebas-dan-akibatnya.html.
[11 April 2011].
Mustika, Dewi.
2009. Seks Bebas Dikalangan Remaja. [Online]. Tersedia: http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=15300. [11 April 2011].
Vedder, Teguh.
2008. Sejarah Seks Bebas. [Online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1820763-sejarah-seks-bebas/. [11 April 2011].
Parakesit,
Arli. 2008. Lebih Jauh dengan HIV/AIDS dan Penanganannya. [Online].
Tersedia: http://netsains.com/2008/02/lebih-jauh-dengan-hivaids-dan-penanggulanggannya/. [11 April 2011].
Nasya1924.
2010. Solusi Islam Mengatasi HIV/AIDS. [Online]. Tersedia: http://nasya1924.wordpress.com/2010/12/01/sebarkan-solusi-islam-mengatasi-hivaids/. [11 April 2011].
Mazaya, Hanin. 2008. MER – C Tolak Pekan Kondom Nasional.
[Online]. Tersedia: http://www.arrahmah.com/index.php/news/read/2715/mer_c_tolak_pekan_kondom_nasional. [11 April 2011].
Abdurrahman, Muh. Nur. 2009. Seri 900 Kondomisasi
Bukan Solusi Cegah Penyebaran HIV/Aids. [Online]. Tersedia: http://waii-hmna.blogspot.com/2009/12/900-kondomisasi-bukan-solusi-cegah.html. [11 April 2011].
Burhani, Ruslan. 2011. KPA: Sunat Efektif Tekan Resiko Penularan
HIV/AIDS. [Online]. Tersedia: http://www.antaranews.com/news/250459/kpa--sunat-efektif-tekan-resiko-penularan-hiv. [11 April 2011].
Harahap, Syaiful. 2007. HIV/AIDS Sebagai Fakta Medis.
[Online]. Tersedia: http://www.berita8.com/read/2010/12/09/2/34213/Picu-Seks-Bebas,-Kondomisasi-Diharamkan---. [11 April 2011].
Muhammad, Rasyid Lahu. 2010. Kondomisasi Haram Dalam Islam.
[Online]. Tersedia: http://rasyidlahu.blogspot.com/2010/07/kondomisasi-haram-dalam-islam.html. [11 April 2011].
Administrator. 2010. Cara Allah Memberi Pelajaran. [Online].
Tersedia: http://aids-ina.org/modules.php?name=News&file=article&sid=1518. [11 April 2011].
Arifin, M. 2008. HIV/AIDS Dalam Paradigma Islam. [Online].
Tersedia: http://alumnifiad.youneed.us/t39-hiv-aids-dalam-paradigma-islam. [11 April 2011].
Purwd. 2009. Penanggulangan HIV/AIDS Yang Menyesatkan. [Online].
Tersedia: http://www.voa-islam.com/muslimah/health/2009/12/01/1903/penanggulangan-hivaids-yang-menyesatkan/. [11 April 2011].
Anonim. 2010. Apa Itu HIV?. [Online]. Tersedia: http://aids-ina.org/modules.php?name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1&categories=HIV-AIDS. [11 April 2011].
Marina, Lia. 2009. Kondomisasi, Masalah Atau Solusi?. Tersedia: http://kantongdakwah.blogspot.com/2009/12/kondomisasi-masalah-atau-solusi.html. [11 April 2011].
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
BalasHapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل